Kamera CCTV

Jumat, 03 Januari 2014

kualitas mutu



BAB I
A.    LATAR BELAKANG
Mutu adalah kemampuan (ability) yang dimiliki oleh suatu produk atau jasa (services) yang dapat memenuhi kebutuhyan atua harapan kepuasaan (satisfaction) pelanggan (customers) yang dalam pendidikan dikelompok menjadi dua yakni internal customer dan eksternal customer.
Internal customer yakni siswa atau mahasiswa sebagai pembelajaran (leaners) dan eksternal customer yakni masyarakat dan dunia industri. Mutu tidak dapat berdiri sendiri, artinya banyak faktor untuk mencapainya dan untuk memelihara mutu. Dalam kaitan ini peran dan fungsi sistem penjaminan mutu (Quality Assurance System) sangat dibutuhkan.
 Penjaminan mutu (Qualitiy Assurance) adalah istilah umum yang digunakan sebagai kata lain untuk semua bentuk kegiatan monitoring, evaluasi atau kajian (review) mutu. Kegiatan penjaminan mutu tertuju pada proses untuk membangun kepercayaan dengan cara pemenuhan persyaratan atau standar minimal pada komponen input, komponen proses, dan hasil atau outcome sesuai dengan yang diharapkan oleh stakeholder (UNESCO 2006),
Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Walau demikian ada sebagian orang yang menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh dengan teka teki. Mutu dianggap sebagai suatu hal yang membingungkan dan sulit untuk diukur.
Di Indonesia mutu awalnya hanya dipakai untuk dunia industri yakni terkait produk yang dihasilkan apakah sesuai dengan selera pasar dan keinginan stakeholder. Sedangkan di dalam dunia pendidikan penggunaan mutu di Indonesia baru digunakan dan diatur dalam Peraturan Pemerintah No 19/2005, pasal 91 yakni 1. Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan non formal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. 2. Penjaminan mutu pendidikan dimaksud pada ayat 1 bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan, 3. Penjaminan mutu pendidikan dilakukan secara bertahap, sistematis dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Selanjutnya pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program atau satuan pendidikan. Perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan merupakan komitmen pemerintah Indonesia yang diterapkan melalui berbagai kebijakan.
Kenyataan memang tidak semua unsur pendidikan di Indonesia memperhatikan mutu. Ini bisa dilihat belum terpenuhinya standar Nasional Pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan secara objektif, adil, transparan dan menggunakan instrumen kreteria yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
Dunia pendidikan di Indonesia belum mencakup dan menjalankan standar nasional pendidikan yakni standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pembiayaan pendidikan dan standar penilaian.
Dilandasi dari kenyataan empirik di atas ternyata perlu dilakukan kajian teoritis terkait mutu sehingga persoalan pemenuhan mutu pendidikan di Indonesia bisa lebih dipahami secara mendalam.
B.     RUMUSAN MASALAH
Bertitik tolak dari latarbelakang sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, masalah utama yang akan dibahas penulis dirumuskan dalam pertanyaan. Sejauhmanakah pokok-pokok pikiran Deming, Juran, Crosby, Shigeo Shingo, Kaoru Ishikawa dan Genichi Taguchi sudah diterapkan dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Dari fokus masalah tersebut selanjutnya dirumuskan pertanyaan sebagai berikut.
1.      Sejauhmanakah pendidikan di Indonesia menerapkan pokok pikiran Deming, Juran, Crosby, Shigeo Shingo, Kaoru Ishikawa dan Genichi Taguchi dalam peningkatan mutu pendidikan.
2.      Sejauhmanakan upaya dilakukan pemerintah Indonesia dalam mengembangkan mutu pendidikan?
3.      Alternatif pokok pikiran yang bisa dilaksanakan dalam penjaminan mutu pendidikan khususnya Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
C.    TUJUAN PEMBAHASAN
Secara umum pembahasan bertujuan untuk mengetahui proses dan dampak implementasi pokok pikiran Deming, Juran, Crosby, Shigeo Shingo, Kaoru Ishikawa dan Genichi Taguchi terkait mutu pendidikan. Secara khusus bertujuan untuk menemukan;
1.      Pokok pikiran yang tepat dan cocok untuk pengembangakan sumberdaya manusia.
2.      Upaya menemukan pengembangan mutu pendidikan di Indonesia.
3.      Prinsip mutu pendidikan yang sesuai dan memiliki kekhasan dengan pendidikan khususnya di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
D.    MANFAAT PEMBAHASAN
Hasil pembahasan ini diharapkan bernilai guna untuk keperluan teoriktik maupun secara aplikatif.
1.      Secara teoritik, untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai pokok pikiran para ahli mutu pendidikan seperti Deming, Juran, Crosby, Shigeo Shingo, Kaoru Ishikawa dan Genichi Taguchi.
2.      Secara aplikatif berguna untuk pengembangan kebijakan dalam bidang peningkatan mutu perguruan tinggi khususnya implementasi dalam peningkatan mutu pendidikan di UMSU dari tingkat universitas, fakultas dan program studi.












BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    KONSEP DASAR PENJAMINAN MUTU
Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatan mutu merupakan tugas yang paling penting. Mutu adalah sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri (Tom Peters dan Nancy Austin, A Passion For Excellence, 1985).
Selanjutnya, mutu ialah conformace to requirment, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar atau kreteria mutu yang telah ditentukan, meliputi bahan baku, proses produksi dan produk jadi (Crosby, 1979:59).
Lebih lanjut, mutu ialah kesusaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen (Deming, 1982:176). Perusahaan yang bermutu adalah yang menguasai pangsa pasar karena hasil produknya sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen.
Sementara Feigenbaunm, 1986:7 menyatakan mutu ialah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full costomer satisfaction). Suatu produk dianggap bermutu apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada pelanggang, yaitu sesuai dengan harapan konsumen atas produk yang dihasilkan perusahaan.
Lebih lanjutnya, Garvi dan Davis (1994) mengungkapkan mutu ialah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Dengan perubahan mutu produk tersebut diperlukan peningkatan atau perubahan keterampilan tenaga kerja, proses produksi, dan tugas, serta perubahan lingkungan perusahaan agar produk dapat memenuhi dan melebihi harapan konsumen.
Menurut Juran (1983), mutu produk ialah kecocokan pengguanaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasaan pelanggan. Kecocokan penggunaan produk tersebut didasarkan atas lima ciri utama, 1) teknologi, yaitu kekuatan, 2) psikologis, yaitu citra rasa atau status, 3), waktu yaitu kehandalan; 4). Kontraktual, yaitu jaminan;, dan 5), etika yaitu sopan santun.
Untuk memenuhi standar kualitas perguruan tinggi, maka konsep Total Quality Manajemen (TQM) dapat memberi kontribusi yang besar dalam strategi pengelolaan perguruan tinggi. Dari perspektif TQM, mutu adalah suatu filosofi peningkatan pengelolaan berlanjutan tang dapat dijadikan alat praktis oleh PT dalam memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan sekarang dan masa yang akadan dating. Sallis (1993) menegaskan, bahwa TQM bukan alat inspeksi, tetapi sebuah upaya mengerjakan segala sesuatu dengan benar sejak awal dan setiap waktu memfokuskan pada spesifikasi yang dimaksudkan oleh penangganan atau klien.

B.     POKOK PIKIRAN DEMING
Gagasan tentang jaminan mutu dan mutu terpadu terlambat sampai di Barat, meskipun pada mulanya dikembangkan pada tahun 1930-an dan 1940-an oleh W Edwards Deming. Ia adalah seorang ahli statistic Amerika yang memiliki gelar PhD dalam bidang Fisika. Pengaruhnya, sebagai teoritikus manajemen bermula di Barat, namun justru Jepang bermanfaatkan keahliannya sejak 1950.
Deming mulai memformulasikan idenya pada tahun 1930-an ketika melakukan penelitian tentang metode-metode menghilang varibilitas dan pemborosan dari proses industry.
Dia memulai kerjanya di Western Electric, milik tokoh gelendaris Hawthorne, di Chicago. Western Electric juga adalah tempat kerja Josepth Juran, contributor utama lainnya terhadap revolusi mutu di Jepang yang juga orang Amerika.
Pada saat itu, pabrik Howthorne mempekerjakan lebih dari 40.000 orang yang memproduksi perlengkapan telepon. Pabrik ini menjadi popular saat Elton Mayo dan kolganya dari Universitas Harvard, di antara tahun 1927-1932, berhasil membuat serangkaian eksperiment terkenal tentang sebab-sebab perubahan produktivitas. Pada saat itu, Mayo dan timnya menemukan “Howthorne effect”, yang mengaku eksistensi dan pentingnya struktur-struktur informal dalam organisasi-organisasi terhadap hasil produksi serta terhadap produktivitas dan dampaknya terhadap praktek-praktek kerja.
Dari Western Electrik, Deming pindah kerja di Departemen Pertanian Amerika, ketika bekerja di sana, dia diperkenalkan pada Walter Shewhart, seorang ahli statistic dari Bell Laboratories di New Yor. Sebelumnya, Shewhart telah mengembangkan beberapa teknik yang membawa proses-proses industry menuju apa yang ia sebut dengan control statistic. Ini adalah serangkaian teknik-teknik yang meminimalisasi unsur-unsur tak terduga dari proses-proses industry, sehingga industry lebih bisa diprediksi dan lebih terkontrol. Tujuan adalah untuk menghilangkan pemborosan biaya dan penundaan waktu.
Kontribusi awal Deming adalah mengembangkan dan meningkatkan metode-metode statistic Shewhart. Metode-metode statistic Shewhart dan Demin, sekarang dikenal dengan Statistical Process Control (SPC) yang dikombinasi dengan wawasan hubungan gerakan relasi manusia yang disosialisasikan dengan Mayo dan koleganya.
Gerakan kualitas di Jepang maju pesat dengan perspektif strategis. W Edwards Deming adalah orang yang pertama kali mengajarkan pentingnya pendekatan yang tepat, sistematis, serta pendekatan dengan dasar statistik untuk memecahkan masalah kualitas. Ia memisahkan antara penyebab khusus (karena operator atau mesin) dan penyebab umum (yang merupakan tanggungjawab manajemen).
Ia juga mendorong adopsi pendekatan sistematis dalam memecahkan masalah yakni Siklus Deming yang terdiri dari atas plan, do, check, action. Selain itu, ia juga mengenalkan metode modern dalam riset pelanggan kepada para manajer Jepang.
Selain itu, banyak yang menanggap bahwa Deming adalah bapak dari gerakan total quality management. Deming mencatat kesuksesan dalam memimpin revolusi kualitas di Jepang yaitu dengan memperkenalkan penggunaan teknik pemecahan masalah dan pengendalian proses statistik (statistical process control). Atas jasanya yang besar bagi industri Jepang, maka setiap tahun diberikan penghargaan bernama Deming Prize kepada setiap perusahaan yang berprestasi dalam hal kualitas. Deming prize sendiri terbagi dalam dua kategori yakni Hadiah Deming bagi individual yang berjasa dalam pengendalian kualitas dan metode statistika Jepang serta Deming Application Prize yang diberikan kepada perusahaan yang melaksanakan dengan baik pengendalian kualitas perusahaannya dan pengendalian mutu statistiknya (Fanny Tjiptono dan Anastasy Diana, 2003,49)
Deming menganjurkan penggunaan SPC (yang dikembangkan pertama kali oleh Shewart) agar perusahaan dapat membedakan penyebab sistematik dan penyebab khusus dalam menangani kualitas.  Ia berkeyakinan bahwa perbedaan atau variasi merupakan suatu fakta yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan industry. Kontribuski utama yang membuatnya terkenal adalah Deming Cycle, Deming Fourteen Points, dan Seven Deadly Disease.
Siklus Deming (Deming Cycle)
Siklus Deming ini dikembangkan untuk menghubungkan antara produksi suatu produk dengan kebutuhan pelanggan, dan memfokuskan sumber daya semua departemen (riset, desain, produksi, pemasaran) dalam suatu usaha kerja sama untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Tahapan-tahapan siklu Demin terdiri dari
1.      Mengadakan riset konsumen dan menggunakannya dalam perencanaan (plan).
2.      Menghasilkan produksi (do).
3.      Memeriksa produk apakah telah dihasilkan sesuai dengan rencana (check)
4.      Memasarkan produk tersebut (act).
5.     
Plan

Menganalisis bagaimana produk tersebut diterima di pasar dalam hal kualitas, biaya dan kreteria lainnya (analyze).

 




Gambar 01. Skilus Deming
Deming melihat bahwa masalah mutu terletak pada masalah manajemen. Masalah utama dalam dunia industry adalah kegagalan manajemen senior dalam menyusun perencanaan ke depan. Biasanya, perencanaan tersebut bukan merupakan serangkaian langkah untuk menerapkan mutu, tapi lebih merupakan desakan serius terhadap manajemen tentang apa yang harus dan tidak boleh dilakukan agar organisasi berhasil dengan baik.
14 point Deming yang termasyur merupakan kombinasi filsafat baru tentang mutu dan seruap terhadap manajemen untuk merubah pendekatannya. Dia mengkombinasikan konsep tersebut mulai dari wawasan psikologis sampai kendala-kendala dalam mengabdopsi kultur mutu (quality culture). Pendekatan mencegah lebih baik daripada mengobati, merupakan kontribusi unik Deming dalam memahami bagaimana cara menjamin pengembangan mutu. Adapun 14 point tersebut merupakan inti sari dari teori manajemnnya. Empat belas point Deming ini juga merupaka ringkasan dari keseluruhan pandangan Deming terhadap apa yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan untuk melakukan transisi positif dari bisnis sebagaimana biasanya sehingga menjadi bisnis berkualitas tingkat dunia.
Berikut ini adalah ringkasan dari 14 point Deming.
1.      Ciptakan sebuah usaha peningkatan produk dan jasa, dengan tujuan agar bisa kompetitif dan tetap berjalan serta menyediakan lowongan pekerjaan. Deming percaya bahwa terlalu banyak organisasi yang hanya memiliki tujuan jangka pendek dan tidak melihat apa yang akan terjadi pada 20 atau 30 tahun mendatang. Mereka harus memiliki rencana jangka panjang yang didasarkan pada visi masa depan dan inovasi baru. Mereka harus terus menerus berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan mereka.
2.      Adobsilah falsafah baru. Manajemen harus memahami adanya era ekonomi baru dan siap menghadapi tantangan, belajar bertanggungjawab, dan mengambil alih kepemimpinan guna menghadapi perubahan. Sebuah organisasi tidak akan mampu bersaing jika mereka terus menerus mempertahakan penundaan, waktu, kesalahan, bahan-bahan cacat dan produk yang jelek. Mereka harus membuat perubahan dan mengadopsi metode kerja yang baru. 
3.      Hentikan ketergantungan pada inspeksi masa untuk mencapai mutu. Inspeksi tidak akan meningkatkan atau menjamin mutu. Anda tidak dapat menginpeksi mutu kepada produk. Deming berpendapat bahwa manajemen harus melengkapi staf-staf mereka dengan pelatihan tentang alat-alat statistic dan teknik-teknik yang dibutuhkan mereka untuk mengawasi dan mengembangkan mutu mereka sendiri.
4.      Hentikan praktek menghargai kontrak berdasarkan tawaran terendah. Menurut Deming harga tidak memiliki apa-apa tanpa ukuran mutu yang dijual.Praktek kontrak yang hanya cenderung pada harga yang murah dapat menggiring ada kesalahan yang mahal. Metode yang ditawarkan mutu terpadu adalah mengembangkan hubungan dekat dan berjangka panjang dengan pensuplai, dan sebaiknya pensuplai tunggal, dan berkerjasama dengan mereka dalam mutu komponen.
5.      Perbaiki secara konstan dan terus menerus sistem produksi dan jasa, untuk meningkatkan kualitas dan produktivitasnya yang pada giliranya secara konstan menurunkan biaya. Ini merupakan tugas manajemen untuk mengarahkan proses peningkatan dan menjamin bahwa ada proses perbaikan yang berkelanjutan.
6.      Lembaga pelatihan kerja. Pemborosan terbesar dalam sebuah organisasi adalah kekeliruan menggunakan keahlian orang-orangnya secara tepat. Mempergunakan uang untuk pelatihan tenaga kerja adalah penting, namun yang lebih penting adalah melatih dengan standar terbaik dalam kerja Pelatihan adalah alat kuat dan tepat untk perbaikan mutu.
7.      Lembagakan Kepemimpinan. Deming mengatakan bahwa kerja manajemen bukanlah mengawasi melainkan memimpin. Makna dari hal tersebut adalah berubah dari manajemen tradisional yang selalu memperhatikan hasil-indikator-indikator prestasi, spesifikasi dan penilaian menuju peranan kepemimpinan yang mendorong peningkatan pross produksi barang dan jasa yang lebih baik.
8.      Hilangkan rasa takut agar setiap orang dapat bekerja secara efektif. Keamanan adalah basis motivasi yang dibutuhkan pegawai. Deming yakin bahwa pada hakikatnya setiap orang ingin melakukan kerja dengan baik asalkan mereka bekerja dalam lingkungan yang mampu mendorong pada arah yang berbeda.
9.      Uraikan kendala-kendala antar departemen. Organ dalam departemen yang berbeda harus dapat bekerjasama sebagai sebuah tim. Organisasi tidak diperkenankan untuk memiliki unit atau departemen yang mendorong pada era yang berbeda.
10.  Hapuskan slogan, desakan dan target bagi tenaga kerja. Hal tersebut dapat menciptakan permusuhan.
11.  Hapuskan standar kerja yang menggunakan quota numeric. Mutu tidak dapat diukur dengan hanya mengkonsentrasikan pada hasil proses. Berkerja untuk mengejar quota number sering menyebabkan terjadi pemotongan dan penyusutan mutu.
12.  Hilangkan kendala-kendala yang merampas kebanggaan karyawasa atas keahliannya. Hal ini perlu dilakukan dengan menghilangkan sistem penilaian dan penghitungan jasa. Demi telah berupaya keras menentang sistem penilaian yang mana diyakini menempatkan pekerja dalam kompetisi antara satu dengan yang lain dan merusak kerja tim.
13.  Lembagakan aneka program pendidikan yang meningkatkan semangat dan peningkatan kualitas kerja. Semakin tahu, orang akan semakin giat bekerja. Staf yang berpendidikan baik adalah mereka yang memiliki semangat untuk meningkatkan mutu.
14.  Tempatkan setiap orang dalam tim kerja agar dapat melakukan transpormasi. Transformasi menuju sebuah kultur mutu adalah tugas setiap orang. Ia juga merupakan tugas terpenting dari manajemen.
Kegagalan Mutu
            Pokok pikiran Deming juga terkait sebab-sebab kegagalan mutu. Dia menjelaskan jika para manajer betul-betul memperhatikan mutu secara serius, maka mereka harus memahami sebab sebab kegagalan mutu. Karena, untuk menyelesaikan masalah dengan baik diperlukan pemahaman terhadap penyebab-penyebabnya dan analisa terhadap kegagalan mutu merupakan salah satu hasil terpenting dari penelitian Deming.
Dia membedakan sebab-sebab kegagalan mutu menjadi dua bentuk, umum dan khusus. Sebab-sebab umum adalah sebab-sebab yang diakibatkan oleh kegagalan sistem. Masalah sistem merupakan masalah internal pross institusi. Masalah-masalah tersebut hanya bisa diatasi jika sistem, proses dan prosedur institusi tersebut dirubah. Sementara sebab-sebab lain yang ia sebut sebagai sebab-sebab khusus melahirkan variasi-variasi yang non acak di dalam sistem dan merupakan sebab-sebab eksternal.
Sebab-sebab khusus kegagalan mutu. Di sisi lain sebab-sebab khusus kegagalan sering diakibatkan oleh prosedur dan aturan yang tidak diikuti atau ditaati, meskipun kegagalan tersebut mungkin juga diakibatkan oleh kegagalan komunikasi atau kesalahpahaman. Kegagalan tersebut bisa juga disebabkan oleh anggota individu staf yang tidak memiliki skill, pengetahuan dan sifat yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru atau manajer pendidikan. Sebab-sebab khusus masalah mutu bisa  mencakup kurangnya pengetahuan dan keterampilan anggota, kurangnya motivasi, kegagalan komunikasi atau masalah yang berkaitan dengan perlengkapan-perlengkapan.
Jika sebuah masalah disebabkan oleh sebab-sebab khusus maka masalah tersebut bisa diatasi dengan tanpa mengganti kebijakan atau mendesain kembali sistem. Merubah sistem merupakan hal yang tidak tepat dan bisa mengakibatkan terjadinya kegagalan yang lebih fatal.
C.    POKOK PIKIRAN JOSEPH M JURAN
Joseph Juran seperti halnya Deming, adalah pelopor lain revolusi mutu di Jepang. Dia juga lebih diperhatikan di Jepang daripada di tempat kelahirannya Amerika. Juran yang memiliki dua gelar kesarjanaan (teknik dan hukum) merupakan pendiri dari Juran Insitute, Inc di Wilton, Connecticut. Institut ini bergerak dalam bidang pelatihan, penelitian dan konsultasi manajemen berkualitas.
Juran mendefisinikan kualitas sebagai cocok/sesuai untuk digunakan (fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh para pemakainya. Pengertian cocok untuk digunakan ini mengandung 5 dimensi utama yakni kualitas desain, kualitas kesesuaian, ketersediaan, keamanan dan field use.
Juran pernah mendapat penghargaan dari Kaisar Jepang berupa medali order of the Sacred Treasure atas usahanya dalam mengembangkan kualitas di Jepang dan membina persahabatan antara Jepang dan Amerika Serikat. Kontribusi Juran yang paling terkenal antara lain Juran’s Three Basic Steps to Progress, Juran’s Ten Step Quality Improvement, The Pareto Principle, dan The Juran Trilogy. Selain itu, Juran juga mengembangkan konsep Managing Business Process Quality, yang merupakan suatu teknik ntuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara fungsional silang (cross-functional).
Juran’s Three Basic Step to Progress
Menurut Juran, tiga langkah dasar ini merupakan langkah yang harus diambil perusahaan bila mereka ingin mencapai kualitas tingkat dunia. Juran juga yakin bahwa ada titik diminishing return dalam hubungan antara kualitas dan daya saing. Ketiga langkah tersebut terdiri dari;
1.      Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan yang dikombinasikan dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak.
2.      Mengadakan program pelatihan secara luas.
3.      Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih tinggi.
Juran’s Ten Steps to quality Improvement
Sepuluh langkah untuk memperbaiki kualitas manurut Juran meliputi;
1.      Membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan peluang untuk melakukan perbaikan.
2.      Menetapkan tujuan perbaikan
3.      Mengorganisasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4.      Menyediakan pelatihan.
5.      Melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan masalah.
6.      Melaporkan perkembangan
7.      Memberikan penghargaan
8.      Mengkomunikasi hasil-hasil.
9.      Menyimpan dan mempertahankan hasil yang dicapai.
10.  Memelihara momentum dengan melakukan perbaikan dalam sistem regular perusahaan.
The Pareto Principle
Juran juga menerapkan prinsip yang dikemukakan oleh Vilfredo Pareto ke dalam manajemen. Prinsip ini kadang kalah disebut pula kaidah 80/20 yang bunyinya “80% of the trouble comes from 20% of the problems”. Menurut prinsip ini, organisasi harus memusatkan energy pada penyisihan sumber masalah yang sedikit tetapi vital (vital few sources) yang menyebabkan sebagaian besar masalah. Baik Juran dan Deming yakin sistem yang dikendalikan oleh manajemen merupakan sistem dimana sebagian masalah besar terjadi. Saat mempertimbangkan peran kepemimpinan dalam mutu, aturan 80/20 dari Joseph Juran menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan. Juran menyatakan bahwa 80 persen masalah-masalah mutu dalam sebuah organisasi adalah hasil dari desain proses yang kurang baik, sehingga penerapan sistem yang benar akan menghasilkan mutu yang benar. Menurut Juran, 80 persen masalah merupakan tanggungjawab manajemen, karena mereka memiliki 80 persen control terhadap sistem organisasi.
The Juran Trilogy 
The Juran Tilogy merupakan ringkasan dari tiga fungi yang utama. Pandangan Juran terhadap fungsi-fungsi ini dijelaskan sebagai berikut;
Perencanaan kualitas; Perencanaan kualitas meliputi pengembangan produk, sistem,  dan proses yang dibutuhkan untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan. Langkah-langkah yang dibutuhkan itu adalah ;
1.      Menentukan siapa yang menjadi pelanggan
2.      Mengindentifikasi kebutuhan para pelanggan
3.      Mengembangkan produk dengan keistimewaan yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.
4.      Mengembangkan sistem dan proses yang memungkinkan organisasi untuk menghasilkan keistimewaan tersebut.
5.      Menyebarkan rencana kepada level operasional.
Pengendalian kualitas; Pengendalian kualitas meliputi langkah-langkah sebagai berikut.
1.      Menilai kinerja kualitas actual
2.      Membandingkan kinerja dengan tujuan
3.      Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan.
Perbaikan kualitas; Perbaikan kualitas harus dilakukan secara on going dan terus menerus. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah;
1.      Mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk melakukan perbaikan kualitas setiap tahun.
2.      Mengidentifikasi bagian-bagian yang membutuhkan perbaikan dan melakukan proyek perbaikan.
3.      Membentuk suatu tim proyek yang bertanggungjawab dalam menyelesaikan setiap proyek perbaikan.
4.      Memberikan tim-tim tersebut apa yang mereka butuhkan agar dapat mendiagnosis masalah guna menentukan sumber penyebab utama, memberikan solusi, dan melakukan pengendalian yang akan mempertahankan keuntungan yang diperoleh.
Manajemen Mutu Strategis
Selain itu, untuk membantu manajer merencanakan mutu, Juran telah mengembangkan sebuah pendekatan disebut Manajemen Mutu Strategis (Strategic Quality Management). SQM adalah sebuah pross tiga bagian yang didasarkan pada staf pada tingkat berbeda yang memberikan kontribusi unik terhadap peningkatan mutu.
Manajemen senior memiliki pandangan strategis tentang organisasi, manajer meneganah memiliki pandangan operasional tentang mutu, dan para karyawan memiliki tanggungjawab terhadap control mutu. Ini adalah sebuah ide yang cocok diterapkan dalam konteks pendidikan dan mirip dengan gagasan yang telah dikembangkan oleh Consultant at Work berpendapat dalam upaya meningkatkan mutu dalam pendidikan.
Jhons Miller dan rekan-rekan di Consultant at Work berpendapat bahwa manajer senior, Dewan Rektor perlu menggunakan manajemen mutu strategis dengan cara menemukan dan menyusun visi, prioritas dan kebijakan universitas.
Manajer menengah para Dekan bertanggunjawab terhadap jaminan mutu, dengan melibatkan diri dalam koordinasi informasi dalam tim penyusun mata pelajaran dan seara sistematis memeriksa efektifitasnnya serta menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada tim penyusun dan manajemen senior. Kontrol mutu dilakukan oleh para staf guru yang beroperasi dalam tim penyusun mata pelajaran yangt mendesain karakteristik dan standar program studi.
Terkait hal ini, Juran Institute yang menganjurkan penggunan sebuah pendekatan tahap demi tahap untuk menyelesaikan masalah mutu seperti yang dijelaskan di atas. Semua bentuk peningkatan mutu harus dilakukan cara-cara tahap demi tahap dan tidak dengan cara lain.
D.    POKOK PIKIRAN PHILIP CROSBY
Nama Philip Crosby selalu diasosiasikan dengan dua ide yang sangat menarik dan sangat kuat dalam mutu. Yang pertama, adalah ide bahwa mutu itu gratis. Menurut Grosby terlalu banyak pemborosan dalam sistem mengupayakan peningkatan mutu. Yang kedua adalah ide adalah kesalahan, kegagalan, pemborosan, dan penundaan waktu serta  semua hal yang tidak bermutu lainnya – bisa dihilangkan jika institusi memiliki kemauan untuk itu. Ini adalah gagasan tanpa cacatnya controversial.
Padangan-pandangan Crosby dirangkumnya dalam ringkasan yang ia sebut sebagai Dalil-dalil Manajemen Kualitas. Dalil-dalil ini dikemukakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok berikut;
1.      Apa yang dimaksud dengan kualitas
2.      Sistem seperti apa yang dibutuhkan untuk menghasilkan kualitas?
3.      Standar kinerja bagaimana yang harus digunakan?
4.      Sistem pengukuran seperti apa yang dibutuhkan.
Dalil pertama: Defenisi kualitas adalah sama dengan persyaratan.
Dulu kualitas diterjemahkan sebagai tingkat kebagusan atau kebaikan (goodness). Defenisi ini memiliki kelemahan, yakni tidak menerangkan secara spesifik baik/bagus itu bagaimana. Misalnya Syandi menginginkan sepeda motor yang bagus. Ini sangatlah subyektif. Bagus itu seperti apa.Apakah kreterianya? Bagaimana kecepatannya? Modelnya yang sportif? Hemat BBM? Suku cadang yang mudah didapat? Yang tidak cepat rusak? Semuanya ini tidak jelas.
Defenisi kualitas menurut Crosby adalah memenuhi atau sama dengan persyaratannya (comformance to requirements). Meleset sedikit saja dari persyaratannya, maka suatu produk atau jasa dikatakan tidak berkualitas. Persyaratan itu sendiri dapat berubah sesuai dengan keinginan pelanggan, kebutuhan organisasi, pemasok dan sumber, pemerintah, teknologi, serta pasar atau persaingan.
Dalil kedua; Sistem kualitas adalah pencegahan.
Pada masa lalu sistem kualitas adalah penilaian (appraisal). Misalnya di pabrik TV, pada akhir proses dinyatakan apakah TV yang dihasilkan tergolong buruk atau bagus. Penilaian akhir ini hanya menyatakan bahwa apabila baik maka akan diserahkan kepada distributor, sedangkan apabila buruk akan disingkirkan. Penilaian seperti ini tidak menyelesaikan masalah karena buruk akan selalu ada. Mengapa tidak dilakukan pencegahan sejak awal sehingga outputnya dijamin bagus serta hemat biaya dan waktu.
Dalam hal ini dikenal dengan the law of tens. Maksudnya, bila kita menemukan suatu masalah kesalahan sejak awal proses, biayanya cuma satu rupiah. Tetapi bila ditemukan di proses kedua maka biayanya menjadi 10 rupiah. Diketemukan pada proses berikutnya lagi biaya menjadi 100 rupiah. Jadi sistem kualitas menurut Crosby merupakan pencegahan.
Dalam suatu proses pasti ada input dan output. Di dalam proses kerja internal sendiri ada empat kendali input dimana proses pencegahan dapat dilakukan yaitu;
1.      Fasilitas dan perlengkapan
2.      Pelatihan dan pengetahuan
3.      Prosedur, pedoman/manual operasi standar dan pedoman standar kualitas.
4.      Standar Kinerja/prestasi.
Dalil ketiga: Kerusakan nol (zero defect) merupakan standar kinerja yang harus digunakan
            Konsep Tanpa cacat adalah kontribusi pemikiran Crosby yang utama dan controversial tentang mutu. Ide ini adalah sebuah ide yang  kuat. Ide ini adalah komitmen untuk selalu sukses dan menghilangkan kegagalan. Ide ini melibatkan penempatan sistem pada sebuah wilayah yang memastikan bahwa segala sesuatunya selalu dikerjakan pertama sekali dan selamanya. Crosby berpendapat bahwa tanpa cacat dalam konteks bisnis, akan meningkatkan keuntungan dengan penghematan biaya. Crosby tidak percaya terhadap tingkat daya terima mutu secara statistic. Bagi Crosby hanya ada satu standar dan itu adalah kesempurnaan. Gagasannya adalah pencegahan murni, dan ia yakin bahwa kerja tanpa salah adalah hal yang sangat mungkin.
Dalil keempat; ukuran kualitas adalah price of non conformance
            Kualitas harus merupakan sesuatu yang dapat diukur. Biaya untuk menghasilkan kualitas juga harus terukur. Menurut Crosby, biaya mutu merupakan penjumlahan antara Price of Non Conformance dan Price of Conformance.
Price of Non Corformance (PONC) adalah biaya yang dikeluarkan karena melakukan kesalahan. Contoh ketika terjadi salah kirim kertas dari Jakarta ke Yogyakarta. Pelanggan minta kerja CD tetapi yang dikirim kertas HVS. Misalnya tidak ada yang mau menerima kertas HVS, maka biaya angkut Jakarta-Yogyakarta sewa gudang, biaya administrasi dan biaya lain seta kemungkinan kerugikan penjualan ditanggung prodsusen. Dengan konsep zero defect, diharapkan PONC ini tidak ada sehingga dapat menurunkan biaya kualitas.
Price of Conformance (POC) adalah biaya yang dikeluarkan bila tugas dilakukan secara benar semenjak pertama kalinya. Untuk keperluan ini dibutuhkan konfirmasi persyaratan dari para pelanggan Sebelum pengiriman, DO-nya diperiksa apakah benar-benar kertas CD. Truk juga diperiksa, apa betul dimuat kertas  CD. Ekspedisi juga dicek, apa betul truk menunju ke Yogyakarta. Dari semua langkah ini dihitung berapa biayanya. Kesemua merupakan  POC. Dalam praktek sehari-hari PC mencakup pelatihan, pendidikan kualitas, inspeksi dan kalibrasi.
Crosby Quality Vaccine
Crosby’s Quality Vaccine terdiri dari atas tiga unsure, yaitu Determinasi (determination), Pendidikan (education), dan Pelaksanaan (implementation). Determinasi adalah suatu sikap dari manajemen untuk tidak menerima proses, produk, atau jasa yang tidak menenuhi persyaratan, seperti reject, scrap, lead delivery, wrong shipment, dan lain-lain.
Menurut Crosby setiap perusahan harus divaksinasi agar memiliki antibody untuk melawan ketidaksesuaian terhadap persyaratan (non conformance). Ketidaksesuaian ini merupakan sebab, sehingga harus dicegah, dan dihilangkan. Dalam menyiapkan vaksinasi, suatu perusahaan perlu membuat lima unsur, yakni
1.      Integritas
CEO (Chief Executive Officer) harus dapat menjamin bahwa pelanggan menerima apa yang telah dijanjikan, seperti kualitas, produk jasa, kualitas penyampaian, keamanan, dan lain-lain. Sedangkan COO (Chief Operating Officer) harus  memiliki pemikiran bahwa kualitas di atas segala-galanya.
2.      Sistem
Sistem adalah serangkaian prosedur dan kegiatan individu di dalam tim untuk menjamin kualitas. Untuk itu, perlu pendidikan kualitas yang merupakan proses untuk membantu karyawan agar memiliki bahasa yang sama dalam kualitas dan mengerti peran mereka dalam upaya peningkatan kualitas.
3.      Komunikasi
Setelah memiliki bahasa yang sama, maka komunikasi akan lebih mudah terjalin. Komunikasi di sini adalah proses mengirim dan menerima informasi mengenai kualitas dan mendukung peningkatan kualitas. Semua informasi menggenai usaha peningkatan kualitas disampaikan kepada seluruh karyawan.
4.      Operasi
Operasi adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan organisasi untuk menjaga agar tetap berfungsi. Hal ini dilaksanakan dengan mendidik pemasok agar mengirim produk dan jasa sesuai dengan persyaratan. Selain itu, prosedur, produk dan sistem dikualifikasi dan dibuktikan sebelum pelaksanaan dan diuji secara terus menerus.
5.      Kebijakan
Dibutuhkan pula adanya pernyataan dan pengarahan dari manajemen yang memperjelas dimana mereka berdiri dan menentukan sikap tentang kualitas. Kebijakan harus jelas dan tidak ragu-ragu.

            Crosby’s Fourteen Step to Quality Improvement
Empat belas langkah untuk perbaikan kualtias menurut Crosby terdiri atas ;
1.      Menjelaskan bahwa manajemen bertekad meningkatkan kualitas untuk jangka panjang.
2.      Membentuk tim kualitas antar departemen
3.      Mengidentifikasi sumber terjadinya masalah saat ini dan masalah potensial.
4.      Menilai biaya kualitas dan menjelaskan bagaimana biaya digunakan sebagai alat manajemen.
5.      Meningkatan kesadaran akan kualitas dan komitmen pribadi pada setiap karyawan.
6.      Melakukan tindakan dengan segera untuk memperbaiki masalah-masalah yang telah diidentifikasi.
7.      ‘Mengadakan program zero defect.
8.      Melatih para penyelia untuk bertanggungjawab dalam program kualitas tersebut.
9.      Mengadakan zero defect day untuk meyakinkan seluruh karyawan agar sadar akan adanya arah baru.
10.  Mendorong individu dan tim untuk membentuk tujuan perbaikan pribadi dan tim.
11.  Mendorong para karyawan untuk mengungkapkan kepada manajemen apa hambatan-hambatan yang mereka hadapai dalam mencapai tujuan kualitas.
12.  Mengakui dan menerima karyawan yang berpartisipasi.
13.  Membentuk dewan kualitas untuk mengembangkan komunikasi secara terus menerus.
14.  Mengulangi setiap tahap tersebut, karena perbaikan kualitas adalah proses yang tidak pernah berakhir.

E.     POKOK PIKIRAN SHIEGO SHINGO
Konsep lean manufacturing banyak dikembangkan oleh Toyota dan perusahaan-perusahaan Jepang lainnya. Para eksekutif Toyota menyatakan bahwa sistem produksi Toyota terinspirasi oleh apa yang mereka pelajari selama kunjungan ke Ford Motor Company pada tahun 1920-an dan dikembangkan oleh pemimpin Toyota seperti Taiichi Ohno dan konsultan Shigeo Shingo setelah Perang Dunia II. Sebagai pelopor perusahaan Amerika dan Eropa menganut metode lean manufacturing di akhir tahun 1980-an, mereka menemukan bahwa pemikiran lean manufacturing harus diterapkan pada setiap aspek perusahaan termasuk manajemen keuangan dan proses akuntansi. 
Ada dua tekanan utama untuk lean accounting. Yang pertama adalah penerapan metode bersandar perusahaan akuntansi, kontrol, dan proses pengukuran. Hal ini tidak berbeda dengan metode untuk menerapkan lean proses lain. Tujuannya adalah untuk menghilangkan pemborosan, membebaskan kapasitas, mempercepat proses, mengurangi kesalahan dan cacat, dan membuat proses yang jelas dan dapat dimengerti. Yang kedua (dan lebih penting) tekanan lean accounting adalah untuk secara mendasar mengubah akuntansi, kontrol, dan proses pengukuran sehingga mereka bersandar pada memotivasi perubahan dan perbaikan, menyediakan informasi yang cocok untuk pengendalian dan pengambilan keputusan, memberikan pemahaman tentang nilai pelanggan, benar menilai dampak keuangan ramping perbaikan, sederhana, visual, dan rendah limbah. Lean accounting tidak memerlukan metode akuntansi manajemen tradisional seperti penetapan biaya standar, biaya berdasarkan aktivitas, varians pelaporan, biaya-biaya, sistem kontrol transaksi yang kompleks, dan membingungkan laporan keuangan. 
Lean accounting berbeda karena lima prinsip pemikiran berikut ini: 
1. Menspesifikasikan nilai tiap produk secara tepat. 
2. Mengidentifikasi “arus nilai” untuk tiap produk. 
3. Menciptakan arus nilai tanpa gangguan. 
4. Memungkinkan pelanggan menciptakan nilai dari produsen. 
5. Mengejar kesempurnaan

Siklus hidup produk (product life cycle) merupakan waktu keberadaan produk dari konsep hingga menjadi produk. Biaya siklus hidup adalah semua biaya yang berhubungan dengan produk selama umur hidupnya. Jadi menejemen biaya siklus hidup produk (life-cycle cost menjement) berpusat pada pengolahan aktivitas rantai nilai sehingga menciptakan keunggulan kompetitif jangka panjang. Untuk pengurangan harga, manajer perlu melakukan investasi lebih banyak dalam aktivitas sebelum produksi dan memberikan lebih banyak sumberdaya pada aktivitas ditahap awal siklus hidup produk sehingga semua biaya keseluruhan atau hidup dapat diturunkan. Biaya keseluruhan atau hidup produk dilihat dari sudut pandang keseluruhan atau hidup, biaya produk terdiri atas empat unsur utama: 
1. biaya yang tidak berulang, 
2. biaya manufaktur, 
3. biaya logistik, dan 
4. biaya purnajual pelanggan. 

Kalkulasi biaya keseluruhan hidup juga meningkatkan kemampuan untuk membuat keputusan penetapan harga yang lebih baik dan memperbaiki penilaian profitabilitas produk. Manajemen biaya siklus atau hidup menekankan pada penurunan biaya, bukan pengendalian biaya. Jadi, kalkulasi biaya target menjadi alat yang sangat berguna untuk menentukan tujuan penurunan biaya. Biaya target (target cost) merupakan perbedaan antara harga jual yang dibutuhkan untuk mendapatkan mangsa pasar yang ditentukan dengan laba per unit yang diinginkan. Bila biaya target lebih kecil dari pada yang dicapai sekarang, maka menejemen menganggarkan penurunan biaya untuk mendekatkan biaya aktual terhadap biaya target. 
Dalam biaya siklus-hidup adalah penting bagi semua perusahaan manufaktur, namun hal ini lebih penting bagi perusahaan yang memiliki produk dengan siklus hidup pendek. Perusahaan yang memiliki produk dengan siklus hidup pendek biasanya tidak memiliki waktu untuk bereaksi seperti tersebut di atas sehingga pendekatan mereka harus lebih proaktif. Jadi, untuk siklus hidup yang pendek, perencanaan siklus-hidup yang baik adalah penting dan harga harus ditetapkan sesuai dengan biaya siklus-hidup serta dapat memberikan pengembalian yang cukup.
Balanced scorecard adalah system manajemen yang mendefinisikan system akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan strategi. Balanced scorecard menerjemahkan misi dan strategi organisasi dalam tujuan operasional dan ukuran kinerja dalam empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (infrastruktur). 
1. Perspektif Keuangan ; Menjelaskan konsekuensi ekonomi tindakan yang diambil dalam tiga perspektif lain. 
2. Perspektif Pelanggan ; Mendefinisikan segmen pasar dan pelanggan dimana unit bisnis akan bersaing. 
3. Perspektif Bisnis Internal ; Menjelaskan proses internal yang diperlikan untuk memberikannilai kepada pelanggan dan pemilik. 
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Infrastruktur) ; Mendefinisikan kemampuan yang diperlukan organisasi untuk memperoleh pertumbuhan jangka panjang dan perbaikan.  Perspektif terakhir mengacu pada tiga faktor utama yang memungkinkannya, yaitu kemampuan pegawai, kemampuan system informasi, dan perilaku pegawai (motivasi, pemberdayaan, dan penyejajaran).


F.     POKOK PIKIRAN KAORU ISHIKAWA
Kaoru Ishikawsa seorang ilmuwan yang dilahirkan di Tokyo, Jepang merupakan anak tertua dari delapan bersaudara Ichiro Ishikawa. Pada Tahun 1939 beliau meraih gelar sebagai sarjana  teknik bidang kimia terapan dari Universitas Tokyo. Pekerjaan pertamanya adalah sebagai teknisi kapal (1939-1941) kemudian pindah bekerja di Perusahaan Bahan Bakar Cair Nissan (Nissan Liquid Fuel Company) sampai tahun 1947.
Pada tahun 1960, Ishikawa menjadi professor tetap pada Fakultas Teknik, Universitas Tokyo. Profesor yang juga merupakan salah seorang murid dari Edward Deming ini aktif dalam pergerakan mutu di Jepang dan merupakan anggota dari Union of Japanese Scientist and Engineers (JUSE).
Setelah Perang Dunia II, Jepang terlihat mengubah sektor industrinya, tetapi pada saat itu Amerika Utara masih memandang Jepang sebagai produsen mainan murah dan kamera dengan kualitas rendah. Merupakan keahliannya dalam mengerahkan banyak orang ke arah tujuan yang lebih spesifik dengan tanggung jawab yang semakin besar untuk peningkatan kualitas di Jepang. Ishikawa menterjemahkan, menggabungkan serta memperluas konsep manajemen Deming dan Juran ke dalam Japanese system.
Pada saat itulah Ishikawa memperkenalkan konsep Quality Circles (Lingkaran Kualitas). Konsep ini dikembangkan sebagai percobaan untuk menemukan pengaruh kepemimpinan manajer perusahaan terhadap kualitas produksi. Meskipun banyak perusahaan diundang untuk berpartisipasi, hanya satu perusahaan—Nippon Telephone and Telegraph—yang menerimanya.
Di antara usahanya untuk meningkatkan kualitas adalah menyelenggarakan Konferensi Tahunan Peningkatan Mutu bagi Top Manajemen (1963) dan menulis beberapa buku tentang Quality Control. Dia adalah seorang ketua dewan redaksi majalah bulanan Statistical Quality Control.
Ishikawa juga terlibat dalam kegiatan standardisasi internasional.
Atas jasa-jasanya itu dan konsistensinya dalam peningkatan mutu, Ishikawa mendapatkan sejumlah penghargaan yaitu, Deming Prize, the Nihon Keizai Press Prize, the Industrial Standardization Prize untuk karya tulisnya mengenai quality control, dan the Grant Award yang diperoleh dari American Society for Quality Control untuk program pendidikan mengenai quality control.
Ishikawa meninggal dunia pada tahun 1989. Sebagai penghargaan, di tahun kematiannya itu Juran mengatakan: “Banyak hal yang harus dipelajari dengan mempelajari bagaimana Dr. Ishikawa berhasil kesuksesan dalam kehidupan pribadinya. Dia mendedikasikan dirinya untuk melayani masyarakat bukan sebaliknya, melayani dirinya sendiri”.
SISTEM KENDALI MUTU
Kaoru Ishikawa, seorang pakar kendali mutu terkemuka di dunia yang berasal dari Jepang mendefinisikan kendali mutu sebagai berikut , “Melaksanakan kendali mutu adalah mengembangkan, merancang, memproduksi dan memberikan jasa produk bermutu yang paling ekonomis, paling berguna, dan selalu memuaskan bagi konsumen”. Berdasarkan definisi ini kendali mutu selalu berorientasi kepada kepuasan pelanggan dan dalam hal pendidikan berarti pelayanan yang dapat memuaskan para peserta didik. Ishikawa  percaya  bahwa  inisiatif  untuk  mencapai peningkatan kualitas yang berkesinambungan haruslah berasal dari organisasi secara keseluruhan.
Buku Ishikawa yang berjudul Guide to Quality Control (1982) dianggap klasik karena menjelaskan secara mendalam mengenai quality tools serta ilmu statistik yang terkait. Beberapa tool yang diperkenalkannya adalah user friendly control, Fishbone cause and effect diagram, emphasised the ‘internal customer’. Ishikawa juga yang pertama memperkenalkan 7 (seven) quality tools: control chart, run chart, histogram, scatter diagram, pareto chart, and flowchart yang sering juga disebut dengan “7 alat pengendali mutu/kualitas” (quality control seven tools).
Tool Ishikawa  yang  menjadi  sangat  populer  serta digunakan di seluruh dunia adalah diagram sebab akibat (Ishikawa Cause and Effect Diagram). Sering kali disebut sebagai fishbone diagram dikarenakan bentuknya yang menyerupai tulang ikan. Dalam penerapannya diagram ini digunakan untuk melakukan identifikasi terhadap faktor yang menjadi penyebab masalah. Fishbone diagram tergolong praktis dan memandu setiap tim untuk terus berpikir menemukan penyebab utama suatu permasalahan.
Description: Description: Fishbone Picture 1
Penggunaannya dapat dilihat pada gambar di atas. Misalnya, ada masalah utama berupa peningkatan produksi (bagian kepala). Kemudian ada beberapa faktor masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai tulang besar, yaitu manajemen, material/bahan baku, sumber daya manusia (manpower), mesin dan metode. Selanjutnya, berdasarkan faktor masalah pada tulang besar itu dicari penyebab-penyebab (tulang kecil) yang mempengaruhi peningkatan produksi (kepala) dari masing-masing sisi (tulang besar). Secara ringkas, hasilnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Description: Description: Fishbone Picture 2
Dengan menerapkan diagram Fishbone ini dapat menolong kita untuk dapat menemukan akar “penyebab” terjadinya masalah, khususnya di industri manufaktur  atau organisasi pendidikan dimana prosesnya terkenal dengan banyaknya ragam variabel yang berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan. Apabila “masalah” dan “penyebab” sudah diketahui secara pasti, maka tindakan dan langkah perbaikan akan lebih mudah dilakukan. Dengan diagram ini, semuanya menjadi lebih jelas dan memungkinkan kita untuk dapat melihat semua kemungkinan “penyebab” dan mencari “akar” permasalahan sebenarnya. Melalui diagram ini Ishikawa mengajarkan kita untuk melihat “ke dalam” dengan bertanya tentang permasalahan yang sedang terjadi dan menemukan solusinya dari dalam juga.
Penyelesaian masalah melalui fishbone dapat dilakukan secara individu top manajemen maupun dengan kerja tim. Seperti dengan cara mengumpulkan beberapa orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian memadai menyangkut problem yang terjadi. Semua anggota tim memberikan pandangan dan pendapat dalam mengidentifikasi semua pertimbangan mengapa masalah tersebut terjadi. Kebersamaan sangat diperlukan di sini, juga kebebasan memberikan pendapat dan pandangan setiap individu. Ini tentu bisa dimaklumi, manusia mempunyai keterbatasan dan untuk mencapai hasil maksimal diperlukan kerjasama kelompok yang tangguh.
Solusi instan yang hanya mampu memandang sampai tingkat gejala, tidak akan efektif. Masalah mungkin akan teratasi sesaat, namun cepat atau lambat akan datang kembali. Kaoru Ishikawa yang juga penggagas konsep implementation of quality circles ini sangat percaya pentingnya dukungan dan kepemimpinan dari manajemen puncak (top management) dalam suatu organisasi/perusahaan didukung oleh kerjasama tim (teamwork) yang solid sangat berperan dalam pembuatan produk unggul dan berkualitas.
Dalam sebuah perusahaan alat ini juga bisa digunakan untuk mengidentifikasi dan mengeksploraso sebab-sebab masalah atau mencari factor-faktor yang bisa mengarahkan pada sebuah perbaikan.
Berikut diagram Ishikawa dalam perusahaan








 Ishikawa mengurai secara rinci prinsip plan-do-check-act W.Edward Deming, sang kreator P-D-C-A menjadi;
1.      Plan-P
 Tentukan gol dan target
Tentukan cara/metode mencapai gol
2.      Do-D
Terlibat dalam pendidikan dan pelatihan
Implementasi pekerjaan
3. Check-C
 Cek akibat dari implementasi
4. Act-A
 Mengambil tindakan yang sesuai

G.    POKOK PIKIRAN GENICHI TAGUCHI
Dr Genichi Taguchi dikenal dengan ‘Metode Taguchi” yang pada tahun 1949 melahirkan metode baru dalam bidang teknik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas produk dan proses serta dapat menekan biaya dan resources seminimal mungkin. Sasaran metode Taguchi adalah menjadikan produk robust terhadap noise, karena itu sering disebut sebagai Robust Design. Taguchi Methods adalah sebuah metode statistic yang dikembangkan oleh Genichi Taguchi untuk meningkatkan kualitas dari hasil produk manufaktur, engineering, biotechnology, marketing, dan advertising.  
Defenisi kualitas menurut Taguhchi adalah kerugian yang diterima oleh masyarakat sejak produk tersebut dikirimkan. Filosofi Taguchi terhadap kualitas dari tiga buah konsep yaitu;
1.      Kualitas harus didesain ke dalam produk dan bukan sekadar memeriksanya
2.      Kualitas terbaik dicapai dengan meminumkan deviasi dari target
3.      Produk harus didesain sehingga robust terhadap factor lingkungan yang tidak dapat dikontrol.
4.      Biaya kualitas harus diukur sebagai fungsi deviasi dari standar tertentu dan kerugian harus diukur pada seluruh sistem.
Taguchi Methods melibatkan reduksi variasi dari proses melalui desain robust dari eksperiment. Tujuan utama dari metode ini adalah memproduksi produk yang high quality dengan cost yang sangat rendah. Taguchi mengembangkan sebuah metode untuk mendesain eksperimen agar dapat menginvestigasi seberapa besar pengaruh dari parameter yang berbeda terhada mean (rata-rata) dan varians dari karakteristik performance proses yang menentukan seberapa baik proses tersebut berfungsi. Desain eksperimental yang diperkenalkan oleh Taguchi ini melibatkan orthogonal arrays untuk mengornanisasi parameter-parameter yang memberikan efek pada proses dan tingkatan yang perlu diberi variasii.
Taguchi Methods tidak menguji semua kombinasi yang memungkinkan tetapi cukup menguji beberapa kombinasi saja. Pengujian ini akan menghasilkan kumpulan dari data yang penting dapat menentukan factor apa saja paling memberikan efek kepada kualitas produk dengan ekperimentasi yang minimum sehingga dapat menghemat waktu dan uang.
Langkah umum dalam Taguchi Methods adalah sebagai berikut;
1.      Menentukan tujuan dan proses atau lebih khususnya lagi target value untuk pengukuran performance dari suatu proses.
2.      Menentukan parameter desain yang memberikan efekt terhadap proses
3.      Membuat orthogonal arrays untuk mendesain parameter yang mengindikasikan jumlah dan kondisi dari masing-masing eksperiment
4.      Menghubungkan eksperiment yang diindikasi pada array yang sudah selesai untuk mengumpulkan dana pada efek dari pengukuran performansi.
5.      Melengkapi data analysis untuk menentukan efek dari berbagai parameter berbeda dari pengukuran perfomansi.
Taguchi Methods paling baik digunakan ketika ada intermediate number of variable (3 sampai 50) interaksi yang kecil antar variable yang memberikan kontribusi signifikan.
Dari penjelasan tersebut di atas diuraikan dari berapa pakar kualitas. Ada sejumlah kesamaan yang dikemukaan pakar tersebut yakni
1.      Inspeksi bukanlah jawaban atau kunci untuk melakukan perbaikan kualitas
2.      Keterlibatan dan kepemimpinan manajemen puncak sangat penting dan esensial dalam menciptakan komitmen dan budaya kualitas.
3.      Program kualitas membutuhkan usaha dari seluruh bagian/pihak dalam organisasi dan merupakan komitmen jangka panjang. Untuk itu, dibutuhkan pula pendidikan dan pelatihan.
4.      Kualitas merupakan factor primer, sementara scheduling merupakan factor sekunder.
5.      Kualitas harus desain sehingga lebih rapi.
Perbandingan
Perbandingan Pandangan Akan Kualitas
No.

Deming
Juran
Crosby
Shigeo Shingo
Kaoru Ishikawa
Genichi Taguchi
1.
Defenisi Kualitas
Suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragamanan dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar
Kemampuan untuk digunakan (fitness for use)
Sesuai dengan persyaratan
Penerapan metode berstandar perusahaan akuntansi, control, dan proses pengukuran
Mengembangkan, merancang, memproduksi, memberi jasa produk yang bermutu yang paling ekonomi, paling berguna, dan selalu memuaskan konsumen.
Kerugian yang diterima masyarkat sejak produk tersebut dikirim.
2.
Tingkat Tanggungjawab Manajemen Senior
Bertanggungjawab 94 persen atas masalah kualitas.
Kurang dari 20 persen masalah kualitas karena pekerja
Bertanggungjawab untukkualitas
Manajer melakukan investasi lebih banyak
Manajer sangat berpengaruh terhadap kualitas produksi.
Lebih berperan aktif
3.
Standar prestasi/motivasi
Kualitas memiliki banyak skala, sehingga perlu digunakan statistic untuk mengukur prestasi pada semua bidang, kerusakan nol sangat penting
Menghindari kampanye untuk melakukan pekerjaan yang sempurna
Kerusakan nol (zero defects)
Biaya manajemen siklus hidup produk
Inisiatif untuk pencapaian kualitas harus berkesinambungan dan berasal dari organisasi secara keseluruhan.
Kualitas harus didesain bukan sekadar memeriksa
4.
Pendekatan umum
Mengurangi keanekaragaman dengan perbaikan berkesinambungan dan menghentikan inspeksi massa
Pendekatan manajemen umum terhadap kualias, khususnya unsure manusia
Pencegahan, bukanlah inspeksi
Siklus hidup produk merupakan waktu keberadaan produk dari konsep hingga menjadi produk
Kepuasan pelanggan dan pelayanan yang memuaskan.
Kepuasaan pelanggan dimulai dari pengiriman
5.
Struktur
14 Butir untuk manajemen
10 langkah perbaikan kualitas
14 langkah perbaikan kualitas
5 Prinsip Lean Accounting
Diagram Fish Born
Tiga Konsep terhadap Kualitas
6,
Pengendalian Proses statistic (statistical process control)
Metode statistic untuk pengendalian kualitas harus digunakan
Merekomendasi SPC akan teteapi memperingatkan bahwa SPC dapat mengakibatkan Total Driven Approach
Menolak tingkat kualitas yang dapat diterima secara statistic
-
Menyelesaikan masalah sampai ke akar-akarnya.
-
7.
Basis perbaikan
Secara terus menerus mengurangi penyimpangan, menghilangkan tujuan tanpa metode
Pendekatan kelompok proyek-proyek menetapkan tujuan
Suatu proses bukanlah suatu program, tujuan perbaikan.
Kalkulasi biaya keseluruhan hidup juga meningkatkan kemampuan untuk membuat keputusan.
Pendekatan secara mendalam
Sejak awal pengiriman
8.
Kerjasama tim
Partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan dan memecahkan kendala antar departemen
Pendekatan tim dan gugus kendali mutu
Kelompok perbaikan kualitas dan dewan kualitas
-
Kerjasama tim sangat penting baik di tingkat individu maupaun top manajemen
-
9.
Biaya Kualitas
Tidak ada optimum perbaikan terus menerus
Quality is not free, trerdapat suatu optimum
Cost of nonconformance quality is free.
-
-
Menekan biaya dan resources seminimal mungkin.
10.
Pembelian dan barang yang diterima
Inspeksi terlalu terlambat, menggunakan tingkat kualitas yang dapat diterima
Masalah pembelian merupakan hal yang rumit sehingga diperlukan survai formal
Nyataman persyatan; pemasok adalah perluasan

Lebih nyaman
Lebih terpantau karena sejak awal dikirim
11.
Penilaian pemasok
Tidak, kritikal dari kebanyakan system
Ya, akan tetapi membantu pemasuk memperbaiki
-

-
-
12.
Hanya satu sourcing of supply
Ya
Tidak, dpat diabaikan untuk meningkatkan daya saing.
-

-
-
Sumber: Oakland, JS (1989), Total Quality Management, London: Heinemann Professional Publhising Ltd, pp.291-292 dan modifikasi penulis.

Pembahasan
Dari pandangan tokoh-tokoh kualitas di atas pokok pikiran mereka semuanya bisa dijadikan acuan untuk peningkatan pendidikan. Salah satunya yang disampaikan Deming. Dalam kegagalan mutu pendidikan Deming membagi dalam dua bentuk ‘umum’ dan ‘khusus’. Sebab-sebab umum  adalah sebab-sebab yang diakibatkan kegagalan sistem. Masalah sistem ini merupakan masalah internal proses. Masalah-masalah tersebut hanya bisa diatasi jika sistem, proses dan prosedur diubah. Sementara sebab-sebab lain yang disebut sebab khusus melahirkan varian-varian yang non acak di dalam sistem dan merupakan sebab-sebab eksternal.
Dari pokok pikiran Deming, sebab-sebab rendahnya mutu pendidikan bisa disebabkan oleh beberapa sumber yang mencakup desain kurikulum yang lemah, bangunan yang tidak memenuhi syarat, lingkungan kerja yang buruk, sistem dan prosedur yang tidak sesuai, jadwal kerja yang serampangan, sumber daya yang kurang, dan pengembangan staf yang tidak memadai.
            Jika kesalahan dan kegagaln tersebut diidentifiksasi sebagai akibat dari masalah sistem, kebijakan atau sumberdaya manusia, maka hal tersebut adalah kegagalan “sebab umum”. Implikasi manajemn tersebut adalah sebab-sebab tersebut harus dihilangkan dan sistem serta prosedurnya harus disusun, ditetapkan kembali. Hal ini mungkin memerlukan perubahan kebijakan atau pelatihan-pelatihan baru. Hal terpenting yang harus dicatat di inilah adalah, hanya pihak manajemen yang memiliki wewenang untuk membenahi masalah tersebut. Hanya manajemen yang memiliki wewenang untuk menetapkan kebijakan atau mendesain ualng sebuah sistem. Misalnya, jika di UMSU, pihak rektorat melalui Wakil Rektor I yang memiliki wewenang untuk memperbaki masalah yang muncul seperti akibat desain kurikulum yang lemah, atau masalah sumber daya yang kurang memadai. Tapi untuk menentukan akar dan penyebab suatu masalah bisa dilakukan dengan mencoba diagram fishbone.
            Pada bagian ini sangat penting. Ishikawa telah menciptakan ide cemerlang yang dapat membantu dan memampukan setiap orang atau organisasi/perusahaan menyelesaikan masalah dengan tuntas sampai ke akarnya. Kumpulkanlah beberapa orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian memadai menyangkut problem yang terjadi. Semua anggota tim memberikan pandangan dan pendapat dalam mengidentifikasi semua pertimbangan mengapa masalah tersebut terjadi. Kebersamaan sangat diperlukan di sini, juga kebebasan memberikan pendapat dan pandangan setiap individu.
Dengan menerapkan diagram Fishbone ini dapat menolong kita untuk dapat menemukan akar “penyebab” terjadinya masalah khususnya di industri manufaktur dimana prosesnya terkenal dengan banyaknya ragam variabel yang berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan. Apabila “masalah” dan “penyebab” sudah diketahui secara pasti, maka tindakan dan langkah perbaikan akan lebih mudah dilakukan. Dengan diagram ini, semuanya menjadi lebih jelas dan memungkinkan kita untuk dapat melihat semua kemungkinan “penyebab” dan mencari “akar” permasalahan sebenarnya. Ishikawa mengajarkan kita untuk melihat “ke dalam” dengan bertanya “mengapa?……mengapa?…dan mengapa?”. Hanya dengan bertanya “mengapa” beberapa kali kita mampu menemukan akar permasalahan yang sesungguhnya. Penyebab sesungguhnya, bukan gejala.
Jika sebuah masalah disebabkan oleh sebab-sebab khusus maka masalah tersebut bisa diatasi dengan tanpa mengganti kebijakan atau mendesain kembali sistem. Merubah sistem merupakan hal yang tidak tepat dan bisa mengakibatkan terjadinya kegagalan yang lebih fatal.
Sumber kegagalan membutuhkan identifikasi dan penyelesaian. Maka menggunakan diagram fishbone merupakan langkah yang tepat sehingga kegagalan bisa diselesaikan hingga ke akar-akarnya.




PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Setelah kita mempelajari pokok-pokok pikiran dari kelima tokoh kualitas tersebut kita dapat mengetahui kesamaan pikiran dari lima pakar kualitas dan mengetahui perbandingan akan kualitas.
Misalnya dari defenisi kualitas, Deming mengatakan suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keberagaman dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar. Sedangkan Juran menyatakan, kemampuan untuk digunakan (fitness for use), sementara Crosby menegaskan, kualitas harus sesuai dengan persyaratan.
Sedangkan Shigeo Shingo menyatakan kualitas bersandar perusahaan akuntansi, kontrol, dan proses pengukuran. Kaoru Ishikawa lebih kepada mendefinisikan kendali mutu sebagai berikut , “Melaksanakan kendali mutu adalah mengembangkan, merancang, memproduksi dan memberikan jasa produk bermutu yang paling ekonomis, paling berguna, dan selalu memuaskan bagi konsumen”. Berdasarkan definisi ini kendali mutu selalu berorientasi kepada kepuasan pelanggan dan dalam hal pendidikan berarti pelayanan yang dapat memuaskan para peserta didik. Ishikawa  percaya  bahwa  inisiatif  untuk  mencapai peningkatan kualitas yang berkesinambungan haruslah berasal dari organisasi secara keseluruhan. Sementara Defenisi kualitas menurut Taguhchi adalah kerugian yang diterima oleh masyarakat sejak produk tersebut dikirimkan
Selain itu, banyak lagi perbandingan pandangan yang akan kualitas yang bisa kita ambil dari memahami pokok-pokok pemikiran para pakar kualitas tersebut seperti masalah struktur. Deming menganut 14 butir untuk manajemen, Juran 10 langkah perbaikan kualitas, Crosby 14 langkah perbaikan kualitas. Shigeo Shingo 4 perspektif pengukuran kerja, Kaoru Ishikawa 7 alat pengendalian mutu. Dan Genichi Taguchi tiga konsep kualitas.


B.     IMPLIKASI
Dalam penerapan pokok-pokok pikiran para pakar kualitas tersebut dapat diimplementaasikan dalam pekerjaan sehari-hari seperti di UMSU yakni; pandangan tokoh-tokoh kualitas harus jadi acuan untuk peningkatan mutu pendidikan. Seperti yang disampaikan Deming yang membagi kegagalan mutu pendidikan dua bentuk ‘umum’ dan ‘khusus’.
            Jika kesalahan dan kegagalan tersebut diidentifiksasi sebagai akibat dari masalah sistem, kebijakan atau sumberdaya manusia, maka hal tersebut adalah kegagalan “sebab umum”. Implikasi manajemn tersebut adalah sebab-sebab tersebut harus dihilangkan dan sistem serta prosedurnya harus disusun, ditetapkan kembali. Hal ini mungkin memerlukan perubahan kebijakan atau pelatihan-pelatihan baru. Hal terpenting yang harus dicatat di inilah adalah, hanya pihak manajemen yang memiliki wewenang untuk membenahi masalah tersebut. Misalnya, jika di UMSU, pihak rektorat melalui Wakil Rektor I yang memiliki wewenang untuk memperbaki masalah yang muncul seperti akibat desain kurikulum yang lemah, atau masalah sumber daya yang kurang memadai. Tapi untuk menentukan akar dan penyebab suatu masalah bisa dilakukan dengan mencoba diagram fishbone.
            Pada bagian ini sangat penting. Ishikawa telah menciptakan ide cemerlang yang dapat membantu dan memampukan setiap orang atau organisasi/perusahaan menyelesaikan masalah dengan tuntas sampai ke akarnya. Untuk itu, Wakil Rektor UMSU harus mengumpulkan \beberapa orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian memadai menyangkut problem yang terjadi sehingga dengan menerapkan diagram Fishbone ini dapat menolong kita untuk dapat menemukan akar “penyebab” terjadinya masalah. Apabila “masalah” dan “penyebab” sudah diketahui secara pasti, maka tindakan dan langkah perbaikan akan lebih mudah dilakukan.
Ishikawa mengajarkan kita untuk melihat “ke dalam” dengan bertanya “mengapa?……mengapa?…dan mengapa?”. Hanya dengan bertanya “mengapa” beberapa kali kita mampu menemukan akar permasalahan yang sesungguhnya. Penyebab sesungguhnya, bukan gejala.
Makanya, Jika dalam implikasi diketahui kegagalan mutu disebabkan oleh sebab-sebab khusus atau sebab umum. Maka tidak ada gunanya memberikan pelatihan motivasi bagi karyawan, jika memamang masalah yang dihadapi tidak bisa diselesaikan oleh sekedar motivasi.         Kita terlalu sering menumpahkan kesalahan dan masalah yang dilimpahkan sebagai kesalahan individu, di saat penyebab kesalahan tersebut adalah kebijakan dan sistem. Masalah ditimbulkan oleh sistem hanya bisa diatasi dengan mendain ulang sebuah sistem tersebut.

            C.SARAN
            Dengan memahami pokok-pokok pikiran dari lima pakar kualitas tersebut di atas. Penulis dapat menyarankan;
1.      Para manajer yang mengetahui pokok pikiran dari pakar kualitas tersebut sudah bisa mengambil langkah-langkah kebijakan seperti misalnya mengetahui kesalahan tersebut akibat kesalahan kebijakan dan sistem. Maka langkah yang dilakukan adalah mendesain ulang sistem tersebut. Tapi, jika kesalahan khusus masalah pendidikan muncul dari sejumlah kecil individu yang kurang memiliki motivasi atau keterampilan maka manajer bisa melakukan kegiatan untuk menemukan solusi dengan menggelar pelatihan-pelatihan.
2.      Para pengambil kebijakan dan manajer sudah saatnya mengambil langkah-langkah kerja dengan berpedoman pada pokok pikiran para pakar kualitas sesuai dengan kebutuhan masing-masing.


DAFTAR PUSTAKA
Edward Sallis, (2012), Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, IRCiSoD.
Fanny dan Aastasia, (2003), Total Quality Management, Andi, Yogyakarta.
Fattah, Nanang.1999. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
http://wikipedia.com
Ishikawa, Kaoru. 1992. Pengendalian Mutu Terpadu. Diterjemahkan oleh Budi Santoso. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Quality Management Center Newsletter. Edisi 16/V/Februari/2009. Jakarta: Universitas Bina Nusantara.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar