BAB I
A.
LATAR BELAKANG
Mutu adalah kemampuan (ability) yang dimiliki oleh suatu
produk atau jasa (services) yang dapat memenuhi kebutuhyan atua harapan
kepuasaan (satisfaction) pelanggan (customers) yang dalam pendidikan dikelompok
menjadi dua yakni internal customer dan eksternal customer.
Internal customer yakni siswa atau mahasiswa sebagai pembelajaran (leaners)
dan eksternal customer yakni masyarakat dan dunia industri. Mutu tidak dapat
berdiri sendiri, artinya banyak faktor untuk mencapainya dan untuk memelihara
mutu. Dalam kaitan ini peran dan fungsi sistem penjaminan mutu (Quality
Assurance System) sangat dibutuhkan.
Penjaminan mutu (Qualitiy Assurance) adalah istilah
umum yang digunakan sebagai kata lain untuk semua bentuk kegiatan monitoring,
evaluasi atau kajian (review) mutu. Kegiatan penjaminan mutu tertuju pada
proses untuk membangun kepercayaan dengan cara pemenuhan persyaratan atau
standar minimal pada komponen input, komponen proses, dan hasil atau outcome
sesuai dengan yang diharapkan oleh stakeholder (UNESCO 2006),
Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan
meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Walau demikian ada
sebagian orang yang menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh dengan
teka teki. Mutu dianggap sebagai suatu hal yang membingungkan dan sulit untuk
diukur.
Di Indonesia mutu awalnya hanya dipakai untuk dunia industri
yakni terkait produk yang dihasilkan apakah sesuai dengan selera pasar dan
keinginan stakeholder. Sedangkan di dalam dunia pendidikan penggunaan mutu di
Indonesia baru digunakan dan diatur dalam Peraturan Pemerintah No 19/2005,
pasal 91 yakni 1. Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan non formal
wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. 2. Penjaminan mutu pendidikan dimaksud
pada ayat 1 bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional
Pendidikan, 3. Penjaminan mutu pendidikan dilakukan secara bertahap, sistematis
dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan
kerangka waktu yang jelas.
Selanjutnya pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program atau satuan pendidikan. Perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan merupakan komitmen pemerintah Indonesia yang diterapkan melalui berbagai kebijakan.
Selanjutnya pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program atau satuan pendidikan. Perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan merupakan komitmen pemerintah Indonesia yang diterapkan melalui berbagai kebijakan.
Kenyataan memang tidak semua unsur pendidikan di Indonesia
memperhatikan mutu. Ini bisa dilihat belum terpenuhinya standar Nasional
Pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan secara objektif,
adil, transparan dan menggunakan instrumen kreteria yang mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan.
Dunia pendidikan di Indonesia belum mencakup dan menjalankan
standar nasional pendidikan yakni standar kompetensi lulusan, standar isi,
standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan
prasarana, standar pembiayaan pendidikan dan standar penilaian.
Dilandasi dari kenyataan empirik di atas ternyata perlu
dilakukan kajian teoritis terkait mutu sehingga persoalan pemenuhan mutu
pendidikan di Indonesia bisa lebih dipahami secara mendalam.
B.
RUMUSAN MASALAH
Bertitik tolak dari latarbelakang sebagaimana yang telah
dikemukakan sebelumnya, masalah utama yang akan dibahas penulis dirumuskan
dalam pertanyaan. Sejauhmanakah pokok-pokok pikiran Deming, Juran, Crosby,
Shigeo Shingo, Kaoru Ishikawa dan Genichi Taguchi sudah diterapkan dalam
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Dari
fokus masalah tersebut selanjutnya dirumuskan pertanyaan sebagai berikut.
1.
Sejauhmanakah pendidikan di
Indonesia menerapkan pokok pikiran Deming, Juran, Crosby, Shigeo Shingo, Kaoru
Ishikawa dan Genichi Taguchi dalam peningkatan mutu pendidikan.
2.
Sejauhmanakan upaya dilakukan
pemerintah Indonesia dalam mengembangkan mutu pendidikan?
3.
Alternatif pokok pikiran yang bisa
dilaksanakan dalam penjaminan mutu pendidikan khususnya Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara.
C.
TUJUAN PEMBAHASAN
Secara umum pembahasan bertujuan untuk mengetahui proses dan
dampak implementasi pokok pikiran Deming, Juran, Crosby, Shigeo Shingo, Kaoru
Ishikawa dan Genichi Taguchi terkait mutu pendidikan. Secara khusus bertujuan
untuk menemukan;
1.
Pokok pikiran yang tepat dan cocok
untuk pengembangakan sumberdaya manusia.
2.
Upaya menemukan pengembangan mutu
pendidikan di Indonesia.
3.
Prinsip mutu pendidikan yang sesuai
dan memiliki kekhasan dengan pendidikan khususnya di Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara.
D.
MANFAAT PEMBAHASAN
Hasil pembahasan ini diharapkan bernilai guna untuk
keperluan teoriktik maupun secara aplikatif.
1.
Secara teoritik, untuk pengembangan
ilmu pengetahuan, khususnya mengenai pokok pikiran para ahli mutu pendidikan
seperti Deming, Juran, Crosby, Shigeo Shingo, Kaoru Ishikawa dan Genichi
Taguchi.
2.
Secara aplikatif berguna untuk
pengembangan kebijakan dalam bidang peningkatan mutu perguruan tinggi khususnya
implementasi dalam peningkatan mutu pendidikan di UMSU dari tingkat
universitas, fakultas dan program studi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
KONSEP DASAR PENJAMINAN MUTU
Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan
meningkatan mutu merupakan tugas yang paling penting. Mutu adalah sebuah hal
yang berhubungan dengan gairah dan harga diri (Tom Peters dan Nancy Austin, A
Passion For Excellence, 1985).
Selanjutnya, mutu ialah conformace to requirment,
yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki
mutu apabila sesuai dengan standar atau kreteria mutu yang telah ditentukan,
meliputi bahan baku, proses produksi dan produk jadi (Crosby, 1979:59).
Lebih lanjut, mutu ialah kesusaian dengan kebutuhan pasar
atau konsumen (Deming, 1982:176). Perusahaan yang bermutu adalah yang menguasai
pangsa pasar karena hasil produknya sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga
menimbulkan kepuasan bagi konsumen.
Sementara Feigenbaunm, 1986:7 menyatakan mutu ialah kepuasan
pelanggan sepenuhnya (full costomer satisfaction). Suatu produk dianggap
bermutu apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada pelanggang, yaitu
sesuai dengan harapan konsumen atas produk yang dihasilkan perusahaan.
Lebih lanjutnya, Garvi dan Davis (1994) mengungkapkan mutu
ialah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk tenaga kerja, proses dan
tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Dengan
perubahan mutu produk tersebut diperlukan peningkatan atau perubahan
keterampilan tenaga kerja, proses produksi, dan tugas, serta perubahan
lingkungan perusahaan agar produk dapat memenuhi dan melebihi harapan konsumen.
Menurut Juran (1983), mutu produk ialah kecocokan
pengguanaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasaan
pelanggan. Kecocokan penggunaan produk tersebut didasarkan atas lima ciri
utama, 1) teknologi, yaitu kekuatan, 2) psikologis, yaitu citra rasa atau
status, 3), waktu yaitu kehandalan; 4). Kontraktual, yaitu jaminan;, dan 5),
etika yaitu sopan santun.
Untuk memenuhi standar kualitas perguruan tinggi, maka
konsep Total Quality Manajemen (TQM) dapat memberi kontribusi yang besar dalam
strategi pengelolaan perguruan tinggi. Dari perspektif TQM, mutu adalah suatu
filosofi peningkatan pengelolaan berlanjutan tang dapat dijadikan alat praktis
oleh PT dalam memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan sekarang dan
masa yang akadan dating. Sallis (1993) menegaskan, bahwa TQM bukan alat
inspeksi, tetapi sebuah upaya mengerjakan segala sesuatu dengan benar sejak
awal dan setiap waktu memfokuskan pada spesifikasi yang dimaksudkan oleh
penangganan atau klien.
B.
POKOK PIKIRAN DEMING
Gagasan tentang jaminan mutu dan mutu terpadu terlambat
sampai di Barat, meskipun pada mulanya dikembangkan pada tahun 1930-an dan
1940-an oleh W Edwards Deming. Ia adalah seorang ahli statistic Amerika yang
memiliki gelar PhD dalam bidang Fisika. Pengaruhnya, sebagai teoritikus
manajemen bermula di Barat, namun justru Jepang bermanfaatkan keahliannya sejak
1950.
Deming mulai memformulasikan idenya pada tahun 1930-an
ketika melakukan penelitian tentang metode-metode menghilang varibilitas dan
pemborosan dari proses industry.
Dia memulai kerjanya di Western Electric, milik tokoh
gelendaris Hawthorne, di Chicago. Western Electric juga adalah tempat kerja
Josepth Juran, contributor utama lainnya terhadap revolusi mutu di Jepang yang
juga orang Amerika.
Pada saat itu, pabrik Howthorne mempekerjakan lebih dari
40.000 orang yang memproduksi perlengkapan telepon. Pabrik ini menjadi popular
saat Elton Mayo dan kolganya dari Universitas Harvard, di antara tahun
1927-1932, berhasil membuat serangkaian eksperiment terkenal tentang
sebab-sebab perubahan produktivitas. Pada saat itu, Mayo dan timnya menemukan
“Howthorne effect”, yang mengaku eksistensi dan pentingnya struktur-struktur
informal dalam organisasi-organisasi terhadap hasil produksi serta terhadap
produktivitas dan dampaknya terhadap praktek-praktek kerja.
Dari Western Electrik, Deming pindah kerja di Departemen
Pertanian Amerika, ketika bekerja di sana, dia diperkenalkan pada Walter
Shewhart, seorang ahli statistic dari Bell Laboratories di New Yor. Sebelumnya,
Shewhart telah mengembangkan beberapa teknik yang membawa proses-proses
industry menuju apa yang ia sebut dengan control statistic. Ini adalah
serangkaian teknik-teknik yang meminimalisasi unsur-unsur tak terduga dari
proses-proses industry, sehingga industry lebih bisa diprediksi dan lebih
terkontrol. Tujuan adalah untuk menghilangkan pemborosan biaya dan penundaan
waktu.
Kontribusi awal Deming adalah mengembangkan dan meningkatkan
metode-metode statistic Shewhart. Metode-metode statistic Shewhart dan Demin,
sekarang dikenal dengan Statistical Process Control (SPC) yang dikombinasi
dengan wawasan hubungan gerakan relasi manusia yang disosialisasikan dengan
Mayo dan koleganya.
Gerakan kualitas di Jepang maju pesat dengan perspektif
strategis. W Edwards Deming adalah orang yang pertama kali mengajarkan
pentingnya pendekatan yang tepat, sistematis, serta pendekatan dengan dasar
statistik untuk memecahkan masalah kualitas. Ia memisahkan antara penyebab
khusus (karena operator atau mesin) dan penyebab umum (yang merupakan
tanggungjawab manajemen).
Ia juga mendorong adopsi pendekatan sistematis dalam
memecahkan masalah yakni Siklus Deming yang terdiri dari atas plan, do,
check, action. Selain itu, ia juga mengenalkan metode modern dalam riset
pelanggan kepada para manajer Jepang.
Selain itu, banyak yang menanggap bahwa Deming adalah bapak
dari gerakan total quality management. Deming mencatat kesuksesan dalam
memimpin revolusi kualitas di Jepang yaitu dengan memperkenalkan penggunaan
teknik pemecahan masalah dan pengendalian proses statistik (statistical process
control). Atas jasanya yang besar bagi industri Jepang, maka setiap tahun
diberikan penghargaan bernama Deming Prize kepada setiap perusahaan yang
berprestasi dalam hal kualitas. Deming prize sendiri terbagi dalam dua
kategori yakni Hadiah Deming bagi individual yang berjasa dalam pengendalian
kualitas dan metode statistika Jepang serta Deming Application Prize
yang diberikan kepada perusahaan yang melaksanakan dengan baik pengendalian
kualitas perusahaannya dan pengendalian mutu statistiknya (Fanny Tjiptono dan
Anastasy Diana, 2003,49)
Deming menganjurkan penggunaan SPC (yang dikembangkan
pertama kali oleh Shewart) agar perusahaan dapat membedakan penyebab sistematik
dan penyebab khusus dalam menangani kualitas. Ia berkeyakinan bahwa
perbedaan atau variasi merupakan suatu fakta yang tidak dapat dihindari dalam
kehidupan industry. Kontribuski utama yang membuatnya terkenal adalah Deming
Cycle, Deming Fourteen Points, dan Seven Deadly Disease.
Siklus Deming (Deming Cycle)
Siklus Deming ini dikembangkan untuk menghubungkan antara
produksi suatu produk dengan kebutuhan pelanggan, dan memfokuskan sumber daya
semua departemen (riset, desain, produksi, pemasaran) dalam suatu usaha kerja
sama untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Tahapan-tahapan siklu Demin terdiri dari
1.
Mengadakan riset konsumen dan
menggunakannya dalam perencanaan (plan).
2.
Menghasilkan produksi (do).
3.
Memeriksa produk apakah telah
dihasilkan sesuai dengan rencana (check)
4.
Memasarkan produk tersebut (act).
5.
|
Menganalisis bagaimana produk tersebut diterima di pasar
dalam hal kualitas, biaya dan kreteria lainnya (analyze).
Gambar 01. Skilus Deming
Deming melihat bahwa masalah mutu terletak pada masalah
manajemen. Masalah utama dalam dunia industry adalah kegagalan manajemen senior
dalam menyusun perencanaan ke depan. Biasanya, perencanaan tersebut bukan
merupakan serangkaian langkah untuk menerapkan mutu, tapi lebih merupakan
desakan serius terhadap manajemen tentang apa yang harus dan tidak boleh
dilakukan agar organisasi berhasil dengan baik.
14 point Deming yang termasyur merupakan kombinasi filsafat
baru tentang mutu dan seruap terhadap manajemen untuk merubah pendekatannya.
Dia mengkombinasikan konsep tersebut mulai dari wawasan psikologis sampai
kendala-kendala dalam mengabdopsi kultur mutu (quality culture).
Pendekatan mencegah lebih baik daripada mengobati, merupakan kontribusi unik
Deming dalam memahami bagaimana cara menjamin pengembangan mutu. Adapun 14
point tersebut merupakan inti sari dari teori manajemnnya. Empat belas point
Deming ini juga merupaka ringkasan dari keseluruhan pandangan Deming terhadap
apa yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan untuk melakukan transisi positif
dari bisnis sebagaimana biasanya sehingga menjadi bisnis berkualitas tingkat
dunia.
Berikut ini adalah ringkasan dari 14 point Deming.
1.
Ciptakan sebuah usaha peningkatan
produk dan jasa, dengan tujuan agar bisa kompetitif dan tetap berjalan serta
menyediakan lowongan pekerjaan. Deming percaya bahwa terlalu banyak organisasi
yang hanya memiliki tujuan jangka pendek dan tidak melihat apa yang akan
terjadi pada 20 atau 30 tahun mendatang. Mereka harus memiliki rencana jangka
panjang yang didasarkan pada visi masa depan dan inovasi baru. Mereka harus
terus menerus berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan mereka.
2.
Adobsilah falsafah baru. Manajemen
harus memahami adanya era ekonomi baru dan siap menghadapi tantangan, belajar
bertanggungjawab, dan mengambil alih kepemimpinan guna menghadapi perubahan.
Sebuah organisasi tidak akan mampu bersaing jika mereka terus menerus
mempertahakan penundaan, waktu, kesalahan, bahan-bahan cacat dan produk yang
jelek. Mereka harus membuat perubahan dan mengadopsi metode kerja yang
baru.
3.
Hentikan ketergantungan pada
inspeksi masa untuk mencapai mutu. Inspeksi tidak akan meningkatkan atau
menjamin mutu. Anda tidak dapat menginpeksi mutu kepada produk. Deming
berpendapat bahwa manajemen harus melengkapi staf-staf mereka dengan pelatihan
tentang alat-alat statistic dan teknik-teknik yang dibutuhkan mereka untuk
mengawasi dan mengembangkan mutu mereka sendiri.
4.
Hentikan praktek menghargai kontrak
berdasarkan tawaran terendah. Menurut Deming harga tidak memiliki apa-apa tanpa
ukuran mutu yang dijual.Praktek kontrak yang hanya cenderung pada harga yang
murah dapat menggiring ada kesalahan yang mahal. Metode yang ditawarkan mutu
terpadu adalah mengembangkan hubungan dekat dan berjangka panjang dengan
pensuplai, dan sebaiknya pensuplai tunggal, dan berkerjasama dengan mereka
dalam mutu komponen.
5.
Perbaiki secara konstan dan terus
menerus sistem produksi dan jasa, untuk meningkatkan kualitas dan
produktivitasnya yang pada giliranya secara konstan menurunkan biaya. Ini
merupakan tugas manajemen untuk mengarahkan proses peningkatan dan menjamin
bahwa ada proses perbaikan yang berkelanjutan.
6.
Lembaga pelatihan kerja. Pemborosan
terbesar dalam sebuah organisasi adalah kekeliruan menggunakan keahlian
orang-orangnya secara tepat. Mempergunakan uang untuk pelatihan tenaga kerja
adalah penting, namun yang lebih penting adalah melatih dengan standar terbaik
dalam kerja Pelatihan adalah alat kuat dan tepat untk perbaikan mutu.
7.
Lembagakan Kepemimpinan. Deming
mengatakan bahwa kerja manajemen bukanlah mengawasi melainkan memimpin. Makna
dari hal tersebut adalah berubah dari manajemen tradisional yang selalu
memperhatikan hasil-indikator-indikator prestasi, spesifikasi dan penilaian
menuju peranan kepemimpinan yang mendorong peningkatan pross produksi barang
dan jasa yang lebih baik.
8.
Hilangkan rasa takut agar setiap
orang dapat bekerja secara efektif. Keamanan adalah basis motivasi yang
dibutuhkan pegawai. Deming yakin bahwa pada hakikatnya setiap orang ingin
melakukan kerja dengan baik asalkan mereka bekerja dalam lingkungan yang mampu
mendorong pada arah yang berbeda.
9.
Uraikan kendala-kendala antar
departemen. Organ dalam departemen yang berbeda harus dapat bekerjasama sebagai
sebuah tim. Organisasi tidak diperkenankan untuk memiliki unit atau departemen
yang mendorong pada era yang berbeda.
10.
Hapuskan slogan, desakan dan target
bagi tenaga kerja. Hal tersebut dapat menciptakan permusuhan.
11.
Hapuskan standar kerja yang
menggunakan quota numeric. Mutu tidak dapat diukur dengan hanya
mengkonsentrasikan pada hasil proses. Berkerja untuk mengejar quota number
sering menyebabkan terjadi pemotongan dan penyusutan mutu.
12.
Hilangkan kendala-kendala yang
merampas kebanggaan karyawasa atas keahliannya. Hal ini perlu dilakukan dengan
menghilangkan sistem penilaian dan penghitungan jasa. Demi telah berupaya keras
menentang sistem penilaian yang mana diyakini menempatkan pekerja dalam
kompetisi antara satu dengan yang lain dan merusak kerja tim.
13.
Lembagakan aneka program pendidikan
yang meningkatkan semangat dan peningkatan kualitas kerja. Semakin tahu, orang
akan semakin giat bekerja. Staf yang berpendidikan baik adalah mereka yang
memiliki semangat untuk meningkatkan mutu.
14.
Tempatkan setiap orang dalam tim
kerja agar dapat melakukan transpormasi. Transformasi menuju sebuah kultur mutu
adalah tugas setiap orang. Ia juga merupakan tugas terpenting dari manajemen.
Kegagalan
Mutu
Pokok pikiran Deming juga terkait sebab-sebab kegagalan mutu. Dia menjelaskan
jika para manajer betul-betul memperhatikan mutu secara serius, maka mereka
harus memahami sebab sebab kegagalan mutu. Karena, untuk menyelesaikan masalah dengan
baik diperlukan pemahaman terhadap penyebab-penyebabnya dan analisa terhadap
kegagalan mutu merupakan salah satu hasil terpenting dari penelitian Deming.
Dia membedakan sebab-sebab kegagalan mutu menjadi dua
bentuk, umum dan khusus. Sebab-sebab umum adalah sebab-sebab yang diakibatkan
oleh kegagalan sistem. Masalah sistem merupakan masalah internal pross
institusi. Masalah-masalah tersebut hanya bisa diatasi jika sistem, proses
dan prosedur institusi tersebut dirubah. Sementara sebab-sebab lain yang ia
sebut sebagai sebab-sebab khusus melahirkan variasi-variasi yang non acak di
dalam sistem dan merupakan sebab-sebab eksternal.
Sebab-sebab khusus kegagalan mutu. Di sisi lain sebab-sebab
khusus kegagalan sering diakibatkan oleh prosedur dan aturan yang tidak diikuti
atau ditaati, meskipun kegagalan tersebut mungkin juga diakibatkan oleh
kegagalan komunikasi atau kesalahpahaman. Kegagalan tersebut bisa juga
disebabkan oleh anggota individu staf yang tidak memiliki skill, pengetahuan
dan sifat yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru atau manajer pendidikan.
Sebab-sebab khusus masalah mutu bisa mencakup kurangnya pengetahuan dan
keterampilan anggota, kurangnya motivasi, kegagalan komunikasi atau masalah
yang berkaitan dengan perlengkapan-perlengkapan.
Jika sebuah masalah disebabkan oleh sebab-sebab khusus maka
masalah tersebut bisa diatasi dengan tanpa mengganti kebijakan atau mendesain
kembali sistem. Merubah sistem merupakan hal yang tidak tepat dan bisa
mengakibatkan terjadinya kegagalan yang lebih fatal.
C.
POKOK PIKIRAN JOSEPH M JURAN
Joseph Juran seperti halnya Deming, adalah pelopor lain
revolusi mutu di Jepang. Dia juga lebih diperhatikan di Jepang daripada di
tempat kelahirannya Amerika. Juran yang memiliki dua gelar kesarjanaan (teknik
dan hukum) merupakan pendiri dari Juran Insitute, Inc di Wilton, Connecticut.
Institut ini bergerak dalam bidang pelatihan, penelitian dan konsultasi
manajemen berkualitas.
Juran mendefisinikan kualitas sebagai cocok/sesuai untuk
digunakan (fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa suatu
produk atau jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh para pemakainya.
Pengertian cocok untuk digunakan ini mengandung 5 dimensi utama yakni kualitas
desain, kualitas kesesuaian, ketersediaan, keamanan dan field use.
Juran pernah mendapat penghargaan dari Kaisar Jepang berupa
medali order of the Sacred Treasure atas usahanya dalam mengembangkan
kualitas di Jepang dan membina persahabatan antara Jepang dan Amerika Serikat.
Kontribusi Juran yang paling terkenal antara lain Juran’s Three Basic Steps
to Progress, Juran’s Ten Step Quality Improvement, The Pareto Principle,
dan The Juran Trilogy. Selain itu, Juran juga mengembangkan konsep Managing
Business Process Quality, yang merupakan suatu teknik ntuk melaksanakan
penyempurnaan kualitas secara fungsional silang (cross-functional).
Juran’s Three Basic Step to Progress
Menurut Juran, tiga langkah dasar ini merupakan langkah yang
harus diambil perusahaan bila mereka ingin mencapai kualitas tingkat dunia.
Juran juga yakin bahwa ada titik diminishing return dalam hubungan
antara kualitas dan daya saing. Ketiga langkah tersebut terdiri dari;
1.
Mencapai perbaikan terstruktur atas
dasar kesinambungan yang dikombinasikan dengan dedikasi dan keadaan yang
mendesak.
2.
Mengadakan program pelatihan secara
luas.
3.
Membentuk komitmen dan kepemimpinan
pada tingkat manajemen yang lebih tinggi.
Juran’s
Ten Steps to quality Improvement
Sepuluh langkah untuk memperbaiki kualitas manurut Juran
meliputi;
1.
Membentuk kesadaran terhadap
kebutuhan akan perbaikan dan peluang untuk melakukan perbaikan.
2.
Menetapkan tujuan perbaikan
3.
Mengorganisasikan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
4.
Menyediakan pelatihan.
5.
Melaksanakan proyek-proyek yang
ditujukan untuk pemecahan masalah.
6.
Melaporkan perkembangan
7.
Memberikan penghargaan
8.
Mengkomunikasi hasil-hasil.
9.
Menyimpan dan mempertahankan hasil
yang dicapai.
10.
Memelihara momentum dengan melakukan
perbaikan dalam sistem regular perusahaan.
The
Pareto Principle
Juran juga menerapkan prinsip yang dikemukakan oleh Vilfredo
Pareto ke dalam manajemen. Prinsip ini kadang kalah disebut pula kaidah 80/20
yang bunyinya “80% of the trouble comes from 20% of the problems”.
Menurut prinsip ini, organisasi harus memusatkan energy pada penyisihan sumber
masalah yang sedikit tetapi vital (vital few sources) yang menyebabkan
sebagaian besar masalah. Baik Juran dan Deming yakin sistem yang dikendalikan
oleh manajemen merupakan sistem dimana sebagian masalah besar terjadi. Saat
mempertimbangkan peran kepemimpinan dalam mutu, aturan 80/20 dari Joseph Juran
menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan. Juran menyatakan bahwa 80 persen
masalah-masalah mutu dalam sebuah organisasi adalah hasil dari desain proses
yang kurang baik, sehingga penerapan sistem yang benar akan menghasilkan mutu
yang benar. Menurut Juran, 80 persen masalah merupakan tanggungjawab manajemen,
karena mereka memiliki 80 persen control terhadap sistem organisasi.
The Juran Trilogy
The Juran Tilogy merupakan ringkasan dari tiga fungi yang
utama. Pandangan Juran terhadap fungsi-fungsi ini dijelaskan sebagai berikut;
Perencanaan kualitas; Perencanaan kualitas meliputi pengembangan produk,
sistem, dan proses yang dibutuhkan untuk memenuhi atau melampaui harapan
pelanggan. Langkah-langkah yang dibutuhkan itu adalah ;
1.
Menentukan siapa yang menjadi
pelanggan
2.
Mengindentifikasi kebutuhan para
pelanggan
3.
Mengembangkan produk dengan keistimewaan
yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.
4.
Mengembangkan sistem dan proses yang
memungkinkan organisasi untuk menghasilkan keistimewaan tersebut.
5.
Menyebarkan rencana kepada level
operasional.
Pengendalian
kualitas; Pengendalian
kualitas meliputi langkah-langkah sebagai berikut.
1.
Menilai kinerja kualitas actual
2.
Membandingkan kinerja dengan tujuan
3.
Bertindak berdasarkan perbedaan
antara kinerja dan tujuan.
Perbaikan kualitas; Perbaikan kualitas harus dilakukan secara on going
dan terus menerus. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah;
1.
Mengembangkan infrastruktur yang
diperlukan untuk melakukan perbaikan kualitas setiap tahun.
2.
Mengidentifikasi bagian-bagian yang
membutuhkan perbaikan dan melakukan proyek perbaikan.
3.
Membentuk suatu tim proyek yang
bertanggungjawab dalam menyelesaikan setiap proyek perbaikan.
4.
Memberikan tim-tim tersebut apa yang
mereka butuhkan agar dapat mendiagnosis masalah guna menentukan sumber penyebab
utama, memberikan solusi, dan melakukan pengendalian yang akan mempertahankan
keuntungan yang diperoleh.
Manajemen
Mutu Strategis
Selain itu, untuk membantu manajer merencanakan mutu, Juran
telah mengembangkan sebuah pendekatan disebut Manajemen Mutu Strategis (Strategic
Quality Management). SQM adalah sebuah pross tiga bagian yang didasarkan
pada staf pada tingkat berbeda yang memberikan kontribusi unik terhadap
peningkatan mutu.
Manajemen senior memiliki pandangan strategis tentang
organisasi, manajer meneganah memiliki pandangan operasional tentang mutu, dan
para karyawan memiliki tanggungjawab terhadap control mutu. Ini adalah sebuah
ide yang cocok diterapkan dalam konteks pendidikan dan mirip dengan gagasan
yang telah dikembangkan oleh Consultant at Work berpendapat dalam upaya
meningkatkan mutu dalam pendidikan.
Jhons Miller dan rekan-rekan di Consultant at Work
berpendapat bahwa manajer senior, Dewan Rektor perlu menggunakan manajemen mutu
strategis dengan cara menemukan dan menyusun visi, prioritas dan kebijakan
universitas.
Manajer menengah para Dekan bertanggunjawab terhadap jaminan
mutu, dengan melibatkan diri dalam koordinasi informasi dalam tim penyusun mata
pelajaran dan seara sistematis memeriksa efektifitasnnya serta menyampaikan
hasil pemeriksaan tersebut kepada tim penyusun dan manajemen senior. Kontrol
mutu dilakukan oleh para staf guru yang beroperasi dalam tim penyusun mata
pelajaran yangt mendesain karakteristik dan standar program studi.
Terkait hal ini, Juran Institute yang menganjurkan
penggunan sebuah pendekatan tahap demi tahap untuk menyelesaikan masalah mutu
seperti yang dijelaskan di atas. Semua bentuk peningkatan mutu harus dilakukan
cara-cara tahap demi tahap dan tidak dengan cara lain.
D.
POKOK PIKIRAN PHILIP CROSBY
Nama Philip Crosby selalu diasosiasikan dengan dua ide yang
sangat menarik dan sangat kuat dalam mutu. Yang pertama, adalah ide bahwa mutu
itu gratis. Menurut Grosby terlalu banyak pemborosan dalam sistem mengupayakan
peningkatan mutu. Yang kedua adalah ide adalah kesalahan, kegagalan,
pemborosan, dan penundaan waktu serta semua hal yang tidak bermutu
lainnya – bisa dihilangkan jika institusi memiliki kemauan untuk itu. Ini
adalah gagasan tanpa cacatnya controversial.
Padangan-pandangan Crosby dirangkumnya dalam ringkasan yang
ia sebut sebagai Dalil-dalil Manajemen Kualitas. Dalil-dalil ini dikemukakan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok berikut;
1.
Apa yang dimaksud dengan kualitas
2.
Sistem seperti apa yang dibutuhkan
untuk menghasilkan kualitas?
3.
Standar kinerja bagaimana yang harus
digunakan?
4.
Sistem pengukuran seperti apa yang
dibutuhkan.
Dalil
pertama: Defenisi kualitas adalah sama dengan persyaratan.
Dulu kualitas diterjemahkan sebagai tingkat kebagusan atau
kebaikan (goodness). Defenisi ini memiliki kelemahan, yakni tidak
menerangkan secara spesifik baik/bagus itu bagaimana. Misalnya Syandi
menginginkan sepeda motor yang bagus. Ini sangatlah subyektif. Bagus itu
seperti apa.Apakah kreterianya? Bagaimana kecepatannya? Modelnya yang sportif?
Hemat BBM? Suku cadang yang mudah didapat? Yang tidak cepat rusak? Semuanya ini
tidak jelas.
Defenisi kualitas menurut Crosby adalah memenuhi atau sama
dengan persyaratannya (comformance to requirements). Meleset sedikit
saja dari persyaratannya, maka suatu produk atau jasa dikatakan tidak
berkualitas. Persyaratan itu sendiri dapat berubah sesuai dengan keinginan
pelanggan, kebutuhan organisasi, pemasok dan sumber, pemerintah, teknologi,
serta pasar atau persaingan.
Dalil
kedua; Sistem kualitas adalah pencegahan.
Pada masa lalu sistem kualitas adalah penilaian (appraisal).
Misalnya di pabrik TV, pada akhir proses dinyatakan apakah TV yang dihasilkan
tergolong buruk atau bagus. Penilaian akhir ini hanya menyatakan bahwa apabila
baik maka akan diserahkan kepada distributor, sedangkan apabila buruk akan
disingkirkan. Penilaian seperti ini tidak menyelesaikan masalah karena buruk
akan selalu ada. Mengapa tidak dilakukan pencegahan sejak awal sehingga outputnya
dijamin bagus serta hemat biaya dan waktu.
Dalam hal ini dikenal dengan the law of tens.
Maksudnya, bila kita menemukan suatu masalah kesalahan sejak awal proses,
biayanya cuma satu rupiah. Tetapi bila ditemukan di proses kedua maka biayanya
menjadi 10 rupiah. Diketemukan pada proses berikutnya lagi biaya menjadi 100
rupiah. Jadi sistem kualitas menurut Crosby merupakan pencegahan.
Dalam suatu proses pasti ada input dan output.
Di dalam proses kerja internal sendiri ada empat kendali input dimana proses
pencegahan dapat dilakukan yaitu;
1.
Fasilitas dan perlengkapan
2.
Pelatihan dan pengetahuan
3.
Prosedur, pedoman/manual operasi
standar dan pedoman standar kualitas.
4.
Standar Kinerja/prestasi.
Dalil
ketiga: Kerusakan nol (zero defect) merupakan standar kinerja yang harus
digunakan
Konsep Tanpa cacat adalah kontribusi pemikiran Crosby yang utama dan
controversial tentang mutu. Ide ini adalah sebuah ide yang kuat. Ide ini
adalah komitmen untuk selalu sukses dan menghilangkan kegagalan. Ide ini melibatkan
penempatan sistem pada sebuah wilayah yang memastikan bahwa segala sesuatunya
selalu dikerjakan pertama sekali dan selamanya. Crosby berpendapat bahwa tanpa
cacat dalam konteks bisnis, akan meningkatkan keuntungan dengan penghematan
biaya. Crosby tidak percaya terhadap tingkat daya terima mutu secara statistic.
Bagi Crosby hanya ada satu standar dan itu adalah kesempurnaan. Gagasannya
adalah pencegahan murni, dan ia yakin bahwa kerja tanpa salah adalah hal yang
sangat mungkin.
Dalil
keempat; ukuran kualitas adalah price of non conformance
Kualitas harus merupakan sesuatu yang dapat diukur. Biaya untuk menghasilkan
kualitas juga harus terukur. Menurut Crosby, biaya mutu merupakan penjumlahan
antara Price of Non Conformance dan Price of Conformance.
Price of Non Corformance (PONC) adalah biaya yang dikeluarkan karena
melakukan kesalahan. Contoh ketika terjadi salah kirim kertas dari Jakarta ke
Yogyakarta. Pelanggan minta kerja CD tetapi yang dikirim kertas HVS. Misalnya
tidak ada yang mau menerima kertas HVS, maka biaya angkut Jakarta-Yogyakarta
sewa gudang, biaya administrasi dan biaya lain seta kemungkinan kerugikan
penjualan ditanggung prodsusen. Dengan konsep zero defect, diharapkan
PONC ini tidak ada sehingga dapat menurunkan biaya kualitas.
Price of Conformance (POC) adalah biaya yang dikeluarkan bila tugas dilakukan secara
benar semenjak pertama kalinya. Untuk keperluan ini dibutuhkan konfirmasi
persyaratan dari para pelanggan Sebelum pengiriman, DO-nya diperiksa apakah
benar-benar kertas CD. Truk juga diperiksa, apa betul dimuat kertas CD.
Ekspedisi juga dicek, apa betul truk menunju ke Yogyakarta. Dari semua langkah
ini dihitung berapa biayanya. Kesemua merupakan POC. Dalam praktek
sehari-hari PC mencakup pelatihan, pendidikan kualitas, inspeksi dan kalibrasi.
Crosby Quality Vaccine
Crosby’s Quality Vaccine terdiri dari atas tiga unsure,
yaitu Determinasi (determination), Pendidikan (education), dan
Pelaksanaan (implementation). Determinasi adalah suatu sikap dari
manajemen untuk tidak menerima proses, produk, atau jasa yang tidak menenuhi
persyaratan, seperti reject, scrap, lead delivery, wrong shipment, dan
lain-lain.
Menurut Crosby setiap perusahan harus divaksinasi agar
memiliki antibody untuk melawan ketidaksesuaian terhadap persyaratan (non
conformance). Ketidaksesuaian ini merupakan sebab, sehingga harus dicegah,
dan dihilangkan. Dalam menyiapkan vaksinasi, suatu perusahaan perlu membuat
lima unsur, yakni
1.
Integritas
CEO
(Chief Executive Officer) harus dapat menjamin bahwa pelanggan menerima apa
yang telah dijanjikan, seperti kualitas, produk jasa, kualitas penyampaian,
keamanan, dan lain-lain. Sedangkan COO (Chief Operating Officer) harus
memiliki pemikiran bahwa kualitas di atas segala-galanya.
2.
Sistem
Sistem
adalah serangkaian prosedur dan kegiatan individu di dalam tim untuk menjamin
kualitas. Untuk itu, perlu pendidikan kualitas yang merupakan proses untuk
membantu karyawan agar memiliki bahasa yang sama dalam kualitas dan mengerti
peran mereka dalam upaya peningkatan kualitas.
3.
Komunikasi
Setelah
memiliki bahasa yang sama, maka komunikasi akan lebih mudah terjalin.
Komunikasi di sini adalah proses mengirim dan menerima informasi mengenai
kualitas dan mendukung peningkatan kualitas. Semua informasi menggenai usaha
peningkatan kualitas disampaikan kepada seluruh karyawan.
4.
Operasi
Operasi
adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan organisasi untuk menjaga agar tetap
berfungsi. Hal ini dilaksanakan dengan mendidik pemasok agar mengirim produk
dan jasa sesuai dengan persyaratan. Selain itu, prosedur, produk dan sistem
dikualifikasi dan dibuktikan sebelum pelaksanaan dan diuji secara terus
menerus.
5.
Kebijakan
Dibutuhkan
pula adanya pernyataan dan pengarahan dari manajemen yang memperjelas dimana
mereka berdiri dan menentukan sikap tentang kualitas. Kebijakan harus jelas dan
tidak ragu-ragu.
Crosby’s Fourteen Step to Quality Improvement
Empat
belas langkah untuk perbaikan kualtias menurut Crosby terdiri atas ;
1.
Menjelaskan bahwa manajemen bertekad
meningkatkan kualitas untuk jangka panjang.
2.
Membentuk tim kualitas antar
departemen
3.
Mengidentifikasi sumber terjadinya
masalah saat ini dan masalah potensial.
4.
Menilai biaya kualitas dan menjelaskan
bagaimana biaya digunakan sebagai alat manajemen.
5.
Meningkatan kesadaran akan kualitas
dan komitmen pribadi pada setiap karyawan.
6.
Melakukan tindakan dengan segera
untuk memperbaiki masalah-masalah yang telah diidentifikasi.
7.
‘Mengadakan program zero defect.
8.
Melatih para penyelia untuk
bertanggungjawab dalam program kualitas tersebut.
9.
Mengadakan zero defect day
untuk meyakinkan seluruh karyawan agar sadar akan adanya arah baru.
10.
Mendorong individu dan tim untuk
membentuk tujuan perbaikan pribadi dan tim.
11.
Mendorong para karyawan untuk
mengungkapkan kepada manajemen apa hambatan-hambatan yang mereka hadapai dalam
mencapai tujuan kualitas.
12.
Mengakui dan menerima karyawan yang
berpartisipasi.
13.
Membentuk dewan kualitas untuk
mengembangkan komunikasi secara terus menerus.
14.
Mengulangi setiap tahap tersebut,
karena perbaikan kualitas adalah proses yang tidak pernah berakhir.
E.
POKOK PIKIRAN SHIEGO SHINGO
Konsep lean manufacturing banyak
dikembangkan oleh Toyota dan perusahaan-perusahaan Jepang lainnya. Para
eksekutif Toyota menyatakan bahwa sistem produksi Toyota terinspirasi oleh apa
yang mereka pelajari selama kunjungan ke Ford Motor Company pada tahun 1920-an
dan dikembangkan oleh pemimpin Toyota seperti Taiichi Ohno dan konsultan Shigeo
Shingo setelah Perang Dunia II. Sebagai pelopor perusahaan Amerika dan Eropa
menganut metode lean manufacturing di akhir tahun 1980-an, mereka menemukan
bahwa pemikiran lean manufacturing harus diterapkan pada setiap aspek
perusahaan termasuk manajemen keuangan dan proses akuntansi.
Ada dua tekanan utama untuk lean
accounting. Yang pertama adalah penerapan metode bersandar perusahaan
akuntansi, kontrol, dan proses pengukuran. Hal ini tidak berbeda dengan metode
untuk menerapkan lean proses lain. Tujuannya adalah untuk menghilangkan
pemborosan, membebaskan kapasitas, mempercepat proses, mengurangi kesalahan dan
cacat, dan membuat proses yang jelas dan dapat dimengerti. Yang kedua (dan
lebih penting) tekanan lean accounting adalah untuk secara mendasar mengubah
akuntansi, kontrol, dan proses pengukuran sehingga mereka bersandar pada
memotivasi perubahan dan perbaikan, menyediakan informasi yang cocok untuk
pengendalian dan pengambilan keputusan, memberikan pemahaman tentang nilai
pelanggan, benar menilai dampak keuangan ramping perbaikan, sederhana, visual,
dan rendah limbah. Lean accounting tidak memerlukan metode akuntansi manajemen
tradisional seperti penetapan biaya standar, biaya berdasarkan aktivitas,
varians pelaporan, biaya-biaya, sistem kontrol transaksi yang kompleks, dan
membingungkan laporan keuangan.
Lean accounting berbeda karena lima prinsip
pemikiran berikut ini:
1.
Menspesifikasikan nilai tiap produk secara tepat.
2. Mengidentifikasi
“arus nilai” untuk tiap produk.
3. Menciptakan arus
nilai tanpa gangguan.
4. Memungkinkan
pelanggan menciptakan nilai dari produsen.
5. Mengejar
kesempurnaan
Siklus hidup produk (product life cycle)
merupakan waktu keberadaan produk dari konsep hingga menjadi produk. Biaya
siklus hidup adalah semua biaya yang berhubungan dengan produk selama umur
hidupnya. Jadi menejemen biaya siklus hidup produk (life-cycle cost menjement)
berpusat pada pengolahan aktivitas rantai nilai sehingga menciptakan keunggulan
kompetitif jangka panjang. Untuk pengurangan harga, manajer perlu melakukan
investasi lebih banyak dalam aktivitas sebelum produksi dan memberikan lebih
banyak sumberdaya pada aktivitas ditahap awal siklus hidup produk sehingga
semua biaya keseluruhan atau hidup dapat diturunkan. Biaya keseluruhan atau
hidup produk dilihat dari sudut pandang keseluruhan atau hidup, biaya produk
terdiri atas empat unsur utama:
1. biaya yang tidak
berulang,
2. biaya
manufaktur,
3. biaya logistik,
dan
4. biaya purnajual
pelanggan.
Kalkulasi biaya keseluruhan hidup juga
meningkatkan kemampuan untuk membuat keputusan penetapan harga yang lebih baik
dan memperbaiki penilaian profitabilitas produk. Manajemen biaya siklus atau
hidup menekankan pada penurunan biaya, bukan pengendalian biaya. Jadi,
kalkulasi biaya target menjadi alat yang sangat berguna untuk menentukan tujuan
penurunan biaya. Biaya target (target cost) merupakan perbedaan antara
harga jual yang dibutuhkan untuk mendapatkan mangsa pasar yang ditentukan
dengan laba per unit yang diinginkan. Bila biaya target lebih kecil dari pada
yang dicapai sekarang, maka menejemen menganggarkan penurunan biaya untuk
mendekatkan biaya aktual terhadap biaya target.
Dalam biaya siklus-hidup adalah penting
bagi semua perusahaan manufaktur, namun hal ini lebih penting bagi perusahaan
yang memiliki produk dengan siklus hidup pendek. Perusahaan yang memiliki
produk dengan siklus hidup pendek biasanya tidak memiliki waktu untuk bereaksi
seperti tersebut di atas sehingga pendekatan mereka harus lebih proaktif. Jadi,
untuk siklus hidup yang pendek, perencanaan siklus-hidup yang baik adalah
penting dan harga harus ditetapkan sesuai dengan biaya siklus-hidup serta dapat
memberikan pengembalian yang cukup.
Balanced scorecard adalah system manajemen
yang mendefinisikan system akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan strategi.
Balanced scorecard menerjemahkan misi dan strategi organisasi dalam tujuan
operasional dan ukuran kinerja dalam empat perspektif, yaitu perspektif
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, serta perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan (infrastruktur).
1. Perspektif Keuangan ; Menjelaskan
konsekuensi ekonomi tindakan yang diambil dalam tiga perspektif lain.
2. Perspektif Pelanggan ; Mendefinisikan
segmen pasar dan pelanggan dimana unit bisnis akan bersaing.
3. Perspektif Bisnis Internal ; Menjelaskan
proses internal yang diperlikan untuk memberikannilai kepada pelanggan dan
pemilik.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
(Infrastruktur) ;
Mendefinisikan kemampuan yang diperlukan
organisasi untuk memperoleh pertumbuhan jangka panjang dan perbaikan.
Perspektif terakhir mengacu pada tiga faktor
utama yang memungkinkannya, yaitu kemampuan pegawai, kemampuan system
informasi, dan perilaku pegawai (motivasi, pemberdayaan, dan penyejajaran).
F.
POKOK PIKIRAN KAORU ISHIKAWA
Kaoru Ishikawsa seorang ilmuwan yang dilahirkan di Tokyo,
Jepang merupakan anak tertua dari delapan bersaudara Ichiro Ishikawa. Pada
Tahun 1939 beliau meraih gelar sebagai sarjana teknik bidang kimia
terapan dari Universitas Tokyo. Pekerjaan pertamanya adalah sebagai teknisi
kapal (1939-1941) kemudian pindah bekerja di Perusahaan Bahan Bakar Cair Nissan
(Nissan Liquid Fuel Company) sampai tahun 1947.
Pada tahun 1960, Ishikawa menjadi professor tetap pada
Fakultas Teknik, Universitas Tokyo. Profesor yang juga merupakan salah seorang
murid dari Edward Deming ini aktif dalam pergerakan mutu di Jepang dan
merupakan anggota dari Union of Japanese Scientist and Engineers (JUSE).
Setelah Perang Dunia II, Jepang terlihat mengubah sektor
industrinya, tetapi pada saat itu Amerika Utara masih memandang Jepang sebagai
produsen mainan murah dan kamera dengan kualitas rendah. Merupakan keahliannya
dalam mengerahkan banyak orang ke arah tujuan yang lebih spesifik dengan
tanggung jawab yang semakin besar untuk peningkatan kualitas di Jepang.
Ishikawa menterjemahkan, menggabungkan serta memperluas konsep manajemen Deming
dan Juran ke dalam Japanese system.
Pada saat itulah Ishikawa memperkenalkan konsep Quality
Circles (Lingkaran Kualitas). Konsep ini dikembangkan sebagai percobaan
untuk menemukan pengaruh kepemimpinan manajer perusahaan terhadap kualitas
produksi. Meskipun banyak perusahaan diundang untuk berpartisipasi, hanya satu
perusahaan—Nippon Telephone and Telegraph—yang menerimanya.
Di antara usahanya untuk meningkatkan kualitas adalah
menyelenggarakan Konferensi Tahunan Peningkatan Mutu bagi Top Manajemen (1963)
dan menulis beberapa buku tentang Quality Control. Dia adalah seorang
ketua dewan redaksi majalah bulanan Statistical Quality Control.
Ishikawa juga terlibat dalam kegiatan standardisasi
internasional.
Atas jasa-jasanya itu dan konsistensinya dalam peningkatan mutu, Ishikawa mendapatkan sejumlah penghargaan yaitu, Deming Prize, the Nihon Keizai Press Prize, the Industrial Standardization Prize untuk karya tulisnya mengenai quality control, dan the Grant Award yang diperoleh dari American Society for Quality Control untuk program pendidikan mengenai quality control.
Atas jasa-jasanya itu dan konsistensinya dalam peningkatan mutu, Ishikawa mendapatkan sejumlah penghargaan yaitu, Deming Prize, the Nihon Keizai Press Prize, the Industrial Standardization Prize untuk karya tulisnya mengenai quality control, dan the Grant Award yang diperoleh dari American Society for Quality Control untuk program pendidikan mengenai quality control.
Ishikawa meninggal dunia pada tahun 1989. Sebagai
penghargaan, di tahun kematiannya itu Juran mengatakan: “Banyak hal yang harus
dipelajari dengan mempelajari bagaimana Dr. Ishikawa berhasil kesuksesan dalam
kehidupan pribadinya. Dia mendedikasikan dirinya untuk melayani masyarakat
bukan sebaliknya, melayani dirinya sendiri”.
SISTEM
KENDALI MUTU
Kaoru Ishikawa, seorang pakar kendali mutu terkemuka di
dunia yang berasal dari Jepang mendefinisikan kendali mutu sebagai berikut ,
“Melaksanakan kendali mutu adalah mengembangkan, merancang, memproduksi dan
memberikan jasa produk bermutu yang paling ekonomis, paling berguna, dan selalu
memuaskan bagi konsumen”. Berdasarkan definisi ini kendali mutu selalu
berorientasi kepada kepuasan pelanggan dan dalam hal pendidikan berarti
pelayanan yang dapat memuaskan para peserta didik. Ishikawa percaya
bahwa inisiatif untuk mencapai peningkatan kualitas
yang berkesinambungan haruslah berasal dari organisasi secara keseluruhan.
Buku Ishikawa yang berjudul Guide to Quality Control
(1982) dianggap klasik karena menjelaskan secara mendalam mengenai quality
tools serta ilmu statistik yang terkait. Beberapa tool yang
diperkenalkannya adalah user friendly control, Fishbone cause and
effect diagram, emphasised the ‘internal customer’. Ishikawa juga yang pertama
memperkenalkan 7 (seven) quality tools: control chart, run chart,
histogram, scatter diagram, pareto chart, and flowchart yang sering juga
disebut dengan “7 alat pengendali mutu/kualitas” (quality control seven
tools).
Tool Ishikawa
yang menjadi sangat populer serta digunakan di
seluruh dunia adalah diagram sebab akibat (Ishikawa Cause and Effect Diagram).
Sering kali disebut sebagai fishbone diagram dikarenakan bentuknya yang
menyerupai tulang ikan. Dalam penerapannya diagram ini digunakan untuk
melakukan identifikasi terhadap faktor yang menjadi penyebab masalah. Fishbone
diagram tergolong praktis dan memandu setiap tim untuk terus berpikir
menemukan penyebab utama suatu permasalahan.
Penggunaannya dapat dilihat pada gambar di atas. Misalnya,
ada masalah utama berupa peningkatan produksi (bagian kepala). Kemudian ada
beberapa faktor masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai tulang besar,
yaitu manajemen, material/bahan baku, sumber daya manusia (manpower),
mesin dan metode. Selanjutnya, berdasarkan faktor masalah pada tulang besar itu
dicari penyebab-penyebab (tulang kecil) yang mempengaruhi peningkatan produksi
(kepala) dari masing-masing sisi (tulang besar). Secara ringkas, hasilnya dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
Dengan menerapkan diagram Fishbone ini dapat menolong
kita untuk dapat menemukan akar “penyebab” terjadinya masalah, khususnya di
industri manufaktur atau organisasi pendidikan dimana prosesnya terkenal
dengan banyaknya ragam variabel yang berpotensi menyebabkan munculnya
permasalahan. Apabila “masalah” dan “penyebab” sudah diketahui secara pasti,
maka tindakan dan langkah perbaikan akan lebih mudah dilakukan. Dengan diagram
ini, semuanya menjadi lebih jelas dan memungkinkan kita untuk dapat melihat
semua kemungkinan “penyebab” dan mencari “akar” permasalahan sebenarnya.
Melalui diagram ini Ishikawa mengajarkan kita untuk melihat “ke dalam” dengan
bertanya tentang permasalahan yang sedang terjadi dan menemukan solusinya dari
dalam juga.
Penyelesaian masalah melalui fishbone dapat dilakukan
secara individu top manajemen maupun dengan kerja tim. Seperti dengan cara
mengumpulkan beberapa orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian memadai
menyangkut problem yang terjadi. Semua anggota tim memberikan pandangan dan
pendapat dalam mengidentifikasi semua pertimbangan mengapa masalah tersebut
terjadi. Kebersamaan sangat diperlukan di sini, juga kebebasan memberikan pendapat
dan pandangan setiap individu. Ini tentu bisa dimaklumi, manusia mempunyai
keterbatasan dan untuk mencapai hasil maksimal diperlukan kerjasama kelompok
yang tangguh.
Solusi instan yang hanya mampu memandang sampai tingkat
gejala, tidak akan efektif. Masalah mungkin akan teratasi sesaat, namun cepat
atau lambat akan datang kembali. Kaoru Ishikawa yang juga penggagas konsep implementation
of quality circles ini sangat percaya pentingnya dukungan dan kepemimpinan
dari manajemen puncak (top management) dalam suatu organisasi/perusahaan
didukung oleh kerjasama tim (teamwork) yang solid sangat berperan dalam
pembuatan produk unggul dan berkualitas.
Dalam sebuah perusahaan alat ini juga bisa digunakan untuk
mengidentifikasi dan mengeksploraso sebab-sebab masalah atau mencari
factor-faktor yang bisa mengarahkan pada sebuah perbaikan.
Berikut diagram Ishikawa dalam perusahaan
|
Ishikawa mengurai secara rinci prinsip
plan-do-check-act W.Edward Deming, sang kreator P-D-C-A menjadi;
1. Plan-P
Tentukan gol dan target
Tentukan cara/metode mencapai gol
2. Do-D
Terlibat dalam pendidikan dan
pelatihan
Implementasi pekerjaan
3. Check-C
Cek akibat dari implementasi
4. Act-A
Mengambil tindakan yang sesuai
G.
POKOK PIKIRAN GENICHI TAGUCHI
Dr Genichi Taguchi dikenal dengan ‘Metode Taguchi” yang pada
tahun 1949 melahirkan metode baru dalam bidang teknik yang bertujuan untuk
memperbaiki kualitas produk dan proses serta dapat menekan biaya dan resources
seminimal mungkin. Sasaran metode Taguchi adalah menjadikan produk robust
terhadap noise, karena itu sering disebut sebagai Robust Design. Taguchi
Methods adalah sebuah metode statistic yang dikembangkan oleh Genichi Taguchi
untuk meningkatkan kualitas dari hasil produk manufaktur, engineering,
biotechnology, marketing, dan advertising.
Defenisi kualitas menurut Taguhchi adalah kerugian yang
diterima oleh masyarakat sejak produk tersebut dikirimkan. Filosofi Taguchi
terhadap kualitas dari tiga buah konsep yaitu;
1.
Kualitas harus didesain ke dalam
produk dan bukan sekadar memeriksanya
2.
Kualitas terbaik dicapai dengan
meminumkan deviasi dari target
3.
Produk harus didesain sehingga
robust terhadap factor lingkungan yang tidak dapat dikontrol.
4.
Biaya kualitas harus diukur sebagai
fungsi deviasi dari standar tertentu dan kerugian harus diukur pada seluruh
sistem.
Taguchi Methods melibatkan reduksi variasi dari proses
melalui desain robust dari eksperiment. Tujuan utama dari metode ini adalah
memproduksi produk yang high quality dengan cost yang sangat rendah. Taguchi
mengembangkan sebuah metode untuk mendesain eksperimen agar dapat
menginvestigasi seberapa besar pengaruh dari parameter yang berbeda terhada
mean (rata-rata) dan varians dari karakteristik performance proses yang
menentukan seberapa baik proses tersebut berfungsi. Desain eksperimental yang
diperkenalkan oleh Taguchi ini melibatkan orthogonal arrays untuk
mengornanisasi parameter-parameter yang memberikan efek pada proses dan
tingkatan yang perlu diberi variasii.
Taguchi Methods tidak menguji semua kombinasi yang
memungkinkan tetapi cukup menguji beberapa kombinasi saja. Pengujian ini akan
menghasilkan kumpulan dari data yang penting dapat menentukan factor apa saja
paling memberikan efek kepada kualitas produk dengan ekperimentasi yang minimum
sehingga dapat menghemat waktu dan uang.
Langkah umum dalam Taguchi Methods adalah sebagai berikut;
1.
Menentukan tujuan dan proses atau
lebih khususnya lagi target value untuk pengukuran performance dari suatu
proses.
2.
Menentukan parameter desain yang
memberikan efekt terhadap proses
3.
Membuat orthogonal arrays untuk
mendesain parameter yang mengindikasikan jumlah dan kondisi dari masing-masing
eksperiment
4.
Menghubungkan eksperiment yang
diindikasi pada array yang sudah selesai untuk mengumpulkan dana pada efek dari
pengukuran performansi.
5.
Melengkapi data analysis untuk menentukan
efek dari berbagai parameter berbeda dari pengukuran perfomansi.
Taguchi
Methods paling baik digunakan ketika ada intermediate number of variable (3
sampai 50) interaksi yang kecil antar variable yang memberikan kontribusi
signifikan.
Dari
penjelasan tersebut di atas diuraikan dari berapa pakar kualitas. Ada sejumlah
kesamaan yang dikemukaan pakar tersebut yakni
1.
Inspeksi bukanlah jawaban atau kunci
untuk melakukan perbaikan kualitas
2.
Keterlibatan dan kepemimpinan
manajemen puncak sangat penting dan esensial dalam menciptakan komitmen dan
budaya kualitas.
3.
Program kualitas membutuhkan usaha
dari seluruh bagian/pihak dalam organisasi dan merupakan komitmen jangka
panjang. Untuk itu, dibutuhkan pula pendidikan dan pelatihan.
4.
Kualitas merupakan factor primer,
sementara scheduling merupakan factor sekunder.
5.
Kualitas harus desain sehingga lebih
rapi.
Perbandingan
Perbandingan
Pandangan Akan Kualitas
No.
|
Deming
|
Juran
|
Crosby
|
Shigeo Shingo
|
Kaoru Ishikawa
|
Genichi Taguchi
|
|
1.
|
Defenisi Kualitas
|
Suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragamanan dan
ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar
|
Kemampuan untuk digunakan (fitness for use)
|
Sesuai dengan persyaratan
|
Penerapan metode berstandar perusahaan akuntansi, control,
dan proses pengukuran
|
Mengembangkan, merancang, memproduksi, memberi jasa produk
yang bermutu yang paling ekonomi, paling berguna, dan selalu memuaskan
konsumen.
|
Kerugian yang diterima masyarkat sejak produk tersebut
dikirim.
|
2.
|
Tingkat Tanggungjawab Manajemen Senior
|
Bertanggungjawab 94 persen atas masalah kualitas.
|
Kurang dari 20 persen masalah kualitas karena pekerja
|
Bertanggungjawab untukkualitas
|
Manajer melakukan investasi lebih banyak
|
Manajer sangat berpengaruh terhadap kualitas produksi.
|
Lebih berperan aktif
|
3.
|
Standar prestasi/motivasi
|
Kualitas memiliki banyak skala, sehingga perlu digunakan
statistic untuk mengukur prestasi pada semua bidang, kerusakan nol sangat
penting
|
Menghindari kampanye untuk melakukan pekerjaan yang sempurna
|
Kerusakan nol (zero defects)
|
Biaya manajemen siklus hidup produk
|
Inisiatif untuk pencapaian kualitas harus berkesinambungan
dan berasal dari organisasi secara keseluruhan.
|
Kualitas harus didesain bukan sekadar memeriksa
|
4.
|
Pendekatan umum
|
Mengurangi keanekaragaman dengan perbaikan
berkesinambungan dan menghentikan inspeksi massa
|
Pendekatan manajemen umum terhadap kualias, khususnya
unsure manusia
|
Pencegahan, bukanlah inspeksi
|
Siklus hidup produk merupakan waktu keberadaan produk dari
konsep hingga menjadi produk
|
Kepuasan pelanggan dan pelayanan yang memuaskan.
|
Kepuasaan pelanggan dimulai dari pengiriman
|
5.
|
Struktur
|
14 Butir untuk manajemen
|
10 langkah perbaikan kualitas
|
14 langkah perbaikan kualitas
|
5 Prinsip Lean Accounting
|
Diagram Fish Born
|
Tiga Konsep terhadap Kualitas
|
6,
|
Pengendalian Proses statistic (statistical process
control)
|
Metode statistic untuk pengendalian kualitas harus
digunakan
|
Merekomendasi SPC akan teteapi memperingatkan bahwa SPC
dapat mengakibatkan Total Driven Approach
|
Menolak tingkat kualitas yang dapat diterima secara
statistic
|
-
|
Menyelesaikan masalah sampai ke akar-akarnya.
|
-
|
7.
|
Basis perbaikan
|
Secara terus menerus mengurangi penyimpangan,
menghilangkan tujuan tanpa metode
|
Pendekatan kelompok proyek-proyek menetapkan tujuan
|
Suatu proses bukanlah suatu program, tujuan perbaikan.
|
Kalkulasi biaya keseluruhan hidup juga meningkatkan
kemampuan untuk membuat keputusan.
|
Pendekatan secara mendalam
|
Sejak awal pengiriman
|
8.
|
Kerjasama tim
|
Partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan dan
memecahkan kendala antar departemen
|
Pendekatan tim dan gugus kendali mutu
|
Kelompok perbaikan kualitas dan dewan kualitas
|
-
|
Kerjasama tim sangat penting baik di tingkat individu
maupaun top manajemen
|
-
|
9.
|
Biaya Kualitas
|
Tidak ada optimum perbaikan terus menerus
|
Quality is not free, trerdapat suatu optimum
|
Cost of nonconformance quality is free.
|
-
|
-
|
Menekan biaya dan resources seminimal mungkin.
|
10.
|
Pembelian dan barang yang diterima
|
Inspeksi terlalu terlambat, menggunakan tingkat kualitas
yang dapat diterima
|
Masalah pembelian merupakan hal yang rumit sehingga
diperlukan survai formal
|
Nyataman persyatan; pemasok adalah perluasan
|
Lebih nyaman
|
Lebih terpantau karena sejak awal dikirim
|
|
11.
|
Penilaian pemasok
|
Tidak, kritikal dari kebanyakan system
|
Ya, akan tetapi membantu pemasuk memperbaiki
|
-
|
-
|
-
|
|
12.
|
Hanya satu sourcing of supply
|
Ya
|
Tidak, dpat diabaikan untuk meningkatkan daya saing.
|
-
|
-
|
-
|
Sumber: Oakland, JS (1989), Total Quality Management,
London: Heinemann Professional Publhising Ltd, pp.291-292 dan modifikasi
penulis.
Pembahasan
Dari pandangan tokoh-tokoh kualitas di atas pokok pikiran
mereka semuanya bisa dijadikan acuan untuk peningkatan pendidikan. Salah
satunya yang disampaikan Deming. Dalam kegagalan mutu pendidikan Deming membagi
dalam dua bentuk ‘umum’ dan ‘khusus’. Sebab-sebab umum adalah sebab-sebab
yang diakibatkan kegagalan sistem. Masalah sistem ini merupakan masalah
internal proses. Masalah-masalah tersebut hanya bisa diatasi jika sistem,
proses dan prosedur diubah. Sementara sebab-sebab lain yang disebut sebab
khusus melahirkan varian-varian yang non acak di dalam sistem dan merupakan
sebab-sebab eksternal.
Dari pokok pikiran Deming, sebab-sebab rendahnya mutu
pendidikan bisa disebabkan oleh beberapa sumber yang mencakup desain kurikulum
yang lemah, bangunan yang tidak memenuhi syarat, lingkungan kerja yang buruk,
sistem dan prosedur yang tidak sesuai, jadwal kerja yang serampangan, sumber
daya yang kurang, dan pengembangan staf yang tidak memadai.
Jika kesalahan dan kegagaln tersebut diidentifiksasi sebagai akibat dari
masalah sistem, kebijakan atau sumberdaya manusia, maka hal tersebut adalah
kegagalan “sebab umum”. Implikasi manajemn tersebut adalah sebab-sebab tersebut
harus dihilangkan dan sistem serta prosedurnya harus disusun, ditetapkan
kembali. Hal ini mungkin memerlukan perubahan kebijakan atau
pelatihan-pelatihan baru. Hal terpenting yang harus dicatat di inilah adalah,
hanya pihak manajemen yang memiliki wewenang untuk membenahi masalah tersebut.
Hanya manajemen yang memiliki wewenang untuk menetapkan kebijakan atau
mendesain ualng sebuah sistem. Misalnya, jika di UMSU, pihak rektorat melalui
Wakil Rektor I yang memiliki wewenang untuk memperbaki masalah yang muncul
seperti akibat desain kurikulum yang lemah, atau masalah sumber daya yang
kurang memadai. Tapi untuk menentukan akar dan penyebab suatu masalah bisa
dilakukan dengan mencoba diagram fishbone.
Pada bagian ini sangat penting. Ishikawa telah menciptakan ide cemerlang yang
dapat membantu dan memampukan setiap orang atau organisasi/perusahaan
menyelesaikan masalah dengan tuntas sampai ke akarnya. Kumpulkanlah beberapa
orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian memadai menyangkut problem yang
terjadi. Semua anggota tim memberikan pandangan dan pendapat dalam
mengidentifikasi semua pertimbangan mengapa masalah tersebut terjadi.
Kebersamaan sangat diperlukan di sini, juga kebebasan memberikan pendapat dan
pandangan setiap individu.
Dengan menerapkan diagram Fishbone ini dapat menolong kita
untuk dapat menemukan akar “penyebab” terjadinya masalah khususnya di industri
manufaktur dimana prosesnya terkenal dengan banyaknya ragam variabel yang
berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan. Apabila “masalah” dan “penyebab”
sudah diketahui secara pasti, maka tindakan dan langkah perbaikan akan lebih
mudah dilakukan. Dengan diagram ini, semuanya menjadi lebih jelas dan
memungkinkan kita untuk dapat melihat semua kemungkinan “penyebab” dan mencari
“akar” permasalahan sebenarnya. Ishikawa mengajarkan kita untuk melihat “ke
dalam” dengan bertanya “mengapa?……mengapa?…dan mengapa?”. Hanya dengan bertanya
“mengapa” beberapa kali kita mampu menemukan akar permasalahan yang
sesungguhnya. Penyebab sesungguhnya, bukan gejala.
Jika sebuah masalah disebabkan oleh sebab-sebab khusus maka
masalah tersebut bisa diatasi dengan tanpa mengganti kebijakan atau mendesain
kembali sistem. Merubah sistem merupakan hal yang tidak tepat dan bisa
mengakibatkan terjadinya kegagalan yang lebih fatal.
Sumber kegagalan membutuhkan identifikasi dan penyelesaian.
Maka menggunakan diagram fishbone merupakan langkah yang tepat sehingga
kegagalan bisa diselesaikan hingga ke akar-akarnya.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Setelah kita mempelajari pokok-pokok pikiran dari kelima tokoh
kualitas tersebut kita dapat mengetahui kesamaan pikiran dari lima pakar
kualitas dan mengetahui perbandingan akan kualitas.
Misalnya dari defenisi kualitas, Deming mengatakan suatu
tingkat yang dapat diprediksi dari keberagaman dan ketergantungan pada biaya
yang rendah dan sesuai dengan pasar. Sedangkan Juran menyatakan, kemampuan
untuk digunakan (fitness for use), sementara Crosby menegaskan, kualitas harus
sesuai dengan persyaratan.
Sedangkan Shigeo Shingo menyatakan kualitas bersandar perusahaan akuntansi, kontrol, dan proses
pengukuran. Kaoru Ishikawa lebih kepada mendefinisikan kendali mutu
sebagai berikut , “Melaksanakan kendali mutu adalah mengembangkan, merancang,
memproduksi dan memberikan jasa produk bermutu yang paling ekonomis, paling
berguna, dan selalu memuaskan bagi konsumen”. Berdasarkan definisi ini kendali
mutu selalu berorientasi kepada kepuasan pelanggan dan dalam hal pendidikan
berarti pelayanan yang dapat memuaskan para peserta didik. Ishikawa
percaya bahwa inisiatif untuk mencapai
peningkatan kualitas yang berkesinambungan haruslah berasal dari organisasi
secara keseluruhan. Sementara Defenisi kualitas menurut Taguhchi adalah
kerugian yang diterima oleh masyarakat sejak produk tersebut dikirimkan
Selain itu, banyak lagi perbandingan pandangan yang akan
kualitas yang bisa kita ambil dari memahami pokok-pokok pemikiran para pakar
kualitas tersebut seperti masalah struktur. Deming menganut 14 butir untuk
manajemen, Juran 10 langkah perbaikan kualitas, Crosby 14 langkah perbaikan kualitas.
Shigeo Shingo 4 perspektif pengukuran kerja, Kaoru Ishikawa 7 alat pengendalian
mutu. Dan Genichi Taguchi tiga konsep kualitas.
B.
IMPLIKASI
Dalam penerapan pokok-pokok pikiran para pakar kualitas
tersebut dapat diimplementaasikan dalam pekerjaan sehari-hari seperti di UMSU
yakni; pandangan tokoh-tokoh kualitas harus jadi acuan untuk peningkatan mutu
pendidikan. Seperti yang disampaikan Deming yang membagi kegagalan mutu
pendidikan dua bentuk ‘umum’ dan ‘khusus’.
Jika kesalahan dan kegagalan tersebut diidentifiksasi sebagai akibat dari
masalah sistem, kebijakan atau sumberdaya manusia, maka hal tersebut adalah
kegagalan “sebab umum”. Implikasi manajemn tersebut adalah sebab-sebab tersebut
harus dihilangkan dan sistem serta prosedurnya harus disusun, ditetapkan
kembali. Hal ini mungkin memerlukan perubahan kebijakan atau
pelatihan-pelatihan baru. Hal terpenting yang harus dicatat di inilah adalah,
hanya pihak manajemen yang memiliki wewenang untuk membenahi masalah tersebut.
Misalnya, jika di UMSU, pihak rektorat melalui Wakil Rektor I yang memiliki
wewenang untuk memperbaki masalah yang muncul seperti akibat desain kurikulum
yang lemah, atau masalah sumber daya yang kurang memadai. Tapi untuk menentukan
akar dan penyebab suatu masalah bisa dilakukan dengan mencoba diagram fishbone.
Pada bagian ini sangat penting. Ishikawa telah menciptakan ide cemerlang yang
dapat membantu dan memampukan setiap orang atau organisasi/perusahaan
menyelesaikan masalah dengan tuntas sampai ke akarnya. Untuk itu, Wakil Rektor
UMSU harus mengumpulkan \beberapa orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian
memadai menyangkut problem yang terjadi sehingga dengan menerapkan diagram
Fishbone ini dapat menolong kita untuk dapat menemukan akar “penyebab”
terjadinya masalah. Apabila “masalah” dan “penyebab” sudah diketahui secara
pasti, maka tindakan dan langkah perbaikan akan lebih mudah dilakukan.
Ishikawa mengajarkan kita untuk melihat “ke dalam” dengan
bertanya “mengapa?……mengapa?…dan mengapa?”. Hanya dengan bertanya “mengapa”
beberapa kali kita mampu menemukan akar permasalahan yang sesungguhnya.
Penyebab sesungguhnya, bukan gejala.
Makanya, Jika dalam implikasi diketahui kegagalan mutu
disebabkan oleh sebab-sebab khusus atau sebab umum. Maka tidak ada gunanya
memberikan pelatihan motivasi bagi karyawan, jika memamang masalah yang
dihadapi tidak bisa diselesaikan oleh sekedar motivasi.
Kita terlalu sering menumpahkan kesalahan
dan masalah yang dilimpahkan sebagai kesalahan individu, di saat penyebab
kesalahan tersebut adalah kebijakan dan sistem. Masalah ditimbulkan oleh sistem
hanya bisa diatasi dengan mendain ulang sebuah sistem tersebut.
C.SARAN
Dengan memahami pokok-pokok pikiran dari lima pakar kualitas tersebut di atas.
Penulis dapat menyarankan;
1.
Para manajer yang mengetahui pokok
pikiran dari pakar kualitas tersebut sudah bisa mengambil langkah-langkah
kebijakan seperti misalnya mengetahui kesalahan tersebut akibat kesalahan
kebijakan dan sistem. Maka langkah yang dilakukan adalah mendesain ulang sistem
tersebut. Tapi, jika kesalahan khusus masalah pendidikan muncul dari sejumlah
kecil individu yang kurang memiliki motivasi atau keterampilan maka manajer
bisa melakukan kegiatan untuk menemukan solusi dengan menggelar
pelatihan-pelatihan.
2.
Para pengambil kebijakan dan manajer
sudah saatnya mengambil langkah-langkah kerja dengan berpedoman pada pokok
pikiran para pakar kualitas sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
DAFTAR
PUSTAKA
Edward
Sallis, (2012), Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, IRCiSoD.
Fanny
dan Aastasia, (2003), Total Quality Management, Andi, Yogyakarta.
Fattah, Nanang.1999. Landasan
Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
http://wikipedia.com
Ishikawa, Kaoru. 1992. Pengendalian Mutu Terpadu. Diterjemahkan oleh Budi Santoso. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Quality Management Center Newsletter. Edisi 16/V/Februari/2009. Jakarta: Universitas Bina Nusantara.
http://wikipedia.com
Ishikawa, Kaoru. 1992. Pengendalian Mutu Terpadu. Diterjemahkan oleh Budi Santoso. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Quality Management Center Newsletter. Edisi 16/V/Februari/2009. Jakarta: Universitas Bina Nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar