BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Pendidikan dalam makna
umum dapat diartikan sebagai komunikasi terorganisasi dan berkelanjutan yang
disusun untuk menumbuhkan kegiatan belajar. Oleh karena itu, pendidikan sangat penting
ketika diselenggarakan ditengah kehidupan masyarakat yang terus bertumbuh dan berubah
cepat. Tanpa memahami karakteristik pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sehingga
pendidikan bisa keluar dari konteks masyarakatnya (Sarjono, 2014:25).
Sesuai dengan
amanat undang–undang no 23 tahun 2003 tentang pendidikan bahwa pemberdayaan
anak berkebutuhan atau berkesulitan belajar melalui pendidikan menjadi agenda
pendidikan Nasional agar mempunyai kemandirian, kepercayaan diri dan mampu
berfikir secara rasional, namun juga akan menjadikan keberadaan anak tersebut
dalam komunitas dengan temannya tidak akan terpuruk.
|
Perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia
sampai saat ini tidak pernah berhenti. Usaha tersebut dilakukan untuk penyesuaian
dan mengimbangi perkembangan tuntutan dunia industri dan iptek yang
akselerasinya sangat cepat. (Supriyanto, 2009 : 9). Pendidikan merupakan hal yang
sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan
salah satu penentu kemajuan bagi suatu negara (Sagala, 2013:11).
Kenyataan dalam praktek
pendidikan di Indonesia terlanjur berbasis sekolah normal yaitu pendidikan untuk
siswa seluruhnya secara umum (Supriyanto, 2009; 68). Siswa harus beradaptasi dengan
pendidikan, bukannya pendidikan yang harus menyesuaikan dengan karakter siswa.
Pendidikan dilakukan secara global saja terutama di instansi formal yaitu Sekolah
dasar, dalam pelaksanaan pembelajarannya dilakukan tanpa memandang apakah siswa
itu mampu dalam dalam menerima materi ataupun siswa terlalu mudah dalam menerima
materi.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka diperlukan
alternatif sistem pendidikan lain yang lebih memberikan peluang bagi perluasan dan
peningkatan mutu layanan pendidikan bagi berkebutuhan khusus atau memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Untuk mengantisipasi permasalahan ini,
model pendidikan inklusif merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu,
humanis dan demokratis.
Menurut Permendiknas no 70 tahun 2009 Pendidikan
inklusif pada hakekatnya adalah bagaimana memahami segala kesulitan pendidikan
yang dihadapi oleh peserta didik. Mereka mendapat kesulitan untuk mengikuti beberapa
kurikulum yang ada, atau tidak mampu mengakses cara bac atulis secara normal,
atau kesulitan mengakses lokasi sekolah dan sebagainya. Pendekatan pendidikan inklusif
tidak seharusnya melihat hambatan ini dari sisi anak/peserta didik yang
memiliki kelainan. Tetapi harus melihat hambatan ini dari sistem pendidikannya sendiri,
kurikulum yang belum sesuai untuk mereka, sarana yang belum memadai, guru yang
belum siap melayani mereka dan sebagainya.
Dengan demikian untuk mencapai hal tersebut adalah
dengan mengindentifikasikan hambatan atau kesulitan yang dihadapi untuk dapat
menghadapi kesulitan yang dimilikinya (Dyah S, 2008:15). Model
pembelajaran inklusi menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan keterbatasan
dengan prinsip pendidikan untuk semua (education
for all).
Pembelajaran kelas inklusi memunculkan harapan
dan kemungkinan bagi siswa yang memiliki kekurangan memperoleh kesempatan pendidikan
yang sama dengan teman – teman sebayanya secara lebih inklusif (tidak terpisahkan).
Pembelajaran kelas inklusi merujuk pada kebutuhan belajar semua siswa dengan suatu
fokus spesifikya itu sesuai dengan tujuan pendidikan. Inplementasi pembelajaran
inklusi berarti sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik,
intelektual, emosi dan kondisi lainnya.
Berdasarkan
hasil survey Forum
Komunikasi “Bakor PLB
Provinsi Jawa Tengah tahun 2008
telah terindentifikasi anak berkebutuhan khusus yang tidak/belum sekolah berjumlah
26.568 anak. Sejumlah
anak tersebut tidak
memperoleh akses pendidikan dikarenakan
sekolah reguler belum
mampu menyertakan anak berkebutuhan khusus tersebut bersekolah
bersama anak yang lain. Sebab lain adalah jarak tempat tinggal anak dengan
SDLB/ SLB terlalu jauh. Berdasakan kenyataan ini pendidikan inklusif
merupakan solusi yang
paling humanis, efektif
dan efisien jika dipandang dari berbagai aspek.
Khususnya di SDN Ronggo 03 berdasarkan hasil
wawancara peneliti bahwa di SD tersebut terdapat beberapa siswa yang
dikategorikan sebagai siswa ABK namun dalam pembelajarannya masih bersama-sama
dengan siswa yang normal dalam satu kelas.
Disitulah pentingnya
diteliti mengenai pengelolaan pembelajaran kelas inklusi agar ditemukan model
pembelajaran yang sesuai. Maka Peneliti tertarik untuk mengkaji tentang pengelolaan
pembelajaran kelas inklusi, dengan judul “ Pengelolaan pembelajaran kelas inklusi
di SDN Ronggo 03 Kecamatan Jaken Kabupaten Pati”
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas yang
berfokus pada bagaimanakah pengelolaan pembelajaran kelas inklusi di SDN Ronggo
03 Kecamatan Jaken Kabupaten Pati, dapat dirinci menjadi 3 sub fokus yaitu :
1. Bagaimanakan perencanaan
pembelajaran kelas inklusi di SDN Ronggo 03 Kecamatan Jaken Kabupaten Pati?
2. Bagaiamana pelaksanaan
pembelajaran kelas inklusi di SDN Ronggo 03 Kecamatan Jaken kabupaten Pati?
3. Bagaimnakah Evaluasi
Pembelajaran kelas inklusi di SDN Ronggo 03 Kecamatan Jaken Kabupaten Pati?
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian diatas maka
tujuan yang ingin dicapai dengan selesainya penelitian ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan
perencanaan pembelajaran kelas inklusi di
SDN Ronggo 03 Kecamatan Jaken Kabupaten Pati.
2. Untuk mendeskripsikan
pelaksanaan pembelajaran kelas inklusi di
SDN Ronggo 03 Kecamatan Jaken Kabupaten Pati.
3. Untuk mendeskripsikan
evaluasi pembelajaran kelas inklusi di SDN Ronggo 03 Kecamatan Jaken Kabupaten Pati.
D.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan akan memberikan
kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam pelaksanaan manajemen
pembelajaran.
b. Dapat dimanfaatkan
menjadi pijakan bagi penelitian manajemen pendidikan untuk dijadikan bahan kajian mengenai pembelajaran
kreatif
2. Manfaat Praktis
a. Dapat digunakan sebagai
acuan atau standar untuk menerapkan manajemen pembelajaran.
b. Dapat digunakan sebagai
bahan evaluasi bagi guru untuk pengembangan profesi
c. Dapat dijadikan acuan
bagi Kepala Sekolah dalam menentukan kebijakan Sekolah yang tekait dengan manajemen
pembelajaran.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Kajian Teori
1. Pengelolaan
Pembelajaran
a. Pengertian
Pengelolaan
Pengelolaan bisa dikatakan pengorganisasian
sesuai dengan pendapat Terry (1994:4) bahwa pengelolaan sebagai suatu proses
yang membedakan atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,
pelaksanaan dan pengawasan dengan
memanfaatkan baik ilmu maupun seni agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Manajemen berupa bentuk pengelolaan
menurut Follet (dalam Nanang Fattah 2011:3)
mendefinisikan manajemen sebagai seni untuk melaksanakan pekerjaan melalui
orang orang (The art of getting things
done through people). Karena berdasarkan kenyataan,manajemen mencapai
tujuan organisasi dengan cara mengatur orang lain.
|
Berdasarkan uraian di atas dapatlah
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengelolaan adalah suatu rangkaian
kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan
pengawasan yang bertujuan menggali dan memanfaatkan sumber daya alam yang
dimiliki secara efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditentukan.
b. Definisi Pembelajaran
Pembelajaran bisa berjalan jika dilakukan secara
terorganisasi, menurut Hamdani (2011:17) mendefinisikan pembelajaran pada
hakikatnya merupakan suatu proses, yaitu proses mengatur dan mengorganisasikan
lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong
siswa melakukan proses belajar.
Konsep pembelajaran adalah berupa rancangan
dalam suatu proses, menurut Corey (dalam Sagala 2013:61) adalah suatu proses
dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut
serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau
menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset
khusus dari pendidikan.
Pembelajaran berupa interaksi antara guru dan
siswa, hal ini sesuai dengan UUSPN no. 20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran merupakan proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar,
sedangkan Hamalik (2001 : 57) mendefinisikan pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan dan prosedur yang mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran.
Mengajar adalah tugas guru dan merupakan hak
siswa untuk mendapatkan pembelajaran, dalam Suyono (2012:16) secara
konvensional pengajaran dipandang bersifat mekanistik dan merupakan otonomi
guru untuk mengajar, guru menjadi pusat kegiatan. Dari pandangan itu guru
terdorong menyampaikan informasi seluas luasnya dengan metode yang bervariasi
secara terarah dan sekali kali dilakukan diskusi.
Berdasarkan pengertian di atas dapatlah disimpulkan bahwa pembelajaran itu adalah
merupakan suatu penataan atau pengaturan kegiatan dalam proses menuntut ilmu, atau suatu usaha yang dengan sengaja dilakukan guna mencapai
tujuan pengajaran atau upaya mendayagunakan potensi kelas.
c.
Definisi Pengelolaan Pembelajaran
Mengelola pembelajaran dilakukan oleh guru,
menurut Majid (2012:111) mendefinisikan pengelolaan Pembelajaran adalah
merupakan suatu proses penyelenggaraan interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran berada
dalam 4 variabel, yaitu: 1) variabel pertanda berupa pendidik; 2) variabel
konteks berupa peserta didik; 3) variabel proses; dan 4) variabel produk.
Guru harus menciptakan suasana yang
menyenangkan dalam pembelajaran, Suyono (2011:238) berpendapat bahwa dalam
pengelolaan pembelajaran seorang guru wajib menciptakan suasana pembelajaran
sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, mengemukakan
pendapat, berdebat dan berdiskusi, berbuat dan melakukan sesuatu, menunjukkan
dan mendemonstrasikan, berkarya, berketrampilan, berfikir kritis dan aktif,
memecahkan masalah, evaluasi keberhasilan diri dan mampu mereflesi.
Pengelolaan pembelajaran meliputi beberapa
tahap, yang dijelaskan dalam Sagala (2013:136) dimana pengelolaan pembelajaran
merupakan proses untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan
pembelajaran diperlukan proses panjang yang dimulai dengan perencanaan,
pengorganisasian dan penilaian. Perencanaan meliputi kegiatan menetapkan apa yang
ingin dicapai, bagaimana mencapai, waktu dan dan personel yang diperlukan.
Sedang pengorganisasian merupakan pembagian tugas kepada personel yang terlibat
dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran, pengkoordinasian, pengarahan dan
pemantauan. Evaluasi sebagai proses dilaksanakan untuk mengetahui ketercapaian
tujuan yang telah dicanangkan, faktor pendukung dan penghambatnya.
Berdasarkan
pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa pengelolaan pembelajaran adalah
kegiatan yang dimulai
dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan penilaian
pelaksanaan pembelajaran agar mencapai hasil belajar yang efektif. Pengelolaan pembelajaran
merupakan proses mencapai tujuan pembelajaran. Dalam mencapai tujuan
pembelajaran diperlukan proses panjang yang dimulai dengan perencanaan,
pengorganisasian dan penilaian. Perencanaan meliputi kegiatan menetapkan apa
yang ingin dicapai, bagaimana mencapai, waktu dan dan personel yang diperlukan.
Sedang pengorganisasian merupakan pembagian tugas kepada seseorang yang terlibat dalam
usaha mencapai tujuan pembelajaran, pengkoordinasian, pengarahan dan
pemantauan. Evaluasi sebagai proses dilaksanakan untuk mengetahui ketercapaian
tujuan yang telah dicanangkan, faktor pendukung dan penghambatnya.
d. Ciri-ciri
pengelolaan pembelajaran
Ciri-ciri pengelolaan pembelajaran menurut
Hamdani (2011:47) yaitu :
1.
Dilakukan
secara sadar dan direncanakan secara sistematis.
2.
Dapat
membuat siswa siap menerima pembelajaran baik secara fisik maupun psikologis.
3.
Dapat
menyediakan bahan belajar yang menarik perhatian dan menantang siswa dan dapat
menggunakan alat batu belajar yang tepat dan menarik.
4.
Dapat
menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar dan dapat menciptakan
suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa.
5.
Menekankan
keaktifan siswa.
e. Prinsip
pengelolaan pembelajaran
Prinsip pengelolaan pembelajaran menurut
Sagala (2013:136), yaitu :
1.
Berpusat
pada siswa
2.
Pembalikan
makna belajar
3.
Belajar
dengan melakukan
4.
Mengembangkan
kreatifitas siswa
5.
Mengembangkan
pengetahuan sosial, teknologi
6.
Mengembangkan
kemandirian dan kerjasama siswa
f. Aspek-aspek
pengelolaan pembelajaran
1. Perencanaan
a) Pengertian
Perencanaan
menempati urutan pertama dalam pengelolaan pembelajaran kelas inklusi, karena
sebelum kegiatan dilaksanakan harus disusun terlebih dahulu perencanaan yang
matang. Perencanaan mengarahkan organisasi untuk mencapai tujuan.
Perencanaan dalam
konteks pembelajaran didefinisikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran,
penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran,
dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa
tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Majid, 2012:18).
Merencanakan program
pengelolaan pembelajaran merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan dalam proses
belajar selama pembelajaran berlangsung yang mencakup; merumuskan tujuan,
menguraiakan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar,
memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian
penguasaan tujuan (Hamdani,2011:57).
Menurut UU No 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 17 ayat
20, perencanaan proses
pembelajaran meliputi penyusunan
silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang memuat
sekurang-kurangnya tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar dan penilaian
hasil.
Perencanaan
adalah proses dimana cita-cita dijabarkan kedalam tindakan. Langkah-langkah
spesifik dan realistik disusun untuk mencapai cita-cita (Kholis, 2009:38).
Perencanaan
adalah proses penentu tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan
jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Didalam perencanaan
pembelajaran terdapat 3 kegiatan yang tidak bias dipisahkan satu sama lain,
yaitu: (1) perumusan tujuan yang ingin dicapai; (2) pemilihan program untuk
mencapai program tersebut; (3) identifikasi dan pengerahan sumber yang
jumlahnya selalu terbatas (Fattah, 2011:49).
Berdasarkan
pengertian di atas dapat disimpulkan perencanaan pembelajaran adalah penentuan
tujuan melalui pendayagunaan unsur-unsur guru, peserta didik, fasilitas,
kurikulum dengan tujuan membantu siswa atau peserta didik agar ia dapat belajar
dengan mudah sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Perencanaan
pembelajaran dalam pembelajaran inklusi mencakup tentang penetapan tujuan yang
akan dicapai oleh program, sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
program dalam hal ini pengembangan
kurikulum, ketersediaan sarana dan prasarana, guru dan siswa.
b) Dimensi-dimensi
Perencanaan
Dimensi
Perencanaan pembelajaran berkaitan dengan cakupan dan sifat-sifat dari beberapa
karakteristik. Menurut Harjanto (dalam Abdul Majid, 2012:18-19), memungkinkan
diadakannya perencanaan komprehensif yang menalar dan efisien, berikut
dimensi-dimensi perencanaan, yaitu:
1) Siknifikansi
Tingkat keakuratan pada tujuan pendidikan
berdasarkan kriteria dalam proses perencanaan.
2) Feasibilitas
Pertimbangan realistik baik berkaitan dengan
biaya maupun implementasinya
3) Relevansi
Memungkinkan penyelesaian persoalan lebih
spesifik pada waktu yang tepat.
4)
Kepastian
dan ketelitian
Untuk mengurangi hal-hal yang tidak diduga, dan
dilakukan perencanaan secara sensitif dalam kaitan yang pasti.
5) Adaptabilitas
Perencanaan bersifat dinamis, sehingga senantiasa
mencari informasi sebagai umpan balik.
6)
Waktu
dan monitoring
c) Isi Perencanaan
pembelajaran
Abdul Majid (2012:20) Perencanaan
pembelajaran yang baik perlu memuat :
1)
Tujuan
apa yang diinginkan, atau bagaimana cara mengorganisasi aktifitas belajar.
2)
Program
dan layanan
3)
Tenaga
manusia, mencakup car-cara mengembangkan prestasi, spesialisasi, perilaku, dan
kompetensi.
4)
Bangunan
fisik mencakup cara-cara penggunaan pola distribusi kaitannya dengan
pengembangan psikologis.
5)
Struktur
organisasi
6)
Konteks
sosial atau elemen-elemen lainnya.
7)
Manfaat
Perencanaan pembelajaran
d) Manfaat
perencanaan pembelajaran
Menurut Abdul majid (2012:22) manfaat
perencanaan,yaitu :
1)
Sebagai
petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan
2)
Sebagai
pola dasar dalam mengatur tugas
3)
Sebagai
pedoman kerja bagi setiap unsur
4)
Untuk
bahan penyusunan data dan untuk menghemat waktu.
Menurut Nur Kholis (2009:40) manfaat
perencanaan meliputi ;
1) Kontrol akan
lebih efektif
2) Segala sesuatu
dapat dikoordinasikan, diarahkan dan dikontrol dengan mudah.
3) Kecil kemungkinan
akan terhambatnya proses pelaksanaan.
e) Langkah – langkah
perencanaan
Menurut Nur Kholis (2009:46-48)
langkah-langkah pembelajaran, meliputi :
1)
Mengumpulkan
dan menganalisa fakta-fakta tentang situasi yang ada
2)
Menentukan
sasaran (hasil yang diinginkan)
3)
Mengembangkan
alternatif
4)
Mencari
konsekuensi negatif. Mengecek ulang sasaran dan strategi yang dirumuskan diawal
untuk menjamin reliabilitas
5)
Menentukan
landasan berpijak
6)
Mengembangkan
strategi (prioritas, ukuran dan waktu)
7)
Menentukan
standart. Standart ini menyatakan apa yang akan diukur dan kapan pengukuran
dilakukan.
2. Pelaksanaan
Pembelajaran
Pembelajaran
dilaksanakan oleh guru dalam kurun waktu yang sudah ditentukan dalam kurikulum,
menurut Mulyasa (2006:213) bahwa pelaksanaan
pembelajaran pada hakekatnya
merupakan perencanaan jangka pendek
untuk memperkirakan apa
yang akan dilakukan
dalam pembelajaran. Rencana pelaksanaan
pembelajaran merupakan upaya
untuk memperkirakan tindakan yang
akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.
Rencana
pelaksanaan pembelajaran merupakan rencana
pembelajaran yang bersifat
jangka pendek untuk memperkirakan
apa yang akan
dilakukan dalam pembelajaran, yang artinya dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran terdapat komponen
yang harus disusun
oleh guru yang mencakup identifikasi mata pelajaran, standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi
ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber
belajar.
Pelaksanaan pembelajaran
merupakan implementasi dari
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran. Menurut Rusman
(2010:10-13), untuk pelaksanaan kegiatan pembelajaran
guru harus memperhatikan
hal-hal mulai dari :
a) Kegiatan pendahuluan
Pendidikan merupakan
kegiatan awal dalam
suatu pertemuan pembelajaran yang
ditujukan untuk membangkitkan
motivasi dan memfokuskan perhatian
peserta didik untuk
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
b) Kegiatan inti
Kegiatan inti
merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar kegiatan
pembelajaran dilakukan secara
interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang memotivasi
peserta didikuntuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang
cukup prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini
dilakukan secara sistematis/sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi.
Kegiatan ini
memunculkan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan
sesuai dengan rencana yang sudah dirancang sehingga memudahkan siswa untuk
menerima materi pelajaran dengan mudah dan mampu untuk mengapresiasikannya
menjadi nilai hasil evaluasi yang baik.
c) Kegiatan Penutup.
Penutup merupakan
kegiatan yang dilakukan
untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dilakukan dalam
bentuk rangkuman,umpan balik, serta tindak lanjut. Dalam kegiatan penutup siswa
melakukan kesimpulan akan materi yang sudah dibahas dengan bimbingan guru.
Secara teknis
pelaksanaan kegiatan pembelajaran atau
KBM menampakkan pada
beberapa hal, yaitu pengelolaan tempat belajar/ruang kelas,
pengelolaan bahan pelajaran, pengelolaan kegiatan dan
waktu, pengelolaan siswa,
pengelolaan sumber belajar
dan pengelolaan perilaku mengajar. (Muslich. 2007:72),
Untuk dapat
mengetahui apakah pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien tentulah
diketahui dari pelaksanaan pembelajarannya. Guru selain bertugas mengajar, di
Sekolah Dasar guru juga melaksanakan layanan bimbingan dan konseling terhadap
seluruh siswa di kelas yang menjadi tanggung jawabnya, terlebih untuk siswa
yang berkebutuhan khusus, mereka mempunyai karakter tertentu yang perlu mendapatkan
pelayanan yang tepat.
Kepala Sekolah
sebagai seorang pemimpin juga bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan
pembelajaran yang akan, sedang, dan sudah berlangsung (Wahyosumidjo, 2002:203). Dengan demikian pelaksanaan pembelajaran
inklusi meliputi kegiatan pembelajaran dan bimbingan dan konseling.
a) Kegiatan
Pembelajaran
Model
pembelajaran yang sering digunakan guru dalam pelaksanaan pembelajaran yang
umum di sistem Sekolah Dasar menurut Hamdani (2011:86), yaitu:
1)
Model
Role playing
2)
Model
Cooperative Script
3)
Model
picture and Picture
4)
Model
pemecahan masalah
5)
Model
numbered Heads Together
6)
Model
Group Investigation
7)
Model
jigsaw
8)
Model
Team Games Tournament(TGT)
9)
Model
Student Teams Achievement Divisions
(STAD)
Pemilihan model
pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran sangat penting untuk menentukan arah
tujuan pembelajaran yang dilakukan. Di dalam pembelajaran inklusi model
pembelajaran PAKEM sangatlan efektif , ada 8 dasar model pembelajaran PAKEM
(Hamdani,2011:106) yaitu:
1)
Memahami
sifat yang dimiliki anak.
2)
Mengenal
anak secara perorangan
3)
Memanfaatkan
perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
4)
Mengembangkan
kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah.
5)
Mengembangkan
ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik.
6)
Memanfaatkan
lingkungan sebagai sumber belajar.
7)
Memberikan
umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar.
8)
Membedakan
antara aktif fisik dan aktif mental.
b) Bimbingan Dan
Konseling
Sejalan dengan
aspek-aspek perkembangan siswa, layanan bimbingan di Sekolah Dasar mencakup:
(a) layanan bimbingan belajar; (b) bimbingan pribadi; (c) bimbingan sosial dan
(d) bimbingan karir. Ada kelompok populasi khusus yang menuntut layanan
bimbingan secara khusus pula, yaitu kelompok anak berbakat, berkesulitan
belajar, dan siswa dengan perilaku bermasalah. Layanan bimbingan di Sekolah
Dasar lebih banyak terkait dan terpadu dengan proses pembelajaran.
Secara formal
kadudukan bimbingan dalam Sistem Pendidikan diIndonesia telah digariskan di
dalam Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta
perangkat Peraturan Pemerintahnya. Hal-hal yang berkenaan dengan pendidikan
Dasar, dimana Sekolah Dasar di dalamnya dibicarakan secara khusus dalam PP No.
28 tahun 1989. Pada pasal 25 dalam PP tersebut dikatakan bahwa: (a) Bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan kepada riswa dalam rangka upaya menemukan
pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan; (b) Bimbingan
diberikan oleh guru pembimbing.
3. Evaluasi
Evaluasi adalah
berupa penilaian yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari perencanaan yang
sudah dibuat, menurut Ralp Tyler (dalam Arikunto 2011:3) mengatakan bahwa
“Evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh
mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai”.
Pendapat diatas
diperkuat Purwanto (2011:1), yang mendefinisikan evaluasi adalah pengambilan keputusan
berdasarkan hasil pengukuran dan standart kriteria. Evaluasi diharapkan akan
menjadi umpan balik untuk program yang telah dijalankan dan memberikan
informasi yang diperlukan untuk menjalankan program dimasa yang akan datang .
Evaluasi
digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa, menurut Hamdani (2011:298) mendefinisikan
evalusi pembelajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi data
mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau
menafsirkanya menjadi nilai berupa data kaulitatif atau data kuantitatif sesuai
dengan standart tertentu .
Penilaian
berbasis kelas menggunakan penilaian sebagai assessment yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh dan
mengefektifkan informasi tentang hasil belajar siswa pada tingkat kelas selama
dan setelah kegiatan belajar mengajar (Majid, 2012;185).
Berdasarkan
batasan-batasan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa evaluasi secara umum dapat
diartikan sebagai proses
sistematis untuk menentukan
nilai sesuatu (tujuan, kegiatan,
keputusan, proses, orang, maupun objek) berdasarkan kriteria tertentu
a) Tujuan Evaluasi
Tujuan evaluasi menurut Suryobroto (2004 : 26), yaitu untuk ;
1)
Memperoleh
dasar bagi pertimbangan apakah pada akhir suatu periode kerja pekerjaan
tersebut berhasil
2)
Menjamin
cara kerja yang efektif dan efisien
3)
Memperoleh
fakta-fakta tentang kesukarankesukaran dan untuk menghindarkan situasi yang
dapat merusak
4)
Memajukan
kesanggupan para guru dan orang tua murid dalam mengembangkan organisasi
sekolah
Tujuan Penilaian menurut Majid
(2012:187-188), yaitu:
1)
Penelusuran
(Keeping track), yaitu menelusuri
agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan rencana.
2)
Pengecekan
(Cheking–up), yaitu untuk mengecek
adakah kelemahan yang dialami anak didik dalam proses pembelajaran.
3)
Pencarian
(Finding-Out), yaitu mencari dan
menemukan hal-hal yang menyebabkan kelemahan atau kesalahan dalam proses
pembelajaran
4)
Penyimpulan
(Summing-up), yaitu menyimpulkan
apakah siswa telah menguasai seluruh kompetensi yang ditetapkan dalam rencana
atau belum.
b) Jenis-jenis
Evaluasi Pembelajaran
Ada beberapa jenis evaluasi, menurut
Daryanto (2005:11-14), yaitu :
1)
Evaluasi
formatif
2)
Evaluasi
sumatif
3)
Evaluasi
penempatan
4)
Evaluasi
diagnosa
Ragam penilaian menurut Majid
(2012:195), yaitu :
1)
Tes
Tertulis, merupakan tes dalam bentuk tulisan baik soal maupun jawaban.
2)
Penilaian
kinerja (Performance Assessment),
penilaian dengan berbagai macam tugas dan situasi dimana siswa diminta untuk
mendemonstrasikan pemahaman dan pengaplikasian pengetahuan yang mendalam, serta
ketrampilan dalam berbagai macam konteks.
3)
Penilaian
portofolio, merupakan kumpulan atau berkas pilihan yang dapat memberikan
informasi bagi suatu penilaian.
4)
Penilaian
proyek, berupa tugas yang harus diselesaikan dalam periode tertentu.
5)
Penilaian
hasil kerja (product Assessment),
merupakan penilaian terhadap ketrampilan siswa dalam membuat suatu produk dan
kualitas produk itu.
6)
Penilaian
sikap, digunakan untuk mengetahui faktor-faktor psikologi siswa dalam belajar.
7)
Penilaian
diri (self Assessment), penilaian
yang dilakukan oleh guru dan siswa itu sendiri untuk kepentingan proses
pembelajaran.
c) Fungsi dan
Manfaat Evaluasi Pembelajaran
Fungsi Penilaian menurut Majid
(2012:188-289), yaitu :
1)
Fungsi
motivasi, penilaian hendaknya mendorong motivasi siswa untuk giat belajar.
2)
Fungsi
belajar tuntas, penilaian diarahkan untuk memantau ketuntasan belajar siswa.
3)
Fungsi
sebagai indikator efektifitas belajar, penilaian digunakan untuk melihat
seberapa jauh proses belajar mengajar berhasil.
4)
Fungsi
umpan balik, penilaian dianalisis oleh guru sebagai bahan umpan balik bagi
siswa dan guru itu sendiri.
Manfaat evaluasi, yaitu :
1) Bagi siswa untuk
memotivasi belajar siswa agar lebih giat
2) Bagi guru untuk
mengetahui evektifitas mengajarnya dan merupakan cermin hasil pembelajran guru
3) Bagi sekolah
untuk bentuk pertanggung jawaban kepada orang tua siswa dan merupakan paparan
informasi hasil belajar siswa serta percerminan prestasi sekolah
4) Bagi masyarakat
untuk memberi penilaian kepada sekolah agar dipercaya untuk memilih sekolah
itu.
5) Bagi pemerintah
untuk menyusun dan mengetahui mutu hasil belajar siswa.
g. Hambatan-hambatan
dalam Pengelolaan Pembelajaran
1. Hambatan Intern
Hambatan internal
dalam pembelajaran sering muncul dari dalam siswa itu sendiri, menurut Dimyati
dan Mudjiono (2006:239-247) diantaranya adalah sebagai berikut:
a)
Sikap
terhadap belajar
b)
Motivasi
belajar
c)
Konsentrasi
belajar
d)
Mengolah
bahan ajar
e)
Menyimpan
perolehan hasil belajar
f)
Rasa
percaya diri
g)
Tingkat
kecerdasan
h)
Kebiasaan
siswa
i)
Cita-cita
siswa
j)
Kondisi
fisik maupun mental
2. Hambatan Ekstern
Hambatan eksternal
dalam pembelajaran yang sering
muncul dan berpengaruh pada aktivitas pembelajaran, menurut Dimyati dan
Mudjiono (2006:239-247) diantaranya adalah sebagai berikut:
a)
Guru
sebagai Pembina belajar
b)
Sarana
dan prasarana tempat belajar
c)
Lingkungan
sosial
d)
Kurikulum
sekolah
e)
Orang
tua
2. Kelas Inklusi
a. Pengertian
Inklusi
Berdasarkan pasal
1 Peraturan Menteri pendidikan Nasional RI No 70 tahun 2009 tentang pendidikan
inklusi, disebutkan bahwa pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan
pendidikan yang member kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki
kelainan atau potensi kecerdasan untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran
dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada
umumnya.
Inklusi adalah
penyatuan anak-anak berkelainan kedala program-program sekolah umum. Inklusi dapat
berarti penerimaan anak-anak yang memiliki hambatan atau keterbatasan kedalam
kurikulum, lingkungan, interaksi sosial, dan konsep diri (visi misi sekolah).
(Smith 2009:45)
Pendidikan
inklusi dilakukan menurut jenis siswa kategori ABK, menurut Tarmansyah
(2009:76) mendefinisikan pendidikan
inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat rendah, sedang, tinggi dan
normal ke dalam kelas regular. Bahwa pembelajarannya disuatu kelas yang sama
dengan kondisi siswa yang beragam dalam segi intelektual, tingkah laku dan
sikap sosialnya.
Berdasarkan
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inklusi adalah pelayanan
pendidikan yang menerima anak dengan keanekaragamannya baik nerkebutuhan khusus
maupun kategori cerdas dan yang normal tanpa memandang perbedaan karakteristik
mereka. Dimana dalam pelaksanaannya memfasilitasi seluruh peserta didik untuk
mengembangkan kompetensi akademik maupun kompetensi lainnya sesuai dengan
potensi dan kemampuan yang dimiliki berdasar pada karakteristik masing-masing
siswa dalam satu kelas.
b. Tujuan
Pembelajaran Inklusi
Selanjutnya
tujuan pendidikan inklusi menurut Tarmansyah (2007:112-113), terbagi menjadi 4
yaitu:
1)
Bagi anak berkebutuhan khusus
a) Anak akan merasa menjadi bagian dari
masyarakat pada umumnya.
b) Anak akan memperoleh bermacam-macam sumber
untuk belajar dan bertumbuh.
c) Meningkatkan harga diri anak
d) Anak memperoleh kesempatan untuk belajar dan
menjalin persahabatan bersama teman yang sebaya.
2)
Bagi pihak sekolah
a) Memperoleh pengalaman untuk mengelola berbagai
perbedaan dalam satu kelas.
b) Mengembangkan apresiasi bahwa setiap orang
memiliki keunikan dankemampuan yang berbeda satu dengan lainnya.
c) Meningkatkan kepekaan terhadap keterbatasan
orang lain dan rasa empati pada keterbatasan anak.
d) Meningkatkan kemempuan untuk menolong dan
mengajar semua anak dalam kelas.
3)
Bagi guru
a) Membantu guru untuk menghargai perbedaan pada
setiap anak dan mengakui bahwa anak berkebutuhan khusus juga memiliki kemampuan.
b) Menciptakan kepedulian bagi setiap guru
terhadap pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
c) Guru akan merasa tertantang untuk menciptakan
metode-metode baru dalam pembelajaran dan mengembangkan kerjasama dalam
memecahkan masalah.
d) Meredam kejenuhan guru dalam mengajar
4)
Bagi masyarakat
a)
Meningkatkan
kesetaraan sosial dan kedamaian dalam masyarakat.
b) Mengajarkan kerjasama dalam masyarakat dan
mengajarkan setiap anggota masyarakat tentang proses demokrasi.
c) Membangun rasa saling mendukung dan saling membutuhkan
antar anggota masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan inklusi
yang ingin dicapai adalah tujuan bagi anak berkebutuhan khusus, bagi pihak
sekolah, bagi guru, bagi orang tua dan bagi masyarakat.
c. Prinsip-prinsip Pembelajaran
Inklusi
1) Prinsip
pemerataan dan peningkatan mutu
Pembelajaran inklusi merupakan salah
satu strategi upaya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan karena bisa
,menampung semua anak yang belum terjangkau oleh layanan pendidikan khusus.
Merupakan strategi peningkatan mutu karena model pembelajaran menggunakan
metode yang bervariasi.
2) Prinsip kebutuhan
individual
Setiap anak memiliki kemampuan dan
kebutuhan yang berbeda karena itu pembelajaran harus diusahakan untuk
menyesuaikan dengan siswa. Sehingga kebutuhan individual siswa bisa tertampung
dalam kelas inklusi ini.
3) Prinsip
kebermaknaan
Pembelajaran inklusi harus menciptakan
dan menjaga komunitas kelas yang ramah, menerima keanekaragaman dan perbedaan.
Dari hal ini kebermaknaan sangatlah terlihat.
4) Prinsip keberlanjutan
Pembelajaran inklusi diselenggarakan
berkelanjutan pada semua jenjang pendidikan sehingga anak yang tertampung dalam
kelas inklusi nantinya bisa mengembangkan kemampuannya.
5) Prinsip
keterlibatan
Penyelenggaraan pendidikan inklusi
harus melibatkan seluruh komponen pendidik terkait.
d. Komponen Penyelenggara
Pendidikan Inklusi
1) Kurikulum
Pendidikan
inklusi masih menggunakan kurikulum standart nasional, namun dalam praktiknya
kurikulum pada pendidikan inklusi dikembangkan dan disesuaikan kemampuan dan karakteristik siswa. Modifikasi
kurikulum dapat dilakukan oleh tim pengembang sekolah. Tujuan pengembangan
kurikulum yaitu :
a) Membantu siswa
dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar yang dialami
b) Membantu guru dan
orang tua dalam mengembangkan program pendidikan baik yang diselenggarakan
disekolah maupun diluar sekolah.
c) Menjadi pedoman
bagi sekolah dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan menyempurnakan
pembelajaran inklusi
Model kurikulum yang dikembangkan menurut
budiyanto,dkk (2010:75-78), yaitu :
a) Model duplikasi
yang artinya meniru atau menyamakan.
Model ini berarti mengembangkan atau
memberlakukan kurikulum untuk siswa berkebutuhan khusus secara sama atau serupa
dengan kurikulum yang digunakan siswa normal. Model duplikasi dapat diterapkan
pada empat komponen utama kurikulum, yaitu tujuan, isi, proses dan evaluasi.
b) Model modifikasi
berarti mengubah atau disesuaikan.
Model modifikasi berarti cara
pengembangan kurikulum dengan memodifikasi kurikulum umum dirubah untuk
disesuaikan dengan kemampuan siswa berkebutuhan khusus. Salah satunya adalah
model akomodatif yaitu model kurikulum yang dimodifikasi sesuai dengan
kebutuhan anak berkebutuhan khusus.Modifikasi dapat dilakuakan pada strategi
pembelajaran, jenis penilaian maupun program lainnya.
c) Model subtitusi
berarti mengganti.
Subtitusi berarti mengganti sesuatu
yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu yang lain. Penggantian dilakukan
karena hal tersebut tidak mungkin diberlakukan kepada siswa berkebutuhan khusus
tetapi masih bisa diganti dengan yang lain yang sepadan.
d) Model omisi
berarti menghilangkan.
Omisi berarti upaya untuk
menghilangkan sesuatu dari kurikulum umum karena hal tersebut tidak mungkin
diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus.
Kurikulum yang
digunakan dalam pelaksanaan kelas inklusi di SD Negeri Ronggo 03 menggunakan
Kurikulum standart Nasional namun dengan modifikasi model akomodatif. Kurikulum
modifikasi ini dibuat untuk menyesuaikan dengan karakteristik anak yang
berkebutuhan khusus.
2) Tenaga Pendidik
Pendidik adalah
tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan (UU No.20 tahun 2003). Tenaga pendidik adalah pendidik professional
yang memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih
, menilai pada satuan pendidikan tertentu. Dalam program pembelajaran inklusi, tenaga pendidik
meliputi: guru kelas, guru mapel, guru pembimbing khusus.
a) Tugas guru kelas
dan Guru mata Pelajaran
(1) Menciptakan iklim
belajar yang kondusif sehingga siswa merasa nyaman belajar.
(2) Menyusun dan
melaksanakan program pembelajaran dan assesmen pada semua siswa untuk
mengetahui kemampuan dan kebutuhannya.
(3) Melaksankan
kegiatan belajar mengajar dan melakukan penilaian
(4) Memberi program
remidi, pemgayaan bagi siswa yang membutuhkan.
(5) Melaksanakan
administrasi kelas sesuai bidangnya.
b) Tugas Guru
Pembimbing Khusus
(1) Menyusun
instrument assesmen pendidikan bersama – sama dengan guru kelas.
(2) Membangun system
koordinasi antara guru, pihak sekolah dan orang tua
(3) Melaksanakan
pendampingan anak berkebutuhan khusus pada kegiatan pembelajaran
(4) Memberikan
bantuan layanan khusus bagi peserta didik yang berkelainan
Guru pembimbing
Khusus di SD Negeri Ronggo 03 belum tersedia, atau masih diampu oleh guru lain
yang belum mempunyai kemampuan spesifikasi di bidang kelas inklusi.
e. Model Pembelajaran
Inklusi
1) Kelas regular
(inklusi penuh)
Dalam lingkup penyelenggara pendidikan
sekolah kelas regular berarti anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan
anak normal lainnya sepanjang hari secara umum dengan menggunakan kurikulum
yang sama.
2) Bentuk kelas
regular dengan cluster
Bentuk kelas ini berarti anak
berkebutuhan khusus bersama anak normal lainnya belajar bersama di kelas
regular/umum dalam kelompok khusus.
3) Bentuk kelas
regular dengan pull out
Anak berkebutuhan khusus belajar
bersama dengan anak normal lainnya dikelas regular/umum namun dalam waktu –
waktu tertentu ditarik dari kelas regular keruang sumber belajar untuk belajar
dengan guru pembimbing khusus.
4) Bentuk kelas
regular dengan cluster dan pull out
Anak berkebutuhan khusus belajar
dengan anak normal lainnya dikelas umum/regular dalam kelompok khusus dan dalam
waktu – waktu tertentu ditarik dari kelas regular keruang sumber belajar untuk
belajar dengan guru pembimbing khusus.
5) Bentuk kelas
khusus dengan berbagai pengintegrasian
Anak berkelainan belajar dikelas
khusus pada sekolah regular, namun dalam bidang – bidang tertentu dapat belajar
dengan anak normal lainnya di kelas regiler
6) Bentuk kelas
khusus penuh disekolah regular
Anak berkelainan belajar didalam kelas
khusus pada sekolah regular. Sudah ada ruang khusus bagi anak yang mempunyai
kelainan belajar.
Kenyataan yang terjadi di SD Negeri
Ronggo 03 adalah menggunakan bentuk kelas Inklusi Penuh, karena ada beberapa
kendala yang harus didiperbaiki dan di benahi.
f. Ciri – ciri Sekolah
Inklusi
Budiyanto
(2005:157), mengemukakan lima ciri pembelajaran di kelas inklusi yaitu:
1)
Pendidikan inklusi menciptakan dan
menjaga komonitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman dan menghargai
perbedaan.
2)
Pendidikan inklusi berarti penerapan
kurikulum yang multi level dan multi modalitas.
3)
Pendidikan inklusi berarti menyiapkan
dan mendorong guru untuk mengajar secara interaktif.
4)
Pendidikan inklusi berarti menyediakan
dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan
yang berkaitan dengan isolasi profesi.
5)
Pendidikan inklusi berarti melibatkan
orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan.
g. Anak Berkebutuhan
Khusus
1) Pengertian ABK
Menurut Permenneg
PP dan PA No.10 tahun 2011 Anak
Berkebutuhan Khusus adalah
anak yang mengalami keterbatasan/keluarbiasaan baik
fisik, mental-intelektual, sosial,
maupun emosional yang berpengaruh
secara signifikan dalam
proses pertumbuhan dan
perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
Kategori ABK
berupa kelainan maupun mempunyai kekurangan, menurut Effendi (2006:2), anak berkebutuhan
khusus merupakan anak yang mengalami kelainan/penyimpangan fisik, mental,
maupun karakteristik perilaku sosialnya.
Berdasarkan
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang mengalami kelainan/penyimpangan baik fisik, mental, emosi maupun karakter
sosialnya yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan dirinya dibanding
dengan anak lainnya.
2) Jenis dan
Klasifikasi Anak berkebutuhan khusus
|
a)
TunaNetra
b)
TunaRungu
c)
Tunawicara
d)
Tunadaksa
e)
Tunagrahita
f)
Tunalaras
|
a) Tunanetra
b) Tunarungu
c) Tunagrahita
d) Tundadaksa
e) Tunalaras
f) Tunawicara
Dalam
kenyataannya di SD Negeri Ronggo 03 Kecamatan jaken Kabupaten Pati dalam hal
ini yang melaksanakan kelas Inklusi hanya khusus kelas IV, ada beberapa
kalsifikasi diatas yang terdapat di kelas inklusi di SDN Ronggo 03 Kecamatan
Jaken Kabupaten Pati, yiatu:
a) Lamban Belajar ( Slow learner )
Anak ini memeliki
potensi intelektual di bawah anak normal. Mereka lambat dalam berfikir,
menerima respon, dan adaptasi lingkungan. Anak lambat belajar kondisi fisiknya
normal, dari sisi perilaku cenderung diam, pemalu dan menyendiri. Anak lambar
belajar memiliki karakteristik :
(1) Kemampuan dibawah
rata- rata dari siswa se kelas
(2) Memiliki
kecanggungan dalam interaksi sosial
(3) Memiliki
kesulitan dalam menerima perintah
(4) Mempunyai
pandangan buruk mengenai dirinya sendiri
(5) Mengerjakan
sesuatu secara terlambat
(6) Tidak memiliki
tujuan dalam menjalani kehidupan
(7) Lambat dalam penguasaan
sesuatu
b) Kesulitan Belajar
( Learning Disabilities )
Kesulitan Belajar
berarti suatu gangguan pada satu atau lebih proses psikologis dasar yang
meliputi pemahaman dan penggunaan bahasa lisan atau tertulis yang dapat
diwujudkan dengan kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengar, berfikir,
berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung. (Smith. 2009:75)
Kesulitan belajar
bisa juga dikatakan gangguan belajar, hal ini sesuai pendapat Somantri
(2006:196), bahwa kesulitan belajar merupakan istilah yang merucut pada
keragaman suatu kelompok yang mengalami suatu gangguan yang terwujud dalam
kesulitan yang signifikan dan menimbulkan gangguan dalam proses belajar.
Gangguan belajar yang
terjadi pada siswa, menurut Jeffrey dkk (2005:156), yaitu:
(1) Diskalkulia ( Gangguan Matematika)
(2) Disgrafia (Ganguan Menulis)
(3) Disleksia (Gangguan membaca)
c) Tunanetra dalam
kategori Low Vision
Low Vision adalah memiliki kelainan pengelihatan
tetapi masih bisa melihat tulisan yang dicetak tebal atau besar. Ciri-ciri Low Vision yaitu :
(1) Menulis dan
membaca dalam jarak dekat
(2) Hanya dapat
membaca huruf berukuran besar atau tebal
(3) Sulit membaca
tulisan pada papan tulis
(4) Memincingkan mata
ketika melihat cahaya terang
(5) Terlihat tidak
menatap lurus ketika melihat sesuatu
d) Hiperaktif
Anak Hiperaktif
dalam dunia kesehatan disebut juga dengan istilah ADHD (Attention Dificit and Hyperactivity Disorder) atau gangguan
pemusatan perhatian. (Judarwanto 2009:1)
Anak Hiperaktif
adalah suatu peningkatan aktifitas motorik hingga pada tingkatan tertentu dan
menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi pada dua tempat dan suasana yang
berbeda. (Prasetyono 2008:100-101)
Ciri-ciri anak
hiperaktif dapat dilihat dari gejala-gejala sebagai berikut:
(1) Tidak bisa
tinggal diam ditempat
(2) Kesulitan dalam memfokuskan
perhatian
(3) Tidak bisa
bermain dengan tenang
(4) Tidak mau dan
enggan mendengarkan orang lain
(5) Tidak memberikan
perhatian terhadap sesuatu yang detail
B.
Penelitian yang Relevan
1)
Menurut Zalizan M. Jelas and manisah mohd Ali
dengan Jurnal Internasional yang berjudul “Inclusive
education in Malaysia: policy and practice”penelitian ini betujuan untuk untuk membahas
interpretasi kebijakan yang berkaitan dengan inklusi, kontradiksi dan terjemahan ke dalam praktek dalam konteks Malaysia; dan untuk berbagi pengalaman bagaimana konteks nasional menjelaskan dan membatasi praktek inklusif. Hasil penelitian membahas isu-isu bermasalah terkait dengan interpretasi dan pelaksanaan praktek inklusif di tingkat masyarakat dan sekolah. Hambatan inklusi juga dibahas dari perspektif konseptualisasi yang berarti dari kebutuhan pendidikan khusus dan bersaing pada prioritas sistem sekolah.
interpretasi kebijakan yang berkaitan dengan inklusi, kontradiksi dan terjemahan ke dalam praktek dalam konteks Malaysia; dan untuk berbagi pengalaman bagaimana konteks nasional menjelaskan dan membatasi praktek inklusif. Hasil penelitian membahas isu-isu bermasalah terkait dengan interpretasi dan pelaksanaan praktek inklusif di tingkat masyarakat dan sekolah. Hambatan inklusi juga dibahas dari perspektif konseptualisasi yang berarti dari kebutuhan pendidikan khusus dan bersaing pada prioritas sistem sekolah.
2)
Yong _Wook Kim
dengan penelitian berjudul “Inclusive
education in South Korea”. Tujuannya untuk menguji implementasi pendidikan inklusi di Korea Selatan dan mendiskusikan tantangan. Hasil penelitian ini membahas
secara khusus tentang pendidikan yang dijelaskan dan diikuti dengan pengenalan kebijakan yang relevan untuk pendidikan khusus dan inklusif, serta adanya diskusi kritis terhadap keadaan pendidikan inklusif dipandang dari sudut manfaat yang
dirasakan
dan
tantangan
oleh para guru
yang terlibat
dalam pelaksanaan pendidikan inklusif. Diskusi ini meluas lebih lanjut untuk memasukkan isu-isu yang lebih luas dan faktor yang berdampak pada keberhasilan pelaksanaan pendidikan inklusif.
3)
Kerstin Göransson
dalam penelitian berjudul “Inclusive
education in Sweden? Acritical analysis “ Tujuan penelitian ini menganalisis secara kritis dan membahas kebijakan dan praktek diberbagai
tingkat sistem sekolah di Swedia untuk
murid. Hasil
analisisnya yaitu: (1) nilai-nilai dan tujuan; (2) organisasi dan penempatan siswa; dan (3) pentingnya kategori dalam memperoleh dukungan.
4)
Sermsap Vorapoya
dan Diane Dunlap dalam penelitian yang berjudul “Inclusive education in Thailand: practices and challenges” Tujuan penelitian
ini memberi gambaran tentang sejarah
pendidikan khusus di Thailand dan Munculnya pendidikan inklusif atas kebijakan yang diambil. Untuk selanjutnya mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan inklusif ini hasilnya yaitu adanya temuan pada perspektif pimpinan sekolah dari sekolah inklusif yang mengungkapkan berbagai isu,
termasuk persepsi budaya
tentang kecacatan, kebijakan, pembiayaan inklusi dan kekhawatiran yang
menonjol lainnya.
5)
Lucy Bailey, Alefiya Nomanbhoy dan tida Tubpun
dalam penelitiannya yang berjudul “Inclusive
education: teacherperspectives from Malaysia” Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui aspek-aspek kendala dalam pendidikan inklusi di Malaysia. Hasil penelitian
ini menyimpulkan
bahwa
pengembangan profesional lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi kekurangan, serta mengingat kurangnya pendidik guru yang memadai di daerah, sehingga
nampaknya
tujuan pemerintah menerapkan pendidikan inklusif tetap menjadi tujuan yang jauh.
6)
Marloes Koster, Han Nakken,
Sip Jan Pijl & Els van Houten dalam penelitian
yang berjudul “Being part of the peer group: aliterature study focusing on the
socialdimension of inclusion in education”. Penelitian ini bertujuan untuk memaksimalkan interaksi antara siswa ABK dan regular pada umumnya yang
dianggap sebagai
aspek penting dari inklusi. Hasil penelitian ini yaitu menjelaskan konsep-konsep dan mengungkapkan fakta yang khas.
aspek penting dari inklusi. Hasil penelitian ini yaitu menjelaskan konsep-konsep dan mengungkapkan fakta yang khas.
7)
Tim Loreman dalam penelitian berjudul
“Measuring inclusive education outcomes in Alberta, Canada” Penelitian ini menjelaskan hasil tinjauan literatur sektor akademik dan publik pada pengukuran pendidikan inklusif dalam sistem yang besar. Tujuan penelitian ini untuk menyoroti
beberapa
hasil
yang diambil dari literatur internasional tentang
inklusi
yang mungkin
menjadi indikasi.
keberadaan dan
kualitas pendidikan inklusif dalam upaya untuk mengembangkan di negara Alberta, Kanada.
Relevansi
internasional
penelitian
ini mungkin
ditemukan
dalam proses
yang digunakan, tema di identifikasi, dan sumber daya yang berada. Sedangkan tujuan dari kajian ini adalah untuk mengidentifikasi hasil yang relevan dengan kontek Negara Alberta, Kanada yang sama dapat dilakukan untuk kontek internasional lainnya menggunakan temuan dari penelitian ini sebagai dasar.
8)
Patty Douglas,
dalam penelitian yang berjudul ‘Problematising’inclusion:
education and the question of autism”. Tujuan penelitian ini membahas apakah pendekatan
pemerintah dapat membantu (membuka) tentang permasalahan
terbaru pada pendidikan khusus di
Ontario. Hasil penelitian bahwa melalui analisis dokumen
sumber daya pemerintah dan laporan, penulis berpendapat bahwa mentalitas pemerintahan baru pada sekitar pendidikan inklusi di sekolah, hal ini beredar bersama-sama
dengan wacana keterlibatan orang tua.
9)
Barbara Pini dengan penelitian yang berjudul “Schooling elsewhere: rurality, inclusion and
education”. Tujuan penelitian ini juga
mengungkapkan kelemahan yang ada di sekolah-sekolah dipedesaan. Hasil penelitian
diketahui bahwa adanya beasiswa yang mencakup seperti kecacatan, etnis, seksualitas, gender untuk menghasilkan biografi
pendidikan yang sangat berbeda.
10) Goele Bossaert,
Hilde Colpin dengan penelitian yang berjudul “Truly included? A literature study focusing on the social dimension ofn
inclusion in education”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui konsep-konsep seperti integrasi, sosial, inklusi sosial
dan partisipasi sosial yang diklarifikasi berdasarkan
prasekolah dan sekolah dasar. Hasil peneltian bahwa studi ini menilai makna konsep-konsep untuk sampel sekolah menengah yang kemungkinan
perbedaan dengan prasekolah dan sekolah primer.
Dari pendapat
hasil penelitan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi di Negara–Negara
tetangga juga mengalami hambatan baik itu dalam sistem pemerintahan maupun dari
kondisi masyarakat itu sendiri. Dari konsep inklusi sendiri masih dianggap
rancu pada sebagain Negara yang melaksanakan pendidikan inklusi.
Maka peneliti
berpendapat bahwa pengelolaan pembelajaran inklusi yang diteliti di SD Negeri
Ronggo 03 mempunyai kesamaan dengan hasil penelitian sebelumnya, namun ada
beberapa perbedaan yaitu mengenai tujuan penelitian yang dilakukan. Tujuan
penelitian pengelolaan pembelajaran kelas inklusi di SD Negeri Ronggo 03
Kecamatan Jaken Kabupaten Pati adalah untuk mengetahui bagaimana proses
pengelolaan pembelajaran ini dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan
mengevaluasi hasil pembelajaran yang dilakukan.
Penelitian di SD Negeri Ronggo 03,
dalam pelaksanaan pembelajarannya terkendala dengan belum adanya guru khusus
bagi anak berkebutuhan khusus. Namun dari hasil wawancara yang dilakukan
peneliti, kendala-kendala yang ada bisa diatasi walau masih belum maksimal.
Sarana dan prasarana yang ada dikelas masih sebatas untuk mengajar siswa yang
normal, bagi siswa berkebutuhan khusus masih kurang dan perlu di tambah lagi.
BAB
III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis dan Desain
Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini
menggunakan bentuk penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif secara tipikal
berkaitan erat dengan observasi, partisipatoris, wawancara tidak tersetruktur, kelompok-kelompok
fokus, penelaah teks kualitatif dan berbagai teknik kebahasaan seperti
percakapan dan analisi wacara (Sutama, 2012:42-43), masalah penelitian
kualitatif dinyatakan dalam bentuk pernyataan penelitian atau pertanyaan
penelitian, tetapi tidak pernah dalam hiptesis.
Menurut Moleong
(2013:6) Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalkan perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan,dll secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa pada konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah. Ciri-ciri penelitian kualitatif yaitu :
a. Natural setting
|
b. Mementingkan
proses dari pada hasil
Penelitian kualitatif lebih mengutamakan proses
disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih
jelas apabila diamati dalam proses.
c. Pemusatan pada
deskripsi
Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata,
gambar dan bukan merupakan angka, dengan demikian, laporan penelitian ini
berisi kutipan data yang menggambarkan penyajian laporan penelitian.
d. Peneliti sebagai
alat utama riset
Peneliti sendiri merupakan alat pengumpul data
utama walaupun juga dibantu oleh orang lain. Hal ini dilakukan karena jika data
yang didapat menggunakan alat atau barang lain bukan manusia, maka sangat tidak
mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan di lapangan.
e. Analisis
data secara induksi
Analisis secara induksi dilakukan dengan
alasan yaitu (1) proses induksi lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan jamak
sebagai yang terdapat dalam data, (2) analisis induksi lebih dapat membuat hubungan
peneliti dengan responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan akuntabel, (3)
dapat mengurai latar secara penuh, (4) dapat menemukan pengaruh bersama yang
mempertajam hubungan-hubungan, (5) dapat menghitungkan nilai-nilai secara
eksplisit sebagai bagain darai struktur analitik.
f. Adanya batas yang
ditentukan oleh fokus
Batas dapat menentukan kenyataan jamak
yang kemudian mempertajam fokus, penetapan fokus lebih dekat dihubungkan oleh
interaksi antara peneliti dan fokus.
g. Hasil penelitian
dirundingkan dan disepakati bersama
Dalam penelitian kualitatif lebih
menghendaki agar pengertian dan hasil yang diperoleh dirundingkan dan
disepakati oleh orang yang dijadikan sumber data.
2. Desain Penelitian
Desain penelitian
merupakan rancangan penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
proses penelitian. Desain ini akan berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam
proses penelitian karena semua langkah-langkah dalam penelitian mengacu pada
desain yang telah dibuat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
naturalistik karena dilakukan pada kondisi yang alamiah. Hal ini dikarenakan
kenyataan bahwa metode penelitian ini sangat memahami aspek kemanusiaan dalam
metodologi dan lebih humanistik bagi peneliti sebagai instrumen (Sutama,
2012:85).
Metode yang
digunakan yaitu metode fenomenologis yaitu mencoba
menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari
oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan
dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau
memahami fenomena yang dikaji. Menurut Creswell (1998:54), Pendekatan
fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan
dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche
(jangka waktu). Konsep epoche adalah
membedakan wilayah data (subjek) dengan interpretasi peneliti. Konsep epoche menjadi pusat dimana peneliti
menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang
apa yang dikatakan oleh responden.
Sugiyono (2011:3)
bahwa metode penelitian pada dasarnya merupakan cara alamiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara alamiah dimaksud adalah apa
adanya , tidak dimanipulasi oleh peneliti, sehingga peneliti pada saat memasuki
obyek, berada di obyek atau keluar dari obyek, data relatif tidak berubah.
Sugiyono
(2010:18) menjelaskan proses atau alur yang ada pada desain penelitian yaitu:
a.
Sumber
masalah
b.
Rumusan
masalah
c.
Konsep
dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan
d.
Metode
penelitian
e.
Menyusun
instrument peneltian
f.
Kesimpulan
B.
Tempat dan waktu
Penelitian
1. Tempat Peneltian
Penelitian ini
dilakukan di SDN Ronggo 03, yang berada di Desa Ronggo Kecamatan Jaken
kabupaten Pati. SD Negeri Ronggo 03 merupakan SD yang letaknya 18 km dari Dinas
pendidikan kecamatan yang juga termasuk SD terpencil. Untuk mencapai SD Negeri
Ronggo 03 menggunakan alat transportasi pribadi yaitu berupa sepeda motor
maupun mobil, transportasi umum tidak ada.
Alasan peneliti
mengambil tempat di SD negeri Ronggo 03 sebagai tempat penelitian karena, yang
pertama: peneliti merupakan warga Desa Ronggo sendiri sehingga tempatnya lebih
dekat dengan SD, yang kedua: di SD Negeri Ronggo 03 terdapat siswa yang
mempunyai ciri-ciri anak berkebutuhan khusus, walaupun tidak satu kelas semua berkebutuhan
khusus hanya ada beberapa saja dan berada pada beberapa kelas, yang ketiga: sistem
pembelajaran reguler walau dalam kelas ada anak yang berkebutuhan khusus,
sehingga anak tersebut tidak mendapat pemebajaran yang nyaman, yang keempat:
tenaga pengajar atau guru di SD Negeri Ronggo 03 belum ada yang khusus dalam
menangani anak berkebutuhan khusus, semua merupakan guru kelas biasa yang tidak
memiliki ketrampilan khusus.
2. Waktu Peneltian
Penelitian ini
direncanakan selama 6 bulan yaitu dari bulan Oktober 2104 - Maret 2015. Selama
6 bulan peneliti melakukan mulai dari perencanaan pengumpulan data samapi
pelaksanaan pengumpulan data dan penyusunan data sampai menjadi tesis
penelitian.
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
No
|
Kegiatan
|
Okt
|
Nov
|
Des
|
jan
|
Feb
|
Mar
|
1
|
Proposal
|
v
|
|
|
|
|
|
2
|
Penyusunan
Instrumen
|
|
v
|
|
|
|
|
3
|
Pengumpulan
data
|
|
|
v
|
v
|
|
|
4
|
Analisis
Data
|
|
|
|
|
v
|
|
5
|
Penulisan
laporan
|
|
|
|
|
|
v
|
C.
Data, Sumber Data
dan Nara Sumber
1. Data Penelitian
Data dalam
penelitian ini yaitu data kualitatif yang berupa deskripsi dari beberapa sumber
data yang memberikan informasi sesuai dengan pokok penelitian. Sutama (2012:197-198),
data adalah kenyataan atau fakta yang telah diorganisaikan, tetapi belum diberi
penafsiran dan belum diproyeksikan kewaktu yang akan datang.
Data kualitatif
adalah data yang hadir dalam bentuk kata,kalimat, narasi, gambar yang berasal
dari lapangan. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan cara observasi,
wawancara mendalam dan metode dokumentasi..
2. Sumber Data
Sumber data menurut Moleong (2013:157-158)
adalah:
a. Kata-kata dan
tindakan (aktifitas)
Kata-kata dan
tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data
utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau perekam, foto
maupun audio tape. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara kepada subyek
penelitian atau pengamatan merupakan usaha gabungan dan kegiatan melihat,
mendengar dan bertanya, untuk menjaring informasi yang diperlukan.
b. Dokumen/sumber
tertulis
Sedang sumber
tertulis di dapat dari dokumen yang berkiatan dengan data yang diperlukan. Sumber tertulis ini dapat dibagi atas sumber
buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi.
c. Foto
Sekarang ini foto
lebih banyak dipakai sebagai alat untuk penelitian. Foto menghasilkan data
deskripsi yang cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaah dari segi
subyektif dan hasilnya dianalisis secara induktif.
d. Data statistik
Data statistik
juga digunakan sebagai sumber data tambahan, yaitu dapat meberi gambaran
tentang kecenderungan subyek pada latar penelitian.
3. Nara Sumber
Pentingnya nara
sumber sebagai kunci. Dilingkungan
peneliti yaitu Kepala sekolah,guru dan siswa. SD Negeri Ronggo 03 nara sumber yaitu 1
orang kepala sekolah, guru kelas ada 6 orang dan siswa kelas I-VI yaitu 140 siswa .
D.
Kehadiran
Peneliti
Peneliti sebagai
instrumen ( Moleong,2013:168) bahwa kedudukan peneliti dalam penelitian
kualitatif sekaligus sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, analisi data
dan sekaligus sebagai pelapor hasil penelitian.
Menurut Sugiyono
(2013:34) Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat peneliti
yaitu peneliti itu sendiri, yang berfungsi untuk menetapkan fokus penelitian,
memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan dan analisis data,
dan membuat kesimpulan.
E.
Teknik
Pengumpulan Data
1. Wawancara
mendalam (In depth Interview)
Wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu
pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban
atas pertanyaan. Maksud mengadakan wawancara menurut Lincoln dan Guba (dalam
Moleong 2013:186), yaitu mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi,
perasaan, motivasi, tuntutan dan keperdulian.
Wawancara mendalam
dilakukan peneliti untuk mengetahui semua informasi secara menyeluruh dan
subyektif dari sumber data yang diwawancarai. Sarjono (2014:65-66) Wawancara
mendalam dalam penelitian ini dilakukan terhadap masing-masing subyek
penelitian tentang persoalan-persoalan yang berkaitan dengan permasalahan
sampai didapat jawaban yang sejelas-jelasnya.
Wawancara
mendalam juga disebut sebagai wawancara tak terstruktur yang digunakan untuk
mempertanyakan sesuatu yang lebih mendalam lagi pada subyek penelitian, dalam hal
bertanya dan member respon jauh lebih bebas iramanya dan bisa keluar dari jenis
pertanyaannya. Dalam wawancara mendalam ini peneliti menyusun dahulu
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada sumber, wawancara dilakukan
seperti percakapan sehari-hari, dan biasanya berjalan lama dan memerlukan waktu
untuk pertemuan berikutnya.
Bentuk-bentuk
pertanyaan dalam wawancara mendalam menurut Patton dalam Moleong
(2013:192-193), yaitu :
a.
Pertanyaaan
yang berkaitan dengan pengalaman atau perilaku
b.
Pertanyaan
yang berkaitan dengan pendapat atau nilai
c.
Pertanyaan
tentang pengetahuan
d.
Pertanyaan
berkaitan dengan perasaaan dan indera serta latar belakang
Persiapan wawancara mendalam dilakukan melalui tahap-tahap berikut:
a. Menentukan siapa
yang akan diwawancarai
b. Mencari tahu
bagaimana cara yang sebaiknya untuk mengadakan kontak dengan responden
c. Mengadakan
persiapan yang matang untuk pelaksanaan wawancara
d. Pemberitahuan
kepada yang akan diwawancarai mengenai waktu wawancara.
2. Observasi yaitu
menghimpun data melalui pengamatan
Observasi adalah
dasar semua ilmu pengetahuan, dengan adanya data yang dikumpulkan dengan alat
pengumpul data baik pengamatan dan pengindraan (Sugiyono, 2007:310). Dalam
pelaksanaannya di lapangan observasi dilakukan secara langsung, yiatu dimana peneliti
secara langsung mengamati gejala-gejala subyek yang akan diteliti.
Observasi
dilakukan secara terstruktur, yaitu telah dirancang tentang apa yang akan
diamati, kapan dan dimana tempatnya. Sutopo (2005:65) bahwa pengamatan berkait
dengan dua hal, yaitu informasi (apa yang terjadi) pada proses pengelolaan
pembelajaran kelas inklusi dan kontek (hal-hal yang berkaitan dengan sekitar). Dalam
hal ini peneliti melakukan pengamatan untuk memperoleh data tentang letak
geografi, situasi dan kondisi baik dari segi wilayah maupun manusia, rancangan,
proses kegiatan belajar mengajar,dan mengevaluasi serta mengamati proses
pembelajaran kelas inklusi di SD Negeri Ronggo 03 Kecamatan Jaken Kabupaten
Pati.
3. Dokumentasi
Dokumen tertulis,
cetak , gambar, film atau pun perekam audio (Sutama, 2012:92-94). Dokumentasi
digunakan untuk menjawab dua tingkat pertanyaan, yaitu pertanyaan deskripsi
(memfokuskan diri pada apa isi komunikasi) dan pertanyaan interpretatif
(memusatkan diri pada apa arti isi komunikasi).
Dalam penelitian
yang sedang dilakukan peneliti ini menggunakan yang pertama dokumen tertulis
misalkan data – data administrasi dari perangkat pembelajaran yang ada pada
guru maupun dokumen sekolah yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Yang kedua
menggunakan foto dan alat perekam dan berfungsi sebagai alat bantu dalam
mengurai deskripsi pada responden maupun keadaan fisiknya.
Data dokumen
berisi tentang latar belakang berdiri sekolah dan pembangunannya, kadaan guru
dan siswa, struktur organisasi, sarana dan prasarana, lembar penilaian dan
lembar soal, jadwal rutinitas mingguan, semester dan tahunan, dan hal – hal
yang terkait dengan pelaksanan pengelolaan pembelajaran kelas inklusi di SD
negeri Ronggo 03.
F.
Instrumen
Pengumpulan Data
Instrumen penelitian adalah alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,
lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Berdasarkan teknik
pengumpulan data yang digunakan, maka instrument pengumpulan data ini
menggunakan:
1. Pedoman Wawancara
Wawancara dilakukan peneliti pada saat
mencari data awal kemudian secara terus-menerus sampai data akhir dari berbagai
nara sumber yang dipandang mempunyai retribusi terhadap data penelitian.
2. Pedoman Observasi
Dalam hal ini peneliti melakukan
pengamatan untuk memperoleh data tentang situasi dan kondisi baik dari segi lingkungan
sekolah maupun kelas, serta mengamati proses pembelajaran kelas inklusi di SD
Negeri Ronggo 03 Kecamatan Jaken Kabupaten Pati baik itu observasi untuk siswa
maupun untuk guru. Berikut tabel pedoman observasi
3. Dokumen
Dokumen adalah data-data tertulis,
cetak, gambar maupun bentuk lainya yang digunakan untuk menunjang kelengkapan
data yang sedang dikumpulkan.
Dari ketiga pedoman instrument
pengumpulan data dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2 Kisi-kisi instrument
pengumpulan data
No
|
Jenis Kegiatan
|
Indikator
|
Item
|
Ket
|
1
|
Observasi
Kondisi Sekolah
Perencanaan
Pelaksanaan
Evaluasi
|
Lokasi
Ruang kelas
Perangkat pembelajaran
Proses PBM
Alat evaluasi
Hasil evaluasi
|
2 item
2 item
8 item
3 item
3 item
3 item
|
|
2
|
Wawancara
a.
Inklusi
b.
Perencanaan pembelajaran inklusi
c.
Pelaksanaan Pembelajaran inklusi
d.
Evaluasi pembelajaran inklusi
|
Pengertian inklusi
kriteria anak inklusi
Tenaga pendidik inklusi
Kurikulum
Silabus dan RPP/PPI
Setting Kelas
Pelaksanaan RPP
Pelaksanaan PPI
Metode pembelajaran
Media pembelajaran
KKM
Kelas regular
Kelas inklusi
|
2 item
2 item
2 item
3 item
7 item
2 item
6 item
3 item
3 item
4 item
3 item
3 item
5 item
|
|
3
|
Dokumentasi
a.
Profil sekolah
b.
Data kelas
|
lokasi
status sekolah
sarana prasaran
Tenaga pendidik
Jumlah siswa
Adminstrasi pembalajaran
Administrasi kelas
|
2 item
2 item
2 item
3 item
15 item
10 item
|
|
G.
Teknik Analisis
Data
Analisis data
dalam penelitian kualitatif merupakan proses penyederhanaan data ke dalam
bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan (Sutama 2012:128), Penelitian
kualitatif memandang data sebagai produk dari proses memberikan interprestasi
peneliti yang di dalamnya sudah terkandung makna yang mempunyai referensi pada
nilai.
Mills (dalam
Sutama 2012:151) mengemukakan beberapa teknik analisis data kualitatif, yaitu :
1.
Mengidentifikasi
tema – tema
2.
Membuat
kode pada hasil survei, interview dan angket.
3.
Ajukan
pertanyaan – pertanyaan kunci
4.
Buatlah
review keorganisasian dari unit yang diteliti (sekolah)
5.
Buat
peta konsep
6.
Analisis
faktor yang mendahului dan mengikuti
7.
Buat
bentuk – bentuk penyajian dari temuan
8.
Kemukakan
apa yang belum/tidak ditemukan
Menurut Miles and Huberman (dalam
Sugiyono 2011:67). Aktifitas analisis data yang akan dilaksanakan yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing.
Gambar 3.1. Analisis Data (Miles and
Huberman dalam Sugiyono, 2011:67)
1. Data Collection/Pengumpulan
Data
Kegiatan melakukan pengumpulan data ,
baik itu data awal maupun data akhir
dari proses verifikasi
2. Reduksi Data
Kegiatan memilih hal – hal pokok atau
merangkum serta memfokuskan pada hal penting dan juga mencari tema dan pola.
3. Penyajian data ( Data Display)
Informasi yang
diorganisasikan, diringkas, dan disusun
sehingga memungkinkan dibuat kesimpulan dan tindakan tindakan
tertentu. Macam-macam display: matriks,
grafik, charts, networks.
4.
Verification
Merupakan kesimpulan awal yang masih
bisa berubah bila ada bukti kuat yang ditemukan pada pengumpulan data
berikutnya, namun bila data yang dibuat itu sama dengan hasil lapangan selama
penelitian maka data tersebut merupakan kesimpulan yang kredibel.
Keterangan dari tanda panah pada
gambar analisis data diatas, yaitu;
1. Pengumpulan data
dilakukan dengan menentukan kerangka, memilih fokus, membuat pertanyaan dan
menentukan cara pengumpulan data kemudian di reduksi atau dibuat data display
dan di reduksi.
2. Reduksi data dimana peneliti memberi
kesimpulan sementara, membuat coding, memilih tema-tema tertentu, membuat
pengelompokan dan menulis catatan-catatan. Data reduksi berlangsung terus sampai
selasai penelitian bisa melalui data display atau langsung ke verifikasi data
sehingga data terkumpul menjadi data penelitian.
3. Data display untuk melihat data secara
keseluruhan dalam suatu lokasi dan
tersusun secara sistematis untuk menjawab pertanyaan
penelitian. Jadi: memungkinkan
analisis dilakukan terhadap data secara langsung; memungkinkan
peneliti untuk melihat analisis apa
yang selanjutnya harus
dilakukan jadi peneliti mampu mengerti
apa yang terjadi dan kemudian
melakukan sesuatu berdasarkan pengertiannya; memudahkan
perbandingan antar data; memperkuat
kredibilitas dalam laporan Penelitian. Dari data display bisa langsung dilakukan
verifikasi kemudian menjadi data penelitian tetapi juga bisa direduksi untuk
kemudian dilakukan verifikasi
4. Kesimpulan atau
verifikasi
a. Sejak data collection kita
sudah mulai menentukan apa
“arti” dari sesuatu.
Jadi melihat keteraturan pola-pola,
penjelasan, kemungkinan dari konfigurasi,
hubungan sebab akibat dsb.
b. Kesimpulan tidak
dianggap pasti atau absolut tetapi
dibiarkan terbuka untuk
perubahan sehingga
kesimpulan akhir baru
bisa dicapai ketika data
collection berakhir.
c. Kesimpulan
diverifikasi terus menerus selama proses analisis dengan cara:
1) Mengecek kembali
berdasarkan data yang ada
2) Mendiskusikan
dengan teman sejawat
3) Mengecek dengan
data dari informan lain
4) Dikonfirmasikan
dengan kenyataan komponen-komponen data analisis
H.
Keabsahan Data
Setiap penelitian membutuhkan uji
keabsahan data untuk mengetahui validitas data tersebut. Dalam penelitian
kualitatif data dapat dinyatakan valid apabila data yang dilaporkan peneliti
itu tidak berbeda dengan data sebenarnya dilapangan atau yang terjadi pada
obyek yang diteliti. Tetapi dalam penelitian kualitatif kebenaran realitas data
itu bersifat jamak dan tergantung pada konstruksi manusia dengan berbagai latar
belakanganya. Moleong (2013:327) ada 4 kriteria keabsahan data yaitu :
1. Kredibilitas (derajat kepercayaan)
a. Triangulasi
(dengan sumber, metode, peneliti dan teori)
b. Rivew informan
kunci
c. Pengecekan dengan
anggota/member check Meliputi data, kategori analisis, penafsiran dan kesimpulan
2. Keteralihan (transferability)
Keteralihan sebagai persoalan empiris
bergantung pada kesamaan antar konteks pemngirim dan penerima. Untuk melakuakn
penelitian perlu mencari dan
mengumpulkan kejadian empiris sehingga peneliti bertanggung jawab untuk
menyediakan data.
3. Kebergantungan (dependability)
Konsep kebergantungan lebih luas dari
reabilitas, karena disebabkan peninjauannya dari segi konsep diperhitungkan.
4. Kepastian (confirmability)
Pengalaman seseorang yang subyektif
dan disepakati bersama sehingga menjadi obyektif sehingga dipercaya, pasti dan
factual.
Pada penelitian yang dilakukan di SD
Negeri Ronggo 03 Kecamatan Jaken Kabupaten Pati ini, peneliti menggunakan uji
keabsahan data yaitu pada kredibilitas
atau derajat kepercayaan dimana terdiri dari :
1. Triangulasi
Triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
(Moleong, 2013:330). Di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Dalam triangulasi terbagi menjadi 3 macam, yaitu
:
a. Triangulasi
Sumber
Triangulasi
dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal ini dicapai dengan cara: (1)
membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan
dengan apa yang di katakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara
pribadi; (3)membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dan
prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang dari masing –
masing level dalam tingkat ekonomi mereka; (5) membandingkan hasil wawancara
dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. (Moleong
(2013:330). Triangulasi sumber yaitu mendapatkan data dari sumber-sumber yang
berbeda sesuai dengan nara sumber yang teleh ditentukan, sehingga dari beberapa
data yang didapat dari nara sumber yang berbeda namun hanya mengenai data
keaktifan belajar siswa akan tersimpulkan data yang valid sehingga bisa
dikatakan data itu sah. Bentuk teknik triangulasi sumber dapat digambarkan
sebagai berikut:
|
|||||
Gambar
3.2 Triangulasi Sumber (Moleong,2013:330)
b. Triangulasi
metode
Dalam model ini terdapat 3 strategi,
yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa
teknik pengumpulan data; (2) pengecekan beberapa sumber data dengan metode
sama; (3) pengecekan dengan metode yang berbeda untuk menilai data yang sama.
Gambar
3.3 Triangulasi Metode (Sugiyono,
2009:67)
2. Rivew informan
kunci
Laporan data
dalam penelitian ini di rivew atau di cek oleh seorang yang ditempatkan sebagai
informan kunci untuk mengetahui apakah data yang terkumpul bisa disetujui atau
tidak. Dalam kaitan ini perlu didiskusikan lebih dahulu antara peneliti dan
informan kunci tentang data tersebut sehingga akan terjadi kesepakatan dan
saling pengertian.
3.
Member Check
Member
check adalah
proses pengecekan data kepada pemberi data, untuk mengetahui seberapa jauh data
yang diperoleh sesuai dengan pemberi data. Apabila pemberi data menyepakati
maka data itu dinyakatan valid, jadi tujuan dari member check adalah agar data
yang diperoleh untuk digunakan dalam penulisan penelitian sesuai denga pemberi
data.
BAB
V
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perencanaan pengelolaan pembelajaran kelas inklusi di SD
Negeri Ronggo 03 belum benar-benar maksimal karena pengembangan kurikulum yang digunakan di SD
Negeri Ronggo 03 masih bersifat umum, karena keterbatasan wawasan guru dan tim pengembang
kurikulum. Proses perencanaan yang
dilakukan oleh guru adalah 1) Pembuatan kurikulum, silabus dan RPP serta PPI;
2) proses penyusunan silabus dilakukan secara
bersama-sama oleh guru, untuk pengkajiaan
dilakukan dengan memperhatikan kurikulum
yang ada, pedoman silabus dari Dinas dan karakteristik anak; 4)
pembuatan RPP, komponen RPP yang dibuat oleh guru mencakup identifikasi mata pelajaran,
standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi
ajar, alokasi waktu, pendekatan dan metode pembelajaran, penilaian
hasil belajar dan sumber belajar
2.
|
3. Evaluasi pengelolaan pembelajaran kelas inklusi
di SD Negeri Ronggo 03 sudah bisa dikatakan berjalan dengan cukup baik. Guru
melakukan penilaian secara obyektif antara siswa yang normal dan berkebutuhan
khusus, namun siswa berkebutuhan khusus masih sulit untuk mencapai nilai KKM
yang sudah ditentukan. Evaluasi penilaian berbasis kelas, penilaian kinerja, penilaian hasil kerja, penilaian tertulis, penilaian portofolio dan penilaian sikap.
Penilaian ini dilakukan dengan memperhatikan kondisi
dan karakteristik siswa, karena setiap kelas siswa memiliki kondisi, karakter dan
kemampuan yang berbeda-beda.
Hal tersebut terlihat pada penilaian
untuk siswa berkebutuhan khusus,
yakni proses penetapan standart nilai yang berbeda,
cara dalam penyampaian atau pemberian soal, dan waktu dalam mengerjakan soal yang telah diberikan
oleh guru.
Upaya
yang dilakukan guru
untuk mengatasi hambatan kegiatan pembinaan kurikuler di
SD N Ronggo 03 adalah dengan pemikiran sendiri, sharing dengan orang
tua siswa yang berkebutuhan khusus, guru
lain, dan Kepala Sekolah, seminar,
diklat, lokakarya dan workshop
untuk guru dan Kepala Sekolah mengenai pendidikan inklusi,
penambahan jam mata pelajaran untuk ABK dan remedial
agar anak yang kurang tuntas dalam mata pelajaran tertentu
bisa mencapai nilai ketuntasan atau
KKM. Untuk masalah sarana dan prasarana, pihak sekolah berusaha dengan mengajukan
proposal kepada Dinas untuk mendapatkan bantuan.
Simpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa SD Negeri Ronggo 03 Kecamatan jaken Kabupaten Pati merupakan sekolah yang
belum bisa dikategorikan menjadi sekolah inklusi karena beberapa kendala yang
masih belum teratasi.
B.
Implikasi
Hasil penelitian
ini memberikan implikasi pada pelaksanaan pengelolaan pembelajaran SD Negeri
Ronggo 03 yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam
perencanaan masih menggunakan kurikulum KTSP untuk menyusun RPP
dan silabus juga masih murni, hal
tersebut berpengaruh pada kegiatan pembelajaran
guru sulit untuk menentukan
strategi pembelajaran, indikator, sumber belajar khusus untuk siswa
berkebutuhan khusus dan evaluasi yang benar-benar tepat. Sementara dalam hal
pelaksanaan kegiatan pembelajaran pengetahuan guru mengenai pendidikan inklusi
masih kurang dan sumber belajar penunjang untuk kegiatan pembelajaran juga
masih kurang, hal tersebut berpengaruh
pada proses kegiatan pembelajaran yang
berjalan sudah cukup baik, namun menjadi hambatan yang
menyebabkan proses pembelajaran menjadi kurang optimal.
C.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan
yang telah dilakukan, maka peneliti mengemukakan saran sebagai berikut:
1. Bagi Kepala Sekolah
a. Hendaknya mengikutsertakan semua guru untuk ikut
kegiatan seminar.
b. Membuat program mengenai konsep pendidikan tentang
sekolah inklusi.
2. Sekolah
a. Hendaknya menyediakan sumber/media pembelajaran
sehingga kegiatan pembinaan kurikuler di SDN Ronggo 03 ini dapat benar-benar maksimal
dan sebaiknya sekolah
b. Melakukan modifikasi kurikulum KTSP, sehingga perencanaan dan proses
kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan optimal.
3. Kepala Sekolah, guru,
dan orang tua siswa hendaknya sering melakukan pertemuan
dan melakukan sharing , sehingga pihak sekolah dan guru
bisa benar-benar mengerti dan memahami perkembangan anak.
4. Dinas Pendidikan
a. Mengontrol dan member dukungan dengan adanya
pembelajaran inklusi
b. Memberikan wadah kepada guru-guru untuk
melakukan pelatihan
DAFTAR PUSTAKA
Abdul,
Majid. 2012. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Rosda Karya
Ahmad,
Shaleh. 2011. Pendidikan dan Masyarakat.
Yogyakarta: Sabda Media
Atkinson, S.
2009. Are Desaign
and Technology Teachers Able
to Meet the Challenges Inherent
in the Theme for this Conference “D&T – A Platform for Success”?
Design and Technology Education: An
international Journal, 14(3), 8-20
Barbara Pini,
Suzanne Carrington & Lenore Adie. 2014.
Schooling elsewhere: Rurality, Inclusion and Education.
International Journal of Inclusive
Education.
Budiyanto,
Supena. Asep, Sujarwanto. Yusuf, Munawir. 2010. Modul Pelatihan Pendidikan Inklusi.
Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.
Creswell, John W. 2010. Research Desaign Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Daryanto. 2005. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rhineka Cipta
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rhineka Cipta
Dr.
Hamdy M. ElbitarAssiut University, Assiut, Egyp& Dr. Kennedy E. Umunadi
Delta State University, Abraka. Nigeria. 2011. Learning Styles in Technical Drawing Courses as Perceived by Students
in Egypt and Nigeria
Effendi, Mohammad. 2006. Pengantar Pdikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Putera.
George, Terry. 1994. Principles of Management. Homewood,
Illinois. Richard, Irwin Inc.
Goele Bossaert , Hilde Colpin , Sip
Jan Pijl & Katja Petry. 2013. Truly included? A literature Study Focusing on the Social Dimension of Inclusion in Education.
International Journal of Inclusive Education, 17:1, 60-79
Hadis, Abdul. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Autistik. Bandung: Alfabeta
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia
Hayward, Anne. 2006. Making Inclusion Happen a Practical Guide.
London: Paul Chapman Publishing.
Jeffrey S. Nevid, Spencer A. Rathus,
BeverlyGrene. 2005. Psikologi Abnormal.
Jakarta: Erlangga
Joseph S.
Renzulli. 2008. Enriching Curriculum for all Students. CA: Corwin Press.
Kerstin
Göransson , Claes Nilholm & Kristina Karlsson. 2011. Inclusive education in
Sweden? A Aritical Analysis. International Journal of Inclusive Education, 15:5, 541-555.
Kholis,
Nur. 2009. Panduan Praktis Mengelola
lembaga Pendidikan. Jogjakarta: Dianloka Pustaka
Lucy Bailey, Alefiya Nomanbhoy &
Tida Tubpun. 2014. Inclusive Education: Teacher Perspectives from Malaysia. International Journal of Inclusive
Education.
Marloes Koster , Han Nakken , Sip Jan
Pijl & Els van Houten. 2009. Being Part of the Peer
Group:
ALiterature
Study
Focusing
on the Social
Dimension
of Inclusion
in Education.
International Journal of Inclusive
Education, 13:2, 117-140
Moleong.
2013. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Rosdakarya
Mulyasa. 2006. Kurikulum Yang Disempurnakan. Bandung: Rosdakarya
Mulyasa. 2008. Kurikulum Berbasis Kompetensi
(Konsep, Karakteristik dan Implementasi). Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan
Kontelstual. Jakarta : PT. Bumi Aksara
Nanang
, Fattah. 2011. Landasan Manajemen
Pendidikan. Bandung: Rosdakarya
Ngalim,Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta:
PustakaPelajar
Oemar, Hamalik. 2004. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan
Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara
Patty
Douglas. 2010. ‘Problematising’Inclusion: Education and the Question of Autism. Pedagogy, Culture & Society,
18:2, 105-121
Prasetyono. 2008. Serba-serbi Anak Autis. Yogyakarta: Diva Press.
Republik
Indonesia. 2003. Undang – undang Sistem
Pendidikan Indonesia. Jakarta: Sekretaris Negara
Robinson,
A. 2002. Differentiation for Talented lLearners: What are some Indicators ?Understanding Our Gifted, 15(1) 3-5).
Rusman. 2012. Model
Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:
PTRaja Grafindo Persada
Sagala.
2013. Konsep dan Makna Pembelajaran.
Bandung: Alfabeta
Sarjono, Yetty. 2014. Pendidikan Anak – anak
Miskin di Perkotaan. Kartasura: Fairuz Media.
Sermsap Vorapanya & Diane Dunlap.
2014. Inclusive Education in Thailand: Practices and
Challenges. International Journal of Inclusive Education, 18:10, 1014-1028
Setyosari.
2001. Model Belajar Konstruktivistik
Sumber Belajar. Kajian Teori dan Aplikasi. Malang: LP3UM
Skidmore,
David. 2004. Inclusion The Dynamic of School Development. New York: Open
University Press
Smith, J. D. 2009. Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua.Bandung:
Nuansa
Somantri, Sutjihati.2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung:
Refika Aditama.
Sri hartini. 2011. Evaluasi Pembelajaran. Solo baru: Qinant
Sugiyono.2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2010. Metode Peneltian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2011. Metode Peneltian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta
Suharsimi, Arikunto. 2011. Prosedur Penelitian – Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: RhinekaCipta
Sunaryo, Kartadinata, dkk. 2002. Bimbingan Di SD. Bandung: CV. Maulana
Bandung
Supriyanto,
Eko. 2009. Inovas iPendidikan.
Surakarta: Muhammadiyah University Press
Suryosubroto. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sutama.
2012. Metode Penelitian Pendidikan.
Kartasura: Fairuz Media
Sutopo,H.B.
2005. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret
Suyono.
2012. Belajar dan Pembelajaran.
Bandung: Rosdakarya
Tarmansyah. 2009.
Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus. Padang: Universitas Negeri
Padang Press.
Tarmansyah. 2009.
Bahan Ajar Pendidikan Inklusi. Padang: Universitas Negeri Padang Press.
Tim Loreman.
2014. Measuring Inclusive
Education Outcomes in
Alberta, Canada. International Journal of
Inclusive Education, 18:5, 459-483
Wahyo, Sumidjo. 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan
Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Widyiastono,
herry. 2002. Jurnal Pendidikan dan
kebudayaan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan
Nasional
Yong-Wook,
Kim. 2014. Inclusive Education
in South Korea. International Journal of
Inclusive Education, 18:10, 979-990
Zalizan M. Jelas & Manisah Mohd
Ali. 2014. Inclusive Education in Malaysia: Policy and Practice. International
Journal of Inclusive Education, 18:10, 991-1003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar